Kalian adalah hadiah terindah dari Tuhan yang tak mungkin aku sia-siakan.
-Reynaldi Sebastian Darwin-
Pesawat mulai lepas landas, Rey-suamiku-menitikkan air mata. Usai setetes air mata berhasil turun membasahi pipi, dengan cepat langsung diseka.
Ah, dia masih saja berusaha sok tegar. Padahal aku tahu, pasti berat sekali baginya karena harus jauh dengan semua anggota keluarga.
Aku usap punggung suamiku seraya berkata, "Ayo, kita pulang!"
Rey yang sedari tadi menatap kepergian pesawat yang mulai menjauh, lalu mengalihkannya padaku sembari mengangguk sebagai tanda setuju.
"Rey!"
"Ada apa?"
"Aku tahu kamu pasti sangat sedih. Padahal kalau kau memintaku untuk ikut kau tinggal di sana, aku pasti tidak akan keberatan."
Rey memberi cekungan sabit di bibirnya sambil menarik tanganku untuk memulai langkah keluar dari bandara.
"Tidak apa-apa aku jauh dari keluarga. Kalau kita mengambil keputusan untuk tinggal di sana, aku malah kasihan denganmu karena harus menyesuaikan diri. Hal yang terlebih penting, kau pasti akan sangat sedih karena harus meninggalkan rumah yang sudah kau tinggali sejak kecil," ucap Rey setelah kami mengambil beberapa langkah.
Kutatap lekat wajahnya sembari tersenyum. Lelaki ini banyak berkorban bagiku. Setelah menikah dia rela berpisah dengan seluruh keluarga, dan memilih tinggal bersamaku di rumah yang terkesan sederhana. Sungguh, rasanya aku sangat beruntung sudah memiliki suami yang sangat pengertian sepertinya.
Kuhentikan langkah kaki, kemudian kedua telunjuk menggulung ujung jilbab yang menjuntai di depan dada . "Rey, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
Langkah Rey juga ikut berhenti, lantas menengok ke arahku. "Kau ingin mengatakan apa?"
Kutarik nafas panjang, lalu berkata, "Aku sudah memikirkan baik-baik. Memang benar perkataaanmu waktu itu, akan susah bagiku untuk membagi waktu antara urusan rumah dan pekerjaan. Jadi, aku memutuskan untuk resign dari perusahaan."
"Benarkah?" Kedua matanya yang tajam kini membulat sempurna.
Aku mengangguk semangat. "Besok suratnya akan aku serahkan kepada atasan."
"Aku memang sangat kasihan melihat kau begitu kesusahan mengatur semuanya. Resign adalah jalan terbaik."
🥀🥀🥀
"Ayo, kita ke dokter!" ajak Rey usai menyantap makan malam pada suapan terakhir.
Aku menggeleng. "Sudah siang tadi."
"Apa kata dokter?"
Aku mengambil tangan kanannya dan meletakkan di atas perutku yang masih rata. "Aku hamil, Rey. Selamat, kau akan menjadi ayah!" ucapku dengan penuh semangat.
Rey membelalakkan mata, pada detik berikutnya langsung ubah melihatku dengan mata yang berbinar. Tidak ambil jeda, dia langsung merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya. Walau samar, aku dapat mendangar suara isak tangis darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan
ChickLitFOLLOW DULU SEBELUM BACA Aya Rey series Season 2: sequel dari novel When You Believe Sejatinya pernikahan adalah menyatukan dua insan dalam naungan kasih Rabb. Dengan segala rahmat-Nya berharap kebahagiaan selalu menyelimuti. Namun, bagaimana rasany...