Dasha membisu seribu kata. Sudah jam 12 malam dan Jisung meneleponnya tanpa alasan yang jelas.
Terdengar suara tawa dari sana, Jisung tertawa pelan. "Aku tidak ingin kau menjawab sekarang, tapi kau harus tahu, Nuna, aku menyukaimu sejak dulu."
***
Pintu kamar Chenle dan Jisung terbuka, Mark masuk untuk mengambil kembali pemantik api Jeno yang mereka pinjam tanpa berkata-kata. Tubuhnya langsung terpaku pada Jisung yang duduk di ujung ranjang, menatap ke arah jendela besar sambil menelepon seseorang.
Dasha. Mark mendengar Jisung berkata "Dasha Nuna."
"Aku tidak ingin kau menjawab sekarang, tapi kau harus tahu, Nuna, aku menyukaimu sejak dulu."
Mark menslan ludahnya, menatap ke arah tembok kamar mereka, lalu menutup pintu se-pelan mungkin agar Chenle tidak terbangun ataupun Jisung menyadari keberadaannya.
Mark tidak pernah memasuki kamar mereka, apalagi tanpa izin sebelumnya. Tapi kembali ke paragraf sebelumnya, Mark tidak ingin mereka terganggu.
Dengan rambutnya yang berantakan, Mark kembali menutup lampu ruang tengah dan kembali ke kamarnya. Hanya ada Jeno, Chenle dan Jisung disini.
Keadaan dorm terasa sangat sepi dan sunyi, suasana hati Mark berubah drastis.
Padahal saat dulu ia mengatakan bahwa Jisung menyukai Dasha itu hanya bercanda, kenapa sekarang malah menjadi kenyataan?
Mark menaikkan sebelah ujung bibirnya, mendecih perlahan dengan tangan kanannya kembali menyalakan lilin lavender di ujung kamar.
Matanya yang besar menatap gundah buket bunga yang ada di samping nakas ranjangnya sendiri. Bunga mawar dan daisy, beserta sepucuk surat yang berisi pernyataan perasaan Mark pada sahabatnya selama ini yang ia pendam sendiri.
Harusnya Dasha sudah menerima itu besok malam, namun ternyata Mark salah. Lagi-lagi ia kalah cepat.
Ia melepas colokan charger dan membuka aplikasi chat, "Dasha ... online. Dengan Jisung, ya?"
Saat Mark hampir memencet ikon untuk mengetik pesan, kepalanya langsung menggeleng, "Tidak, aku tidak mungkin bilang sekarang. Mark, Jisung itu sekarang adikmu, mengalah lah,"
Ia menatap kearah Jeno yang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi sampai leher laki-laki itu, kemudian tanpa sadar Mark tersenyum.
Jeno sudah gagal dalam hal percintaan selama ini. Ditolak mentah-mentah, sampai pemberiannya diinjak-injak di depan mata.
Tapi hebatnya Jeno tidak pernah marah, hanya senyum dan mata yang menyipit yang ada di wajahnya.
Jika bicara tentang Jeno, rasanya Mark belum ada apa-apanya, ya? baru mengalah satu kali sudah seperti ini. Tapi tentu saja ini berbeda, Jeno adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan Mark ...
Tentang ketidakpercayaan diri dan rasa menyerah yang tinggi.
Ia melirik jam yang tergantung di tembok. Jam 12.12.
Angle number, 1212. Mark juga melihat angka yang sama di salah satu plat mobil saat ia pergi hangout dengan Chenle tadi siang, juga di siang terik, di jam handphone Chenle sendiri. 1212.
Persatuan dan cinta.
Jika dikaitkan dengan masalah Dasha tentu akan berbeda jadinya. Lagi-lagi Mark tertawa hambar.
Ia juga tidak yakin akan mencintai Dasha sepenuhnya. Rasanya hati Mark masih milik Mina, tapi ... Mark sudah memutuskan secara tegas bahwa—memang ia mencintai sahabatnya itu.
"Tapi kalau memang benar Jisung ... " Mark berdiri dan mengambil buket bunga dengan kasar.
Menarik tali yang mengikat simpul suratnya dan menyatukan kertas dengan tinta itu dengan api, membuatnya terbakar. Saat hampir habis, Mark segera meniup ujung zat berbahaya di tangannya.
Membuang serpihan abu itu ke kotak sampah, dan dengan melempar, buket bunga itu jatuh ke kotak sampah dengan cepat.
Hanya dengan dua lilin aromaterapi dan jendela yang dibuka memperlihatkan jalanan ramai, Mark merebahkan tubuhnya, lalu menarik selimut seperti biasanya.
Ia akan ke apartemen besok, ada yang harus diurus, dan, "Setidaknya aku tidak akan menyatakan perasaanku sebelum aku pergi jauh untuk waktu yang lama. Mungkin jika aku ditakdirkan untuk menyatakan itu besok malam, aku akan membuatnya kecewa."
"Aku akan merubah rencanaku. Aku akan pergi besok."
KAMU SEDANG MEMBACA
capitulate.
Fanfiction[ lengkap, segera terbit ] ft. 마크 리; mark lee ❩❩ jikalau yang akrab engkau sebut masa depan itu adalah keberadaan kita dibumi dibawah rintiknya hujan, maka kau butuh sebuah penghapus, usap kertasmu dan katakan selamat tinggal, sampai jumpa di kehidu...