"Kakek mu dan Pak Gio sangat terpukul. Sehingga akhirnya mereka membawa kalian jauh dari kota ini."
Thif menangkup wajahnya. Ia ingin menangis tapi lokasi tidak memungkinkan. Paling tidak ia tahu apa yang terjadi.
*******************************
Part 11
"Tapi.."
"Tapi apa?" Thif berujar tidak sabaran."Aku mendengar informasi dari salah satu teman ku tentang ayah mu." Bima menghela nafas untuk kesekian kalinya. Memandangi wajah Thif yang tampak nelangsa.
"Ada apa dengan Daddy?"
"Mereka bilang hari dimana kejadian kecelakaan itu terjadi, mobil Pak Griss ikut terjebak dalam macet akibat kecelakaan. Aku menduga bahwa Ibu Ira yang membocorkan informasi tentang keberangkatan kalian hari itu kepada Pak Griss. Sehingga dia mencoba mengejar kalian. Namun, karena diakibatkan oleh macet yang berjam-jam karena kecelakaan kalian itu, kemungkinan Pak Griss mengira kalian sudah berangkat."***
Thif membuka pintu apartemen dengan lesu. Ia tak melakukan kegiatan yang melelahkan fisik. Tapi jiwanya lelah.Saat masuk, ia mendapati Ayahnya sedang berdiri menghadap jendela kaca besar di samping kasur. Sembari bersedekap dan termenung.
"Dad?"
Griss berbalik dan melangkah mendekati Thif. Tumpah sudah dan lebur pertahanannya. Griss menangis histeris sembari memeluk Thif.
"Maaf.. maaf.. Maafkan Daddy."
Thif pun ikut menangis. Hatinya pun patah. "Maafkan karena ku kalian begitu menderita. Maafkan karena kau dan Syahara merasakan kehilangan. Maaf telah membuat mu jauh dengan kembaran mu. Maaf.."
Thif tidak tahu dari mana Griss mengetahui hal ini. Tapi ia perlu pelukan Griss. Ia perlu untuk dikuatkan.
"Tolong, Thif.. Katakan pada ku.. Di mana Syahara? Di mana Ibu mu sekarang?"
Thif mengelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak diizinkan memberi tahu hal itu kepada Griss.
Griss tak dapat menahan rasa pedih dan kehilangan yang teramat besar ini. "Tolong katakan.."
Thif tetap mengeleng. "Aku tidak bisa, Dad. Maaf."
Griss mencoba untuk mengerti. Tapi perasaannya berkata bahwa ada suatu hal tersembunyi dari raut wajah Thif. Setelahnya, mereka sepakat untuk tidak membicarakan kepedihan itu lagi. Dan akhirnya Griss dan Thif kembali ke rumah. Griss cukup terguncang, ia benar-benar tidak bisa fokus akan sesuatu. Olivia yang seharusnya ia lindungi pun akhirnya terabaikan. Wanita yang selama lima tahun perceraiaannya tak pernah Griss temui.
Pasca perceraiannya dengan Syahara. Griss begitu mudah emosi dan tertutup. Ia hanya akan berkerja dan bekerja tanpa kenal waktu. Setelah lima tahun berlalu, setelah permintaan orang tua Griss dan Olivia mendesak, karena rasa iba dan rasa melindungi sebagai teman. Griss menerima pernikahan itu.
Pernikahannya selama 12 tahun berlangsung begitu saja. Dengan hampa, kesunyian, dan rasa bersalah. Olivia pun bahkan di diaknosa tidak bisa memiliki anak. Orang tua Griss begitu marah dan kecewa. Lagi-lagi Olivia menjadi bahan cemoohan keluarga Alexander. Namun Griss tak pernah mau menceraikan Olivia karena rasa tanggung jawabnya akan kesehatan wanita itu. Mereka hidup rukun, namun dibaliknya ada begitu besar rasa sesal dan amarah akan diri sendiri.
Griss duduk di kursi kerjanya. Menatap foto terakhir dia dan Syahara. Teringat olehnya malam yang gelap. Alunan melodi kesukaan Syahara. Dan dress berwarna langit yang begitu elok.
"Griss.. Ayo berfoto." ucap Syahara saat makan malam waktu itu di sebuah restoran. Syahara tampak anggun dan manis. Foto itu lah yang di simpan Syahara. Foto terakhir mereka.
"Nanti setelah bercerai dan menikah dengan Oliv, tolong jangan sebut nama ku di depannya ketika kalian sedang berdua ya." Syahara tersenyum. Menyuapi steak kedalam mulut. Sedangkan Griss diam, belum mengerti akan hatinya.
"Griss.. Kau dengar kan?"
"Bisakah disaat kita berdua sekarang, jangan kau sebut nama wanita lain?" Syahara tersenyum dan mengangguk. Griss mengerti cara memperlakukan wanita. Seandainya saja dia punya sedikit saja rasa cinta kepada Syahara. Mungkin saat itu juga Syahara akan meminta Griss untuk tetap bersamanya.Sehabis makan malam, Syahara meminta Griss mengajaknya jalan-jalan. Mereka berhenti di sebuah bukit kecil. Menepikan mobil dan duduk di jok. Griss menatap Syahara yang memeluk lengan karena angin malam.
"Kemarilah." ucapnya pelan. Syahara tersenyum dan mendekat. Dirasakannya Griss memeluk tubuhnya dan membuat suasanya lebih terasa hangat. Kehangatan yang sebentar lagi bukan miliknya.
"Aku ingin waktu berhenti sekarang." Griss berujar dan mengecup kening Syahara.
"Aku juga." Syahara tampak menikmati angin malam menghembus rambutnya.
Griss tiba-tiba melepaskan pelukan mereka. Mengambil ponsel dan menyalakan musik klasik. Ia mendekati Syahara dan menyodorkan tangannya.
"Maukah kau berdansa dengan ku?"
Syahara tak banyak berkata, ia terkekeh sejanak dan langsung meraih tangan Griss, mereka berdansa ditemani gemintang malam sejuh mata memandang. Angin yang sejuk dan hangatnya pelukan. Musik yang indah dan seseorang yang dicintai. Syahara tersenyum lembut. Ia sungguh berharap waktu bisa berhenti detik itu juga. Walau tahu waktu mereka tidak lah lama lagi. Karena keputusan akan Syahara tentukan dua hari lagi. Biarkan lah ia menikmati sisa-sisa cinta yang tertinggal. Syahara akan melepas demi cinta.
***
Thif berdiri di depan meja kerja Griss. Ayahnya yang sedang bersandar sembari mendongak dan menutup mata. Tangan lelaki itu memegang foto terakhir mereka di restoran. Tanpa senyuman."Dad." ucap Thif
Griss membuka matanya perlahan, ia memandangi sang putra dan bertanya mengapa.
"Aku ingin memberi tahukan sesuatu tentang Ibu. Aku sudah memikirkan hal ini." Griss mengangguk.
Thif menarik nafas dalam. Ia sudah bertekat.
"Sebenarnya, Ibu sudah meninggal dua tahun yang lalu."
Tbc
Dua part lagi menuju ending. Yg baca kira-kira pengennya ending seperti apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahara (Ending)
Romance"Kalau kamu masih mencintainya, mengapa harus datang kepada ku lalu menawarkan cincin dan kebahagiaan?" - Syahara Dilema memilih cinta lama dan cinta baru