Chapter 18

738 84 20
                                    

Ruangan itu penuh dengan bilik. Dan orang-orang yang bekerja dibaliknya. Beberapa ada yang mengumpat pada orang yang ada dibalik bilik itu. Ada juga yang menangis. Taehyung hanya memperhatikan sekeliling dalam satu kali pandangan, setelah itu memutuskan untuk fokus pada orang didepannya.

"Ini akan sulit, Tae." Seseorang dari balik bilik menginfokan. Kacamatanya sedikit meloroh.

"Aku tidak peduli butuh waktu berapa lama. Proses saja, Kai. Dia tertabrak didepan mataku sendiri, apa kau mengerti??"

"Hhh.. baiklah. Aku akan mengabarimu begitu ada kabar. Cepatlah kembali ke asrama. Kau sudah cukup lama berada diluar." Kai khawatir jika Taehyung menjadi perhatian sebab peraturan di sekolah kepolisian termasuk sangat ketat dan minim toleransi. Tetapi meskipun tak ingin menurut—ya—Taehyung mengangguk lalu beranjak pergi. Tatapannya menyipit pada seseorang yang bertemu dengannya diluar pintu masuk.

"Kau benar-benar pergi melapor?"

"Dan kenapa kau ada disini?" Taehyung balik bertanya.

"Aku salah satu detektif disini. Jadi yeah, kantorku ada di salah satu lantai itu."

Pucuk dicinta, ulam tiba. Taehyung menghadang jalan pria itu lebih kentara, "apa kau bisa melacak tabrak lari itu?"

"Aku menangani kasus yang lebih berat. Maafkan aku."

Tentu saja. Mereka belum membuat pertemanan. Dan Taehyung sudah meminta bantuan untuk mencari pelaku tabrak lari. Kalaupun Yoongi harus membantu, sudah pasti karena permintaan dari sahabat jeniusnya yang paling merepotkan, Kim Namjoon.

"Kau ada disana dan melihatnya bukan?" tanya Taehyung lagi. Yoongi menghela napas.

"Iya kebetulan aku punya mata, jadi aku melihatnya. Banyak orang yang melihatnya."

"Mereka semua adalah saksi mata, apa kau tidak ingin—"

"Kukira kita belum menjadi teman," Yoongi menyela, mengedarkan pandangannya pada jalan raya sebelum menatap Taehyung lagi, "kita bahkan hanya saling mengenal karena Yoona pernah mengenalkanmu padaku."

"Kita belum menjadi teman, tapi bukankah Yoona temanmu?"

Mengingat dan menimbang, Yoongi berkata lagi, "yang temanku itu yang satunya lagi. Ingat tidak? Si tinggi menjulang yang kadang-kadang lupa kalau dia itu jenius?"

Taehyung tidak ingin mendengar namanya, jadi dia mendecih sembari menatap Yoongi tajam-tajam, "kau sama tak bergunanya seperti dia. Aku menyesal mengenalmu."

**

Salju masih turun dengan lebat ketika waktu menunjukkan pukul enam sore. Tidak banyak yang bisa Namjoon lakukan di ruangan berukuran setengah kali besarnya daripada kamarnya sendiri selain membawa laptop dan beberapa laporan mingguan. Mengerjakannya di sofa tunggu dengan dua kancing kemeja yang dibiarkan terbuka. Atau sesekali melirik kantong infus yang tergantung disamping ranjang. Lalu menatap wajah pucat Yoona dan menunggu kapan kedua kelopak mata itu terbuka. Jika sudah tak sabar, maka ia akan langsung menghampiri ruang informasi dan bolak-balik menanyakan kondisi pasien terkini.

Biasanya Namjoon adalah orang yang cukup santai. Tapi kali ini ia benar-benar harus memastikan semua berada dalam kendalinya. Namjoon, tidak mau kecolongan lagi.

Ketika pria itu keluar dari kamar mandi, kedua mata Yoona sudah terbuka. Lekas-lekas Namjoon menghampirinya dan memeriksa seluruh tubuh Yoona dengan teliti.

"Halo sayang." sapa Namjoon menggenggam tangannya. Yang diajak bicara hanya bisa termenung sambil mengingat-ingat mengapa ia bisa berada di rumah sakit.

Sedang menyeberang jalan. Mendengar teriakan Yoongi. Menghindari mobil yang melaju cepat kearahnya. Lalu mundur beberapa langkah. Dan... kemudian tiba-tiba matanya menatap Namjoon.

CEO Nair Coorp. | Kim Namjoon x Im YoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang