Prolog

3.3K 179 4
                                    

Gadis kecil itu melenguh, membalikkan tubuhnya dengan cepat. Bergerak tidak nyaman diatas kasurnya. Sementara sosok di sampingnya hanya memperhatikan, sesekali mengusap rambut berwarna kecoklatan yang sudah memanjang itu.

"Papa." Lirih si gadis kecil.

"Ya, sayang?"

"Kapan Daddy pulang?"

"Sebentar lagi na."

"Daddy bilang dia mau makan malam dengan kita, tapi kenapa dia belum pulang sampai selarut ini?"

"Mungkin pekerjaan Daddy banyak."

Gadis itu mencebik, mengerucutkan bibirnya lucu. Menarik selimutnya sampai sebatas leher, menyisakan kepalanya saja yang menyembul lucu.

"Aku marah pada Daddy. Dia tidak menepati janjinya. Papa harus menghukum Daddy."

Kening Gulf berkerut, "Kenapa Papa yang harus menghukumnya? Kenapa bukan Moon saja?"

"Moon tidak mau. Moon marah. Moon tidak ingin melihat wajah Daddy. Dia menyebalkan."

Gulf tersenyum tipis, kembali mengelus surai kecoklatan milik anaknya. "Oke. Nanti biar Papa yang hukum Daddymu. Moon mau Papa menghukumnya seperti apa? Menjewer telinganya sampai merah? Menggelitikinya sampai menangis atau—"

"Papa harus tidur dengan Moon selama seminggu. Daddy pasti akan tersiksa."

Sekilas Gulf melihat seringai licik di wajah anak perempuannya itu, seringai yang dia curigai menurun dari Mew.

"Begitu?"

"Iya. Itu hukuman yang setimpal untuk Daddy, Pa. Papa setuju?"

Gulf mengusap dagunya, berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Setuju. Mulai malam ini Papa akan tidur dengan Moon, kita biarkan saja Daddy tidur sendirian."

Mereka terkikik bersama, melakukan high five sebelum Gulf membetulkan selimut Moon dan mendekap anak perempuannya lebih erat.

"Sekarang Moon tidur, ya? Papa nyanyikan lagu."

"Pa."

"Ya?"

"Papa tidak usah menyanyi, suara Papa tidak sebagus suara Daddy."

Gulf menelan ludah. Tidak tahu apakah harus merasa emosi atau tidak dengan ucapan jujur sang anak.

"Ah oke. Biar Papa peluk Moon saja sampai tidur. Selamat malam, little princess."

"Selamat malam, Papa Gulf."

***

Mew membuka pintu apartemennya. Bergegas menuju salah satu kamar dan membukanya dengan gerakan yang cukup kasar.
"Moon! Maaf Dad—"

"Sssst. Anak kita sudah tidur." Gulf meletakkan telunjuknya di bibir, menggeser kepala Moon yang bersandar di bahunya, —membuatnya merasakan sedikit pegal— Gulf lantas bangun dan menghampiri Mew. "Dia merajuk."

"Maaf. Pekerjaanku banyak sekali. Dia pasti marah padaku." Mew menatap nanar putrinya yang sudah terlelap. Dia membawa kakinya mendekati ranjang, menunduk dan mengusap keringat yang ada di dahi sang putri. "Maaf sudah membuat Moon menunggu na."

"Dia memintaku untuk menghukummu." Ucap Gulf.

"Masih saja begitu. Selalu aku yang dihukum."

"Kau memang salah. Kau sudah berjanji padanya untuk makan malam di rumah. Wajar kalau kau dihukum."

"Ya ya ya." Mew kembali mengusap pipi putrinya sebelum mendaratkan kecupan dalam di dahi Moon. "Apa hukumanku kali ini?"

"Moon menyuruhmu tidur sendirian. Aku harus tidur dengannya selama seminggu."

"Ya Tuhan." Mew memijat pelipisnya, menghampiri Gulf dan memeluk pasangannya dengan posesif. "Mana bisa begitu? Kau tega membiarkanku tidur sendirian?"

"Daripada putrimu lebih marah, lebih baik kau menurut saja."

Mew menghela nafas, menyembunyikan wajahnya di leher Gulf. "Oke. Tapi malam ini, ijinkan aku tidur dengan kalian, ya? Aku butuh mengisi tenaga."

Gulf mengelus punggung suaminya lembut. "Iya. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi dulu."

***

28/08/20

Daddies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang