14. Code And Sunset

14.5K 1.2K 78
                                    

Autumn terus berlarian, gadis kecil itu terlihat bahagia sekali. Berlari ke sana-kemari untuk mengejar kupu-kupu. Sesekali gadis kecil itu tertawa, dan semua pergerakannya tidak luput dari penglihatan Izzy.

Izzy berada di rumah pohon, mengawasi Autumn dari tempatnya berada, kedua tangannya ia letakkan di dada. Pasti sangat berat sekali bagi Autumn menjalani hari-harinya tanpa seorang ibu. Bahkan ketika Hannah pergi pun, Izzy sangat merasa kesepian. Seperti ada separuh jiwanya yang hilang. Lalu, bagaimana dengan Autumn yang sudah sejak lahir tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu? Itu sangat membuatnya sedih.

"Izzy, kenapa kau menangis?" Suara Autumn terdengar khawatir, lalu di tangan kanannya ada seekor kupu-kupu cantik berwarna biru hinggap di tangan gadis kecil itu.

Izzy terkejut, ah dia menangis tanpa sadar. Mengusapnya, Izzy menggeleng. "Aku tidak menangis, ini hanya kelilipan."

"Eyeyey, Izzy tidak bisa berbohong pada Autumn."

Izzy berjongkok, mensejajarkan tubuhnya pada Autumn. Lalu meraih kedua bahu Autumn, mengusapnya. "Autumn, apapun yang terjadi kau harus kuat menghadapi dunia. Jika kau merasa sedih, kau boleh datang kepadaku."

"Karena dunia tidak sebaik seperti apa yang terlihat. Bisa jadi musuhmu adalah temanmu, bisa juga musuhmu akan menjadi teman terbaikmu. Dan kapan pun Autumn ingin bercerita, aku akan selalu ada untukmu."

Entah kenapa mendengar kalimat Izzy, membuat gadis kecil itu menangis dan memilih menubrukkan tubuhnya pada tubuh Izzy, memeluknya. "Autumn selalu berdoa yang terbaik untuk Izzy, Autumn sangat menyayangi Izzy."

"Aku juga sangat menyayangimu, baby."

Tidak jauh dari tempatnya berada, seseorang terlihat mengusap pipinya. Tiba-tiba saja air mata terjatuh tanpa bisa dicegah. Dia Xander, pria itu mendengar semua ucapan Izzy dan Autumn. Pria itu memang berniat menyusul Autumn, baru saja beberapa anak tangga dirinya sudah tertegun di tempat dan memilih diam. Menunggu mereka selesai berbincang.

Xander sangat paham, Autumn memang sangat mudah bersosialisasi, bergaul mencari teman entah itu lebih tua darinya atau seumuran dengannya. Tapi, Autumn juga pemilih, mana yang akan ia pertahankan atau sebatas teman saja. Jika Autumn dekat dengan Izzy bahkan hanya membutuhkan waktu yang singkat, itu berarti Autumn sudah nyaman dengan Izzy. Izzy berarti di hidup Autumn.

"Coba saja Izzy menjadi mommy Autumn," gumam Autumn penuh harap yang mampu membuat kedua orang dewasa yang sedang berada di sana tertegun bingung, harus menanggapi bagaimana.

Hingga Xander berdeham, mencairkan suasana, keduanya menoleh, Autumn tersenyum lebar. "Daddy!" serunya, gadis kecil itu memberi kode untuk Xander mendekat.

Matahari sudah mulai tenggelam, menyisakan sisa-sisa sinarnya. "Wah, sunset!" seru Autumn bertepuk tangan. Terlihat sangat bahagia. Seperti anak seusia Autumn pada umumnya. Akan terlihat sangat bahagia meskipun hanya mendapatkan permen kapas.

Xander duduk di sebelah kiri Autumn, sedangkan Izzy sebelah kanan Autumn. Gadis kecil itu? Berada di tengah-tengah antara keduanya.

Keheningan melanda, hanya suara burung berkicauan yang terdengar dengan hembusan angin yang menenangkan. Mereka terlihat sangat menikmati suasana sore hari ditemani matahari terbenam. Dan dari kejauhan, seorang pria paruh baya menatap siluet mereka dengan pandangan tak terbaca.

Pria itu hanya berharap untuk kebaikan mereka di masa depan, dia adalah Hans.

Hari mulai gelap, mereka belum berniat untuk beranjak dari duduknya. Bahkan hingga kunang-kunang mulai menampakkan diri, menghiasi kebun tulip di malam hari. "Woah, Dad! Bukankah ini sangat indah," Autumn berdecak kagum, hingga gadis kecil itu membuka mulut saking takjubnya dengan apa yang dilihat.

Begitu banyak kunang-kunang yang berterbangan, membuat kebun yang semula gelap, kini menjadi terang karena cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang itu.

Xander tersenyum, melihat putrinya bahagia. Ini juga di luar dugaannya. Ia kira, Autumn akan tidak betah, tapi ternyata sebaliknya. Xander jadi berpikir jika Autumn pasti akan susah diajak pulang.

🍁

Dan Benar saja!

Saat ini, Xander sedang membujuk Autumn untuk pulang. Tapi nihil, putrinya itu berkata ingin menginap di sini. Entah judul apa yang akan terpampang besok di berita. Xander menghela napasnya lelah. "Baby, besok kita kemari lagi. Setelah Autumn pulang sekolah, oke?" kata Xander masih berusaha membujuk.

Autumn menggeleng keras, gadis itu memeluk erat tubuh Izzy. "Izzy, katakan pada daddy jika Autumn tidak mau pulang!" serunya, bahkan gadis kecil itu terlihat akan menangis.

Izzy menghela napasnya, menatap Xander memberi kode dengan mengangguk. "Iya Autumn akan tidur di sini."

"Lalu dengan sekolah ...."

"Aku yang akan mengantarnya besok, cukup kirim saja bajunya," potong Izzy pada akhirnya.

Xander menatap Izzy. "Sungguh? Kau tidak keberatan?"

"Tidak, biasa saja," balas Izzy ringan.

Xander menghembuskan napasnya, lalu pandangan matanya menatap Autumn. "Baiklah, satu kali ini saja. Oke?"

Autumn mengangguk, "Oke."

Setelah perginya Xander, Izzy mengajak Autumn untuk pergi ke kamar beristirahat. Sesekali Autumn bersenandung, Izzy terkekeh melihat tingkahnya. "Kau senang tidur di sini?"

"Senang sekaliii," seru Autumn berloncat-loncat.

"Izzy, maukah kau menjadi mommyku?"

🍁

"Di mana Autumn, Dad?" Arabella bertanya begitu Xander masuk ke dalam rumahnya.

Di dalam, sudah ada keempat anaknya yang menunggu sang daddy datang. Xander menghembuskan napasnya. "Dia menginap di rumah Izzy."

Anastasia melongo, Austin menatap Xander penuh tanya, Aiden tersenyum lebar sedangkan Arabella terdiam. "Kenapa Dad tidak memaksanya pulang?" tanya Austin heran.

"Kau seperti tidak tau Autumn saja," sengit Aiden. "Jika kemauannya tidak dipenuhi, besoknya pasti akan sakit."

Anastasia mengangguk setuju dengan kalimat Aiden. "Ya kau benar, tapi apa para wartawan tidak akan berulah?" tanyanya.

"Asal berhati-hati saja, pasti juga tidak akan ketahuan," balas Aiden.

"Kau sepertinya sangat mendukung sekali," ketus Austin.

Aiden menatap Austin bertanya, "Mendukung apa?"

"Dia menjadi istri Dad?" lanjutnya berceletuk membuat Xander melototkan matanya.

"Sudah-sudah, kembali ke kamar masing-masing," seru Xander mendengus sebelum berlalu.

Apa katanya? Istri? Bahkan Xander tidak berniat untuk menikah lagi. Hanya ada Irish di hatinya dan itu tidak akan pernah tergantikan.

"Dad jika dia harus menjadi ibuku, aku tidak masalah!" Aiden berteriak, menggoda Xander yang sudah pergi menjauh. "Meskipun dia lebih pantas menjadi adikku!" lanjutnya lagi berteriak sebelum akhirnya Austin memukul keras bahu laki-laki itu. Sedangkan Arabella dan Anastasia? Menatap Aiden tidak percaya.

"Really? Bahkan dia lebih pantas menjadi anak Dad!" seru Arabella dan Anastasia serempak.

































Semarang, 20 Agustus 2020

Daddy Of 5 ✔ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang