Namjoon menipiskan bibir dan mengangguk. Mencoba pasrah dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh Yoona padanya.
Tidak ada yang bisa ia jawab tentang itu sebab ibunya sudah memberikan lampu hijau untuk mereka berdua. Ada untungnya juga bagi pria bermarga Kim tersebut karena ia tidak perlu repot-repot menjelaskan hubungan mereka berdua pada sang Ibu. Namjoon menyukai hubungan yang praktis dan minim drama. Ia adalah seorang yang realistis, dan maka dari itu pula ia butuh seseorang yang realistis untuk mendampinginya seumur hidup.
Yoona mungkin adalah satu-satunya pilihan yang terlintas dalam benak Namjoon sekarang. Begitu memilih wanita, biasanya Namjoon akan menjaganya sejauh yang ia bisa.
"Sayang,"katanya sangat hati-hati mendekati Yoona yang sedang diliputi kegamangan,"apa pendapatmu tentang pernikahan?"
Tentu, menurut Yoona, Namjoon adalah seorang pria yang patut diperjuangkan. Tetapi jika masa lalu mereka berkaitan dengan cara yang buruk, ia ragu masa depan mereka akan terjalin dengan indah. Sorot matanya perlahan meredup.
Ketika Namjoon memperhatikannya, ia ingin sekali menyalahkan penglihatannya sendiri atas tatapan yang sedikit menyakitkan dari Yoona. Pria itu telah mengambil resiko penuh untuk melontarkan pertanyaan sensitif saat ini. Tapi Namjoon bukanlah tipe orang yang akan menunggu waktu yang tepat untuk berdiskusi tentang hal yang ia anggap penting.
"Aku tidak punya masa depan denganmu." jawab Yoona tanpa irama. Tidak masalah. Namjoon sudah menduga jawaban itu.
"Kupikir kau tak perlu harus menancapkan paku dikakimu terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa paku itu tajam."
Kedua mata Yoona memandang lantai tanpa arah, sebelum ia menyentuh jemari Namjoon dengan lembut, "dengar Namjoon. Meski ada kemungkinan suatu saat aku tidak bisa hidup tanpamu," ia memejamkan matanya untuk menguatkan diri, "aku tetap tidak bisa hidup bersamamu."
Sial. Rasanya Namjoon ingin melakukan hal yang tidak senonoh padanya sekarang dengan paksa. Bahkan Yoona tidak menyiratkan rasa penyesalan setelah mengatakan hal tersebut padanya. Ditolak mentah-mentah bukanlah sesuatu yang bisa melemparkan dirinya pada jurang kesedihan paling dalam, tapi Namjoon yakin hal itu akan menjadi badai besar yang menghancurkan dirinya suatu saat nanti.
"Kau tahu? Saat ini aku ingin sekali membawamu keatas tempat tidurku," Namjoon menyentuh dagunya hingga mata mereka bertemu,"dan menghancurkanmu sebelum kau menghancurkanku suatu hari nanti."
Mendebarkan. Namjoon terkadang bisa menjadi pria yang lembut hati dan berubah menjadi pria berbahaya dalam hitungan detik. Yoona berpikir, sangat menyenangkan bisa menaklukan pria macam itu meski sekali seumur hidupnya.
"Jangan lupa kalau aku baru saja memujimu didepan ibumu dengan mengatakan bahwa kau adalah pria yang baik dan beradab."
"Kau bisa datang pada ibuku dan menarik pujianmu." kata Namjoon tak peduli.
"Oh, itukah yang kau inginkan?"
"Terserah, dasar keras kepala."
"Aku tidak keras kepala."
"Harga cermin sekarang ini mahal, ya?"
"Belikan satu kalau begitu." balas Yoona menahan tawa. Lalu dahinya mengerut saat ia melihat Namjoon naik keatas ranjang dan memeluknya dengan hati-hati, "hei, apa yang kau lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Nair Coorp. | Kim Namjoon x Im Yoona
FanfictionHarum tubuhnya mendefinisikan kekayaan dan kekuasaan sekaligus. Yoona-hampir saja jatuh hati kalau tidak ingat bahwa pria itu adalah CEO di Nair Coorps. Perusahaan dimana seharusnya Yoona-lah yang menjadi ahli warisnya. "Apa kau akan berdiri disitu...