13. Never Lost

239 22 0
                                    

"Memangnya Jisung kenapa?" Dasha menuangkan jus apel ke gelasnya, lalu kembali duduk dan memperhatikan kamera handphonenya.

Terdengar dari seberang sana Mark mendesah pasrah, wajahnya kusut, "Tidak tahu, apa dia marah gara-gara aku mengganggu kalian tadi, ya?"

"Mark, berapa kali aku harus bilang, bahwa Jisung tidak apa-apa? well, kau tahu, kan dia baru dewasa." Dasha mengangkat bahunya sembari menyenderkan punggung handphone ke tembok.

"Tapi dia tidak pernah seperti ini sebelumnya," bela Mark. "Okay ... kau sudah coba minta maaf dan berbicara baik-baik?"

"Bagaimana aku mau berbicara kalau dia saja terus menghindariku?"

Maksud Mark menghindari itu bukan hanya kontak fisik, tapi bahkan chat dan dan grup saja tidak pernah ia baca.

"Siapa member yang paling dekat dengan Jisung?" tanya Dasha balik. "Chenle? tapi Chenle akhir-akhir ini juga dekat denganku."


"Selain Chenle. Biasanya anak kecil tidak akan mau berhubungan dengan teman dari-eum ... orang yang sedang ia rajuki."

"Kenapa kau ini bertele-tele sih? ah, aku kesal sendiri."

"Lho, bertele-tele bagaimana?"

"Jisung, itu, suka, padamu. Titik. Dasar, tidak peka sekali kau ini ... "

Mungkin sudah ke sekian kalinya Mark ini bilang atau bahkan mengejek Dasha tidak peka. Tapi memang fakta! Harusnya ia bisa merubah diri barang sedikit.

Ketidakpekaan itu hal yang paling sulit ditoleransi. Untung Mark ini sabar.

"Ya sudah, kalau begitu-suruh anak itu datang ke sini."

Mark sempat mebelalakkan matanya, "Kalian mau apa?"

Dasha berjalan meninggalkan handphonenya, lalu menaruh gelas kotornya ke wastafel, "Entahlah. Yang penting mood anak itu membaik."

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mark yang di depannya memperlihatkan pemandangan dapur Dasha. Dasha tanpa wajah pun menyahut, "Tentu, memangnya kenapa tidak?"

Mark memicingkan matanya, "Kau tidak suka dengan Jisung, kan?"

Terdengar gelak tawa keras dari arah jauh, "Ahahahahah! Kau ini kenapa, sih? tentu saja tidak, aku hanya menganggap Jisung sebagai adikku untuk sekarang. Aku tidak bilang bagaimana kedepannya, ya," goda Dasha.

"Jangan macam macam, ah," suara Mark memelan.

"Ya tidak apa, dong? memangnya kau ini siapa?" nada Dasha agak sedikit menyinggung.

"Y-yaa, aku sahabatmu, tentu saja. Siapa lagi?" Mark berdehem mencairkan suasana.

"Iya, iya, sahabat. Sekarang tunggu apa lagi? suruh Jisung datang kemari, dong. Jeli dan iming-iming lainnya belum ku berikan padanya."

Mark mengangguk pelan lalu meninggalkan ruangan. Satu menit kemudian, ia kembali bersuara dengan wajah sumringah.

"Jisung akan kesana!"

"Bagus! Kalau begitu aku matikan dulu, ya, panggilannya?"

"Ettt, tunggu!"

Dasha memutar bola matanya, padahal jari telunjuk itu sudah siap untuk memencet lingkaran merah. "Apalagi, Tuan Lee?"

"Tidak ada, sih ... HEHEH. Selamat bersenang-senang!"

Hari ini masih saja sama, tak ada bedanya dengan kemarin. Dasha menarik nafas panjang saat panggilan teleponnya dengan Mark dimatikan secara sepihak.

capitulate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang