Pagi harinya.
Kini Zahra berada di dalam rumahnya. Ia rebahan sambil memikirkan sesuatu.
Jujur ia sangat bosan. Biasanya jika ia bosan, ia akan pergi ke rumah Humaira. Tapi ... sudahlah, untuk sekarang ia ingin tidur lagi.
"Zahra!!" panggil Aisyah berjalan menghampiri Zahra.
Zahra menoleh ke kakaknya. "Apa, Kak?"
"Itu, kamu dipanggil sama ayah."
"Ngapain?" tanyanya malas.
Aisyah tersenyum kecil. Ia segera menarik kedua tangan adiknya itu hingga bangun dari rebahannya.
"Apa sih, Kak?"
"Liat aja nanti."
Zahra mendengus kesal, ia segera keluar dari kamarnya untuk menghampiri ayahnya itu. Disusul juga oleh Aisyah.
Kini terlihatlah ayahnya yang duduk di ruang depan. Di sana juga ada ibunya, Fatimah, dan Hana. Zahra segera duduk di samping ibunya. Sedangkan Aisyah duduk di samping Fatimah.
Abdul Aziz menatap anak ketiganya itu yang terlihat lesu. "Zahra sakit?"
Zahra diam tak menjawab.
"Yaudah, kalo Zahra sakit kita gak jadi jalan-jalan."
Zahra lekas menatap sang ayahnya itu. "Jalan-jalan? Kemana, Yah? Zahra gak sakit, kok!" sahutnya cepat.
Fatimah tertawa pelan. "Pas dengar kata jalan-jalan pasti aja semangat."
Zahra berjalan menghampiri ayahnya lalu duduk di sampingnya. "Jalan-jalan kemana, Yah?"
"Kita semua akan ke Palestina."
"Palestina? Beneran, Yah? Gak boong, kan?!" tanya Zahra tak percaya.
"Iya, beneran gak boong," jawabnya, "sekalian kita semua akan membantu orang-orang yang ada di sana."
Zahra lekas berdiri lalu melompat-lompat dengan riang. "YEYY!!"
Aisyah juga ikut senang. "Alhamdulillah, makasih Ayah!"
Abdul Aziz tersenyum kecil pada anaknya itu. "Iyaa."
"Kapan kita akan ke sana?" tanya Aminah.
"Besok aja, Yah! Kalo gak besok, sekarang aja!" sahut Zahra semangat.
"Minggu depan. Ayah sudah beli tiket pesawat untuk minggu depan."
Zahra terlihat cemberut, tetapi kemudia ia kembali senang. "Gak papa, deh! Yang penting Zahra akan ke sana!"
***
"Humaira tau, gak?"
"Minggu depan aku akan pergi ke Palestina!"
"Aku senang banget bisa ke sana!"
"Akhirnya impianku untuk ke sana terkabulkan juga."
Kini Zahra berada di pemakaman Humaira. Ia sendirian di sana.
"Maira tau, gak?"
"Saat Maira udah pergi, aku udah gak punya teman lagi. Aku benar-benar sangat merindukan kamu."
Zahra lekas berdiri. "Aku pulang, ya, Maira ... Assalamualaikum."
***
Kini Zahra berada di tepi pantai. Ia tengah bermain bola bersama teman lelakinya. Dan seperti biasa, ia tak memakai kerudung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerudung Zahra
SpiritualIni tentang kekeluargaan, persahabatan, pertemanan, pertemuan, dan juga perpisahan. Sebuah kisah remaja yang kerjanya hanya suka membantah, keras kepala, tepatnya ... sifatnya yang jauh dari kata baik. Pada suatu hari, Zahra beserta keluarganya berk...