PART 8

205 80 24
                                    

Kini tembakan diluncurkan. Berkali-kali tembakan itu meluncur pada masjid, rumah-rumah, jalanan, bahkan bandara yang ada di sana.

"Allahu Akbar!" teriak kakek itu.

Zahra terkejut. Ia tak menyangka sekarang. Apa yang harus ia hadapi? Israel ... kata itu sedikit familiar baginya.

Zahra kembali menoleh ke keluarganya. Di sana juga ada banyak orang-orang berlari ketakutan sembari menyebut kata istighfar dan Asma Allah. Wajah orang-orang terlihat ingin menangis. Tetapi mereka semua menahannya dan terus berlarian.

Zahra lekas berlari menghampiri keluarganya. Terlihat keluarganya itu diam, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Jujur, Zahra dan keluarganya itu syok dengan apa yang mereka hadapi.

Bahkan semua ini bukan yang mereka harapkan. Sekarang Zahra ingat. Israel ... iya, sekarang ia sadar. Perkataan Dani waktu itu ....

Zahra lekas memeluk ibunya. Air matanya terus mengalir. Ternyata begini rasanya jika berada di Palestina.

Hana juga ikut menangis. Ia ikut memeluk ibunya erat. "Ibu, ada apa ini?" tanyanya yang tidak dijawab oleh ibunya.

"Kita semua harus sembunyi. Ayo!" ucap Abdul Aziz cepat.

Fatimah mencegah. "Tunggu dulu! Gimana dengan barang-barang kita?"

"Lupakan! Sekarang yang terpenting adalah keselamatan. Ayo cepat! Kita berlari dan bersembunyi!" tegas Aisyah.

Fatimah mengangguk. Kini mereka semua berlarian seperti orang-orang.

Air mata Zahra terus mengalir. Ia takut. Zahra terus berlari sekuat tenaga. "Ya Allah, lindungilah Zahra dan keluarga Zahra."

BOMM

"AAAA!" jerit Zahra kaget. Ledakan itu hampir saja mengenainya.

Zahra terdiam kaku. Tadi ledakan itu tepat berada di belakang Zahra. Apakah ....

Zahra lekas membalikkan badannya. Terlihat asap-asap bekas ledakan itu sudah mulai menghilang. Hingga terkejutnya ia sekarang melihat semua keluarganya dan orang lain yang sudah tiada.

Secepat itukah?

"TIDAKKK!"

Zahra menangis sekencang-kencangnya. Apakah ia harus menghampiri keluarganya lalu memeluknya? Di sisi lain ia takut. Sebagian ada darah segar orang di sana.

Zahra terduduk lemas. Ia menangis. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Tiada? Meninggal? Kata-kata itu adalah kata yang paling ia benci.

"IBU!" jerit Zahra yang masih terduduk lemas. Ia hanya bisa memandang jenazah keluarganya itu. Tak berani untuk menghampiri.

"Zahra gak mau sendirian di sini! Zahra takut!" isaknya.

"Jadi sekarang Zahra ... yatim piatu?"

"Zahra gak mau!"

"Ibu! Ayah! Kakak! Adik! Jangan tinggalin Zahra!"

Zahra terus menangis. Sesak rasanya jika keluarga yang ia sayang meninggalkannya begitu saja.

Di sisi lain ia sadar. Jadi begini rasanya jadi Humaira. Sakit yang ada di hatinya.

Hati Zahra terasa hancur tercabik-cabik. Ia tak percaya. Keluarganya meninggal?

"Ibu! Ayah! Zahra sayang kalian! Zahra gak mau kehilangan kalian! Zahra gak mau hidup sendirian di sini!"

"Ibu! Bangunlah! Zahra takut!"

"Zahra takut ...."

Tubuh Zahra bergetar. Ia terus menangis sekencang-kencangnya. Bahkan sekarang matanya terasa sangat lelah karena telah terlalu banyak mengeluarkan air mata.

Kerudung ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang