Chapter 14

536 43 1
                                    

"ma, aku bisa jelasin"

"Apa yang harus kamu jelasin Jean? Mama sudah jelas melihat kamu! Apa yang mau kamu elak lagi?"

.
.

Sang ayah pun menghampiri suara gaduh tersebut. Lalu ia tercengangkan sang ibunda menahan tangisan yang sudah membendung di matanya.

"Tapi, kenapa harus bersamanya? Kamu bisa cari wanita lain!"

"Suara gaduh apa ini? Ma, jangan teriak dong.. Ayah jadi kaget" Ucap sang ayah yang barusaja menghampiri mereka.

"Ma! Ini keputusan Jean! ini udah jadi hak aku untuk memilih siapa yang harus mendampingi hidup aku. Aku udah dewasa mah!" Mata Jean yang mulai berkaca-kaca, lalu di usapkan tangan Dean di punggungnya.

"Jean, ngomong itu yang bener sama mama!"

"Ga Yah! Aku lebih baik keluar dari rumah, atau aku harus kehilangan dia lagi! Kalian bahkan tidak mengerti perasaan aku disaat aku sangat terpukul, lemah, dan merasa kehilangan dia! Kalian ga perduli kan!"

Ayah Jean pun mulai mendekatkan dirinya pada Jean, menatap tajam anak sematawayangnya. Sendu mata Jean kembali menatap sang ayah yang mulai berkobar api dimatanya.

Diayunkan tangannya sampai mengenai tepat di pipi Jean. PLAKK!

Satu tamparan yang sejak itu semakin membuat Jean untuk membulatkan tekatnya.

"Baiklah kalo itu mau Ayah" Ucapnya dengan nada lemah sambil memegangi pipi nya. Ia pun berjalan cepat meninggalkan rumah diikuti Dean dari belakang.

"Abang mau kemana?"

"Nanti kamu tau kok ya Rista" Ucap Dean sambil mengelus rambut Rista lalu meninggalkannya.

Mengikuti arah perginya Jean ternyata ia masuk kedalam kendaraan Dean.

"Ayo kita pergi Dean. Semakin lama ga tahan berada diantara keluarga yang tidak pernah memikirkan perasaan anaknya. Gua capek dengan keadaan ini!"

Tanpa jawaban, Dean mengendarai mobilnya sampai ke suatu tempat yang sangat indah dan sejuk. Sebuah tanah lapang dengan satu pohon yang sangat rindang dengan pemandangan kota dari kejauhan.

Jean terduduk disana memandangi keindahan tersebut, lalu Dean duduk disamping nya mengusap mata Jean yang lebam setelah menangis.

"Gua ga mau lo se-nekat ini. Gua jadi merasa bersalah sama lo" Ucap Dean.

Jean hanya terdiam dengan hembusan angin yang membuat rambutnya teracak-acak seiring dengan arah angin.

"Gua ngerti diposisi lu. Gua juga mungkin bisa se-nekat lu, hahaha. Tapi lu tau kan kalo itu salah?"

perlahan Jean menyandarkan kepalanya di bahu Dean. "Berjanjilah, kalau ada kehidupan selanjutnya kita akan bertemu kembali"

Dean terkejut mendengar hal tersebut, ia mengira kalau Jean akan mengakhiri hidupnya karna depresi dengan keluarga.

"Jean lo ga bunuh diri kan?" Ucapnya yang sedikit terkejut.

"Gila lo, gua juga masih sayang sama nyawa kali!" Ucapnya sambil memukul pelan Dean.

Lalu Jean mengulurkan jari kelingking nya sebagai tanda janji dengan Dean. Ia pun menerima janji tersebut dan sudah saling menyegel janji.

Mereka pun mendekatkan wajah, menempelkan kedua dahi mereka. Perlahan Jean membuka mata menatap Dean, mereka tertawa bersama.

"Jadi lo mau kabur sama gua nih?"

"Ku harap gitu, koper nya masih di bagasi kan?"

Dean mengangguk lalu kembali pada pemandangan kota dengan senja, mereka terdiam seksama melihat keindahan kota dari atas bukit.

Bright Light [BrightWin] REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang