Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam seraya menatap tajam ke arah Gavan. "Lepasin, lo gila ya!"
"Hehehe, maaf." Gavan menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali lalu memberikan cengiran khasnya.
"Lo sama Ellia sama aja, sama-sama suka narik orang," ucap Allen memutar bola matanya malas.
"Kan gua sodaraan kalau ga sama berarti gua anak tetangga dong." setelah mengucapkan itu Gavan cengengesan lalu menatap lekat wajah Allen, yup. Gavan merindukan gadis yang berada dihadapannya, ia tersenyum sangat tipis lalu menghela nafas berat.
Allen mengerutkan keningnya lalu meneol-neol pipi Gavan, bagaimana tidak, sadari tadi Gavan menatapnya dengan tatapan yang sulit gadis itu artikan. "Jangan ngecosplay jadi patung, tatapan lo seram."
"Ahh? Apa?" tanya Gavan seraya mengusap matanya.
"Engga, lupain. Lo narik gua kesini buat apa?" tanya balik Allen.
"Pengen berduaan sama lo, tiba-tiba aja gua kangen sama gadis kecil yang garang ini." Gavan menunjukkan senyum manisnya.
Gadis itu memutar bola matanya malas, ia sungguh tidak habis pikir dengan pikiran Gavan. Susah ditebak.
"Ya udah gua mau balik. Hm, selamat ulang tahun." setelah mengucapkan itu Allen memberikan kado yang berukuran kecil dan segera berlalu dari hadapan Gavan. Toh, dia juga tidak ada lagi urusan yang penting untuk dibahas.
Gavan yang ditinggal Allen hanya tersenyum dan menatap lekat kado yang saat ini berada di tangannya.
--------------
Saat ini Allen hanya memandangi gerbang yang otomatis terbuka itu tanpa berniat ingin berjalan masuk. Memori Allen terlalu baik mengingat kejadian yang beberapa jam itu terjadi.
Sepi, hanya ada kesunyian malam ini. Gadis itu terlalu malas untuk berjalan masuk ia lebih memilih duduk ditaman yang berada tak jauh dari rumahnya.
Harapan Allen, semoga dirinya tidak merasa kedinginan malam ini, tapi sepertinya dugaannya salah, ia saat ini sangat kedingan karena gaun ia kenakan cukup tipis. Dan angin malam sangat leluasa berhembus kencang menerpa wajah serta tubuh mungilnya itu.
Gadis itu segera berdiri dari duduknya ia rasa sudah cukup untuk menyiksa dirinya sendiri malam ini.
Ia memilih untuk berjalan lebih cepat kerena malam ini hanya rasa dingin yang lebih mendominasi dirinya.
Jarak antara taman ke rumahnya tidak begitu jauh tapi entah mengapa gadis itu merasa rumahnya begitu jauh.
Gadis itu menggerutu akan hal yang baru saja ia lakuin, ia terlalu lama berdiam diri cukup lama dengan angin malam. "Jangan panik!" ucap gadis bergaun hitam itu dengan raut wajah frustrasi.
Allen mana mau pingsan di pinggir jalan. Yang bener saja itu sungguh tidak aesthetic, sesampainya didepan rumah, ia berjalan dengan sangat hati-hati seraya mengintip dari balik celah pintunya itu, tapi tiba-tiba Allen memiliki ide yang lumayan konyol, ia seketika tersenyum mengingat idenya yang sangat brilian.
Gadis itu lalu mendorong keras pintunya sehingga menyebabkan suara yang berisik. Allen tidak peduli dengan penghuni rumah itu, ia masih kesal dengan ayahnya. Niatnya yang ingin masuk diam-diam tergantikan oleh idenya yang cukup konyol, ia sampai melupakan bahwa dirinya saat ini kendingan.
Dengan tampang tak berdosa, Allen berjalan naik ke kamarnya tanpa menghiraukan pembantunya yang hanya menatapnya dengan tatapan yang sangat sabar.
"Punya nyonya gini amat," keluh Bi Ina.
"Allen udah pulang ya Bi?" Tanya Brianna yang baru saja datang karena mendengar suara yang lumayan ribut.
"Iya nyonya, Allen baru saja naik ke kamarnya," balas Bi Ina.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE
Teen FictionAku hanya bisa meringkuk ketakutan saat melihat semua piring hancur berkeping-keping yang diiringi dengan jeritan amarah serta nada yang saling membentak. Aku takut kehilangan mereka, aku takut mereka akan pergi, aku takut. Disaat aku meminta kedam...