11

976 161 3
                                    

***

Hari ini mengeluarkan sesaknya. Belum seluruhnya, tapi sudah cukup membantunya untuk bisa bernafas lagi. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Jiyong tidak banyak bicara. Pria itu lebih berhati-hati dengan ucapannya, entah untuk alasan apa. Perlahan matahari mulai turun, mulai terbenam dengan lembut di jalurnya sendiri. Kalau sedari tadi Lisa yang bercerita, kini saat matahari mulai hilang, Jiyong yang membuka kisahnya.

"Aku lelah sekali," ucap Jiyong sembari memperhatikan matahari yang terbenam dengan tenang. "Kalau aku bisa tenggelam dan beristirahat sebentar saja seperti matahari, kurasa aku akan merasa lebih baik," tuturnya, masih berpamitan dengan cahaya yang akan beristirahat dalam hatinya.

"Apa yang membuatmu lelah, oppa?" tanya Lisa kemudian. Berbeda dari Jiyong, gadis ini lebih sering menanggapi ucapan lawan bicaranya dibanding mengalihkan pembicaraan mereka.

"Semuanya," gumam Jiyong yang kini kembali berbaring di kursi pantainya, kemudian menutup wajahnya dengan lengan bertatonya. "Rasanya aku sedang membenci semua orang, semua manusia," tuturnya pelan.

Kini Lisa tidak tahu, apa yang ingin Jiyong dengar. Jadi, gadis itu memutuskan untuk menghela nafasnya keras-keras kemudian berujar, "kita benar-benar akur kalau sedang mengeluh."

Jiyong hanya terkekeh untuk menanggapinya. Tidak lama berselang, handphone pria itu berdering. Dengan malas, Jiyong melihat layar handphonenya, namun ia memilih mengabaikan panggilan itu karena ia tidak mengenali nomor teleponnya. "Kalau kau terus melihatku, kurasa aku akan kesal lalu membuang handphoneku seperti seseorang," komentar Jiyong, menegur Lisa yang terus memperhatikan Jiyong juga handphonenya. Kalau bukan karena Yumi dan Lisa, Jiyong akan mematikan handphonenya sekarang.

"Ayo pulang," ajak Jiyong kemudian. Setelah handphonenya berdering untuk kesekian kalinya. Ia ingin cepat-cepat melenyapkan handphonenya itu. Ia ingin cepat-cepat menyingkirkan panggilan-panggilan yang masuk itu.

"Ya? Sekarang? Ini sudah malam," ucap Lisa, sedikit terkejut. "Dan aku sudah bilang pada eomma kalau aku akan pulang sendiri, aku tidak ingin merepotkanmu, aku sudah cukup besar untuk pulang sendiri," ucap Lisa yang kemudian mengulas sebuah senyumnya. Senyum yang seolah tengah mengatakan kalau ia hanya sedang mencari-cari alasan, senyum lebar yang dibuat-buat.

"Kalau begitu beri aku tumpangan untuk pulang. Aku tidak bisa pulang," balas Jiyong, yang justru bergerak, berbalik untuk memunggungi Lisa masih dalam posisi tidurnya. "Aku berjalan kaki sampai ke sini," gumamnya, menjawab pertanyaan yang belum sempat Lisa ucapkan.

"Berapa lama oppa berjalan?" tanya Lisa kemudian, kini ia merasa sedikit khawatir. Kalau masalah yang Jiyong hadapi adalah masalah sepele yang sederhana, pria itu tidak akan mungkin berjalan dari ibu kota ke pulau paling Selatan negaranya. Jiyong seperti baru saja berkeliling negeri dengan berjalan kaki.

Empat ratus sembilan puluh delapan kilometer, G Dragon berjalan sejauh itu hanya untuk melebur bersama ombak.  Kalau pria itu terus berjalan– dan hanya beristirahat saat perahunya berlayar untuk menyebrangi lautan– itu berarti ia sudah berjalan selama empat hari penuh.

"Hampir sepuluh hari," balas Jiyong, yang masih belum menatap Lisa di belakangnya. "Kalau kau akan pulang besok, bangunkan aku di sini sebelum berangkat, beri aku tumpangan, setidaknya sampai ke bandara," suruh Jiyong. Pria itu sudah mulai mengantuk lagi sebab angin pantai dengan lembut membelai pipinya. Seolah sedang memanjakannya sebelum tidur.

Summer MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang