14

892 183 2
                                    

***

Matahari belum terbit, tapi Lisa sudah membangunkan Jiyong yang saat ini tidur di kursi. Gadis itu duduk di kursi pengemudi di sebelah Jiyong, mengguncang pelan lengan Jiyong dan membangunkan pria itu. Dengan perlahan, Jiyong bergerak, membuka matanya dan melihat Lisa yang duduk di sebelahnya. Wanita itu tersenyum, dan rasanya aneh sekali melihat seorang wanita tersenyum tepat setelah ia membuka mata. Setelah bertahun-tahun hidup sendirian, pagi ini adalah pagi pertama dimana Jiyong merasa sangat bersemangat. Hanya karena ada seorang wanita cantik yang membangunkannya dengan begitu lembut.

Saat kecil, hanya ibunya yang membangunkan Jiyong dengan begitu lembut. Kemudian tugas membangunkannya tidur diambil alih oleh Dami dan sejak saat itu Jiyong tidak pernah lagi merasa bersemangat saat bangun pagi. Selama mereka tinggal serumah, Dami tidak pernah membangunkan Jiyong dengan cara yang layak. Kakak perempuannya itu justru berteriak, memukul atau menyemprotnya dengan air. Kemudian setelah ia mulai bekerja, Jiyong selalu bangun setiap kali ada orang yang mengetuk pintunya– entah itu manager atau penata busananya.

"Kenapa? Sudah saatnya membeli tiket?" tanya Jiyong, menyembunyikan semangatnya dengan sebuah senyum tipis juga rentangan tangan seperti seekor kucing yang menguap. Pria itu menggeliat di kursinya, meregangkan otot-ototnya yang kaku karena tidur di kursi. Walaupun sandaran kursinya bisa di turunkan, tidur di kursi tetap tidak senyaman tidur di ranjang sembari memeluk guling.

"Tidak," jawab Lisa dengan wajahnya yang sudah cantik tapi terus memancarkan aura cantiknya dengan sebuah senyuman yang sulit diabaikan. "Uhm... Daripada membeli tiket paling pagi, bagaimana kalau kita berjalan-jalan di sekitar sini dulu? Kalau hanya menyetir pulang rasanya tidak menyenangkan... oppa sedang melarikan diri kan? Oppa belum punya jadwal kan? Bagaimana kalau kita bermain dulu sebelum benar-benar pulang?"

"Eommamu akan khawatir," jawab Jiyong yang kini duduk bersila di kursinya, tangannya sibuk memijat kakinya yang pegal, tapi ia mencurahkan seluruh perhatiannya pada gadis manis yang sedang berusaha membujuknya.

"Ah... Eomma... Tentu saja dia akan khawatir tapi kalau aku meneleponnya setiap hari... Kurasa dia tidak akan jadi gila. Aku bisa bilang kalau jalanan macet, atau jalan di tutup atau kita ketinggalan kapal? Menurutku dia tidak akan khawatir aku tersesat atau hilang karena oppa ada di sini. Oppa menumpang padaku, iya kan? Berarti oppa harus ikut-"

"Setidaknya beri aku waktu berfikir sebelum mulai mengancamku," potong Jiyong, yang sekarang membuka tirai untuk melihat langit gelap di luar. Kelihatannya beberapa menit lagi matahari akan terbit dan dugaan Jiyong, Lisa membangunkannya untuk melihat matahari terbit di mercusuar.

"Kecuali oppa punya jadwal penting beberapa hari ke depan, aku tidak ingin mendengar alasan apapun," ucap Lisa, yang sengaja mengerucutkan bibirnya untuk merajuk. "Kita bisa bergantian menyetir kalau oppa lelah, aku sudah terlatih kalau menyetir di jalanan kota, oppa tidak perlu khawatir. Toh aku sudah menyetir sampai ke sini sebelum bertemu denganmu. Kita juga tidak perlu menginap di hotel, oppa juga bisa tidur di ranjangku, kalau oppa ingin. Hanya menyetir pulang tapi berhenti sebentar di tempat-tempat menarik, ya? Itu terdengar menyenangkan, kan?"

"Kenapa kau tidak ingin pulang?" tanya Jiyong kemudian.

Lisa bilang ia tidak ingin pulang dan bertengkar dengan ibunya. Gadis itu tidak memberi jawaban yang lengkap untuk Jiyong, tapi ia berjanji sedikit demi sedikit ia akan memberitahu Jiyong alasannya. Lisa berjanji kalau ia akan menceritakan semua yang membuat Jiyong penasaran, dengan syarat Jiyong bersedia menemaninya berkelana.

"Keputusan bagus!" seru Lisa setelah Jiyong menyetujui semua rencananya. "Kalau begitu, ayo sarapan di mercusuar sekarang," ajak Lisa, yang kemudian menunjuk ransel Jiyong di atas mejanya. "Aku sudah menyiapkan sarapannya, juga kursi dan selimutnya kalau di sana ternyata dingin."

Lisa masih dengan pakaiannya semalam, tapi ia menambah sebuah kacamata hitam di wajahnya. Ia tidak ingin orang-orang mengenali wajah mereka, karenanya ia juga memberi Jiyong sebuah kacamata hitam. Tapi berjalan dengan kacamata hitam di pagi yang masih gelap sangatlah tidak nyaman. Jiyong yang sudah tahu setidak nyaman apa memakai kacamata hitam di tempat gelap, hanya membawa kaca matanya. Pria itu menggantung kacamatanya di kerah kaosnya, berjalan di samping Lisa yang harus menajamkan penglihatannya karena gelap.

"Lepas saja, di tempat segelap ini tidak akan yang bisa mengenalimu," komentar Jiyong yang berjalan di sebelah Lisa setelah mengunci pintu mobil kemah mereka. Lisa yang membawa ranselnya, sedang Jiyong membawa dua kursi lipat dan selimut mereka. Selain pakaian mereka semalam, keduanya hanya memakai sandal karet hitam murahan yang dibeli toko serba ada. Tidak ada yang menarik dari penampilan mereka, tidak cincin, gelang apalagi kalung dan perhiasan lainnya, tapi entah bagaimana Jiyong terlihat sangat bersinar, sedang Lisa terlihat sangat manis dengan penampilan dan senyum senangnya.

"Oppa, boleh aku bertanya?" tanya Lisa, sedikit berteriak untuk mengalahkan suara ombak. Kini, mereka berada di jalan panjang menunju ujung mercusuar. Baru saja portal yang tidak begitu tinggi bisa dengan mudah mereka lompati.

"Apa?"

"Apa oppa melarikan diri karena tuduhan palsu itu? Karena seorang fans yang menuntutmu beberapa bulan lalu?"

"Apa yang mereka tulis di berita tidak benar," jawab Jiyong, sebelum Lisa sempat berkomentar. "Jangan bilang kalau aku juga manusia yang bisa berbuat salah saat mabuk. Aku benar-benar tidak melecehkan siapapun," tegas pria itu dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Aku tahu," jawab Lisa kemudian. "Hakim Yoon, yang menangani kasusmu adalah mentorku saat magang. Aku tahu bagaimana sidangnya berlangsung. Aku juga tahu kalau semua itu tuduhan palsu dan aku mengerti bagaimana perasaanmu saat orang-orang menganggap enteng masalahmu," ucap Lisa, melempar dirinya sendiri untuk berada di pihak Jiyong yang akhir-akhir ini merasa diasingkan karena kasus itu. Bahkan keluarganya sendiri, meragukan dirinya.

Beberapa bulan lalu, publik di hebohkan oleh berita tuntutan yang G Dragon terima. G Dragon di tuntut oleh seorang fans yang mengaku telah mendapat pelecehan dari Jiyong. Dalam tuntutannya, sang korban mengatakan kalau Jiyong yang malam itu minum sendirian di bar, memaksanya untuk mabuk-mabukan kemudian membawanya ke hotel dan memperkosanya. Publik ramai membicarakan itu, sebagian orang menghina G Dragon dan sikap berengseknya, sebagian lainnya menyalahkan si korban yang menurut pandangan mereka lebih dulu menggoda Jiyong, lalu sebagian lainnya membela Jiyong habis-habisan dan mewajarkan perilaku idola mereka.

Penyelidikan kemudian di lakukan, dan menurut hasil penyelidikan itu Jiyong terbukti tidak bersalah. Mereka memang minum bersama. Jiyong memang sempat melupakan kejadian itu, tapi ia bersumpah kalau ia tidak pernah berada di luar kendali saat mabuk. Kenyataannya, setelah minum bersama dan mabuk, Jiyong menyewakan sebuah kamar hotel untuk wanita mabuk itu. Jiyong meninggalkannya di kamar hotel itu karena ia tidak tahu alamat gadis itu dan ia juga tidak bisa meninggalkan gadis itu di bar begitu saja. Tapi malam itu, Jiyong tidak tinggal di kamar hotel itu. Pria itu bahkan tidak masuk ke dalam kamarnya. Penyelidikan juga dapat di selesaikan dengan cepat karena ada rekaman CCTV dimana Jiyong mengantar gadis itu ke kamar hotelnya kemudian meninggalkannya di sana tanpa pernah masuk ke kamar itu. Tapi semua berita dan komentar publik di berita itu, sudah terlanjur membuat Jiyong gila.

"Kasusnya sudah selesai, oppa terbukti tidak bersalah. Kenapa oppa masih marah karenanya?" tanya Lisa, masih sembari berjalan di sebelah Jiyong.

"Aku tidak bersalah, tapi orang-orang masih berfikir kalau aku bersalah. Tidak masalah kalau mereka memakiku, menghinaku dan membenciku, aku hanya perlu membalas mereka dengan cara yang sama. Tapi bagaimana cara membalas mereka yang bilang– tidak apa-apa, musisi juga manusia, kau bisa melakukan kesalahan. Kau hanya perlu lebih berhati-hati lagi. Aku tidak mengharapkan banyak hal darimu, kau hanya manusia biasa sama seperti lainnya, jadi jangan terlalu memaksakan diri– mereka seperti mengatakan kalau aku tidak bersalah tapi di sisi lain mereka juga meragukanku."

"Jangan menghina oppaku, kita semua pernah membuat kesalahan, kita semua punya dosa masing-masing. Oppaku sudah menyelesaikan masalahnya, jadi jaga mulutmu. Apa kau tidak tahu kalau mulutmu itu sudah melukai hati orang lain?" ucap Lisa, membuat Jiyong menghentikan langkahnya, kemudian menatap Lisa yang juga berhenti melangkah. "Ucapan seperti itu yang menganggumu? Mereka membelamu tapi pembelaan itu terdengar seperti pengakuan kalau mereka percaya oppa sudah melakukan kesalahan. Mereka seperti sedang berkata, tidak apa-apa, oppa boleh melakukan kesalahan seperti itu, walaupun oppa terkenal, oppa juga manusia, begitu?" tanya Lisa, menjelaskan semua yang ia pahami dari cerita singkat Jiyong.

***

Summer MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang