17. Here

151 18 0
                                    

Mengingat sudah satu minggu berjalan dengan sangat buruk akibat pertemuannya dengan Mark hari itu ... rasanya hidup Dasha begitu abu-abu.

Mina hari ini mengajaknya bicara empat mata, juga sudah satu minggu pula kabar Mark tidak terdengar sama sekali di sosial media. Mungkin dia hiatus, tapi bagaimana Dasha bisa tidak tahu sama sekali?

"Tapi di chat pun tidak terkirim. Apa dia baik-baik saja?"

Ternyata memang, ia benar-benar sekhawatir itu dengan pekerjaannya di masa depan. Namun Dasha akan selalu mengingat bahwa semua perbuatan buruk itu akan ada balasannya. Jadi tidak perlu berbicara banyak, pada akhirnya, mereka pasti akan tahu kebenarannya.

Tapi yang menganggu sejak pagi hanya satu, "Kenapa perasaan tidak enak ini datang, ya? apa aku tidak boleh keluar pagi ini? apa hari ini akan terjadi hal buruk jika aku memilih untuk keluar apartemen?"

Jujur saja, disaat seperti ini Dasha jadi rindu Mark. Tapi kadang ia tahu diri, Mark yang sekarang sudah dewasa, dan mereka tentu aaja bulan anak kecil yang masih labil yang suka bertindak seenaknya.

Mungkin, perasaan ini datang lagi setelah sekian lama terpendam oleh waktu.

Rasa yang aneh ...

Rasa ... cinta?

"Mark, kenapa kau bisa membuatku seperti ini hanya dalam waktu sebentar saja? aku bahkan tidak meminta ... hentikan, ini akan membuat hatiku sakit," gumamnya. Dasha hampir mencabut colokan kabel televisi yang tengah menayangkan berita lokal, namun tiba-tiba ...

"Menteri XXX di Korea Selatan dikabarkan tengah terjerat kasus korupsi. Total uang yang ia bawa adalah senilai-"

Lagi-lagi kasus korupsi ... dan semua kesalahpahaman ini membuat depresi. Apa memang mereka sengaja membesar-besarkan masalah agar negara tidak terfokus pada menterinya yang melakukan tindakkan jahat?

Yah, seperti inilah. Memang sudah rahasia umum walau tidak selalu seperti itu. Ia dan Mark posisinya hampir dikambinghitamkan dunia. Tidak ada celah dan kepercayaan lagi di mata orang-orang itu, ingin membela diri seperti apapun tetap akan percuma.

"Mina ... tunggu aku."

***

"Kau percaya, bukan?" Dasha menggenggam lembut tangan Mina. "Aku tahu apa yang kau rasakan, itu sangat sakit. Tapi kau juga perlu tahu bahwa berita itu tidak benar, Mina," lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.

"Dasha, kau bisa menyangkalnya, bukan?" suara Mina bergetar. Dasha menggeleng perlahan, sembari melepaskan genggamannya pada Mina dengan lembut, "Tidak akan ada lagi yang percaya. Agensiku juga tidak ambil pusing. Mereka tidak mau speak up barang satu kata pun. Dunia ini jahat,"

Mina terlihat mengangguk paham. Meski matanya berkata bahwa kesedihan yang sedang ia rasakan begitu dalam. "Tidak apa-apa ... " ia tersenyum lembut. "Ini salahku,"

Dasha melotot kaget, "Apa?! Bukan! Ini bukan salahmu, Mina! Ini salahk-"

"Tidak ada yang bersalah diantara kalian. Kau tahu, Dasha? aku percaya padamu dan Mark jika kalian tak lebih dari teman dekat. Wajar saja jika teman dekat melakukan itu ... mungkin. Juga bukan salah para pengguna internet, karena berita itu terlihat sangat meyakinkan. Budaya orang Amerika, aku tahu berbeda, dan itu pasti akan terlihat lebih biasa saja daripada di Asia." Jelas Mina seraya menatap dalam mata Dasha.

"Ini salahku karena memang terlalu sibuk, bahkan aku sempat melupakan Mark karena itu. Mark itu ... juga seorang manusia, dan sifat yang tidak akan pernah hilang, salah satunya adalah rasa bosan. Aku memang bukan wanita sempurna yang harusnya selalu ada di sampingnya ... jadi ini salahku. Ini hukumanku."

Dasha terdiam, ia bahkan tidak berani lagi menatap mata Mina yang mulai berkaca-kaca. "Kau ... tolong jaga Mark, ya? sampaikan salamku kepadanya." Kalimat Mina yang ini berhasil membuat air mata Dasha kembali turun.

"Mina, tolong ... jangan seperti ini-"

"Tidak ada lagi yang bisa ku percayai selain dirimu. Aku tahu, kau akan merasa nyaman di dekatnya, begitu juga sebaliknya. Jadi, tolong ... " Mina merengkuh Dasha yang masih membeku di tempatnya. Mina tidak menangis, tapi hampir.

Malam itu, malam yang begitu dingin di bulan Desember. Rasanya adalah malam yang paling dingin diantara malam lainnya bagi keduanya.

Perasaan campur aduk yang tak pernah hilang begitu saja. Mengalah ... itu memang perlu.

"Mina ... " Dasha mempererat pelukan mereka, "Kau ... masih mencintainya, bukan?" lirihnya.

Mina mengangguk, meski Dasha tidak melihat, tapi ia begitu merasakan. "Ya, aku masih mencintainya."

"Lantas kenapa? kau melepaskan Mark begitu saja tanpa alasan yang jelas, Mina? kau yakin?"

"Bukankah kau ingat, bahwa mencintai tidak perlu memiliki? aku akan sangat egois bila memaksanya untuk tetap tinggal. Ini hidupnya, hidupku, dan hidup kami. Bukan hanya soal aku." Mina mengusap wajahnya kasar, lalu melepaskan pelukan mereka.

"Jadi, biarlah Mark melakukan apa yang ia inginkan. Aku seharusnya memang punya hak, tapi ... "

"Tapi, apa?"

"Aku menyerah sampai di sini, Dasha. Aku menyerah."





capitulate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang