Chapter 1 Aliran Sungai

115 3 0
                                    

Gemericik air, alunan merdu gesekan pohon bambu, serta hembusan angin yang terasa membelai mesra pipi. Di sebuah sungai yang airnya begitu jernih, juga banyak ikan yang berenang dan menyelinap diantara batu sungai. Airnya tidak terlalu dangkal, kira-kira satu lutut Kuntero.

Kuntero yang tengah asyik mengelap pedang pemberian Kakeknya duduk dipinggir sungai yang airnya sangat deras. Merdu suara kicauan burung pun kerap terdengar indah sekali. Angin bertiup sepoi-sepoi, teduh, penuh kedamaian.

Kakek meniup seruling, suaranya sangat merdu, membuat Kuntero takjub mendengarnya, bersama dengan angin yang perlahan mulai terbiasa untuk memainkannya.

"Kamu mau latihan sama kakek hari ini?" Tanya Kakek

"Iya, kek" jawab Kuntero

"Baiklah, kemarilah, Kun. Akan kakek ajari sesuatu kepadamu!" Ucap Kakek

"Baiklah, Kek." Kata Kuntero

"Kamu turun ke aliran sungai itu, airnya tidak keruh. Kamu melihat ikan-ikan yang berenang itu? Nah, kamu bisa menangkapnya sekarang" ucap Kakek

"Pakai tangan kosong lagi kek?" Tanya Kuntero

"Tidak. Kali ini kamu bisa pakai pedang itu. Tapi ingat, kamu tidak boleh melepas selongsong pedang kamu." ucap Kakek penuh harap.

"Bagaimana? Bisa" imbuh Kakek

"Ikannya kabur semua, Kek" kata Kuntero

"Itu karena kamu membuat gerakan mendadak sebelum bertindak" ucap Kakek

"Lantas Kuntero harus bagaimana Kek?" Tanya Kuntero heran.

"Bawa kesini pedang kamu!! Sekarang kamu pakai tangan kosong. Buat air itu tenang dengan gerakan tangan melingkar memutar searah jarum jam" tutur Kakek

Kuntero tak sabar, malah membuat kecipak air dan airnya semakin keruh dan bergelombang. Kuntero merasa belum menyerap apa yang disampaikan Kekeknya.

"Awas, ikan kamu hampir lepas. Kamu tangkap pakai tangan saja." kata Kakek

Latihan ketiga, mencoba membuat tenang aliran sungai yang deras ternyata begitu sulit. Apalagi harus menangkap ikan yang berenang di air pakai tangan kosong.

"Jangan mengandalkan pedang kamu. Ingat. Ketika dalam berperang ketika pedang kamu jatuh, lawan kamu bisa berbuat nekat" ucap Kakek

"Baiklah, Kek. Kuntero paham" kata Kuntero

***

"Latihan keempat. Kamu harus bisa menggunakan ketajaman indra penglihatan kamu di malam hari. Bukan tidak mungkin, musuh bisa menyerang ketika kamu terlelap sekalipun" kata Kakek

Kuntero memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan lewat mulut. Aliran sungai yang tenang, gemericik air sangat meneduhkan hati. Serta awan yang biru dan angin yang membuat rumput menari riang berlenggak-lenggok menerpa daun yang menggelantung di atas ranting pohon.

"Kamu pakai tutup mata ini, biarkan hembusan angin yang akan menuntun arah pedang kamu nanti. Kamu bisa mendengar gerakan lawan kamu meski dalam keadaan mata tertutup sekalipun" ucap Kakek

"Sulit kek" ucap Kuntero

"Baiklah, taruh dulu pedang kamu dan buka tutup mata kamu. Sekarang, kamu gunakan seruling ini, mainkan sebisa kamu" tutur Kakek

Kuntero memainkan seruling itu, lantas Kakek berucap. "Bagaimana. Apa yang kamu rasakan?"

"Ketenangan hati, Kek. Kuntero merasa nyaman mendengar suara seruling ini" ucap Kuntero

KUNTEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang