04

1.1K 115 5
                                    

"Jomkwan tunggu."

Jomkwan menghentikan langkah, berbalik ke belakang dan menemukan sesosok pemuda yang berlari terengah ke arahnya.

"Aku ingin bicara padamu."

"Kau—"

"Aku Gulf. Orang yang menaruh kertas di motormu. Aku yakin kau sudah membacanya."

Ahh, jadi dia orangnya. Manis juga.

"Ada apa, Gulf?"

"Bisa kita bicara di kantin fakultasmu?" Gulf meremas jemarinya gugup. Jomkwan benar-benar cantik. Dia bagaikan dewi yang baru saja turun dari kahyangan. Dada Gulf berdesir, hangat menyeruak di dalam sana saat melihat Jomkwan mengangguk lalu tersenyum, lantas melangkahkan kakinya dengan anggun menuju kantin.

Suasana kantin tidak begitu ramai. Mereka duduk berhadapan. Gulf menatap Jomkwan lekat, mengagumi gadis Jongcheveevat ini di setiap detik yang terlewat.

"Apa yang mau kau bicarakan?"

To the point sekali. Tidak bisa ya kau basa-basi sedikit? Aku ingin melewatkan waktu lebih lama denganmu, tahu! Sungut Gulf dalam hati.

"Kau sudah membaca kertas itu, 'kan?"

"Sudah." Jomkwan tersenyum, senyum yang menurut Gulf sangat memukau namun tanpa dia tahu bahwa itu senyuman Jomkwan demi menahan agar tawanya tidak menyembur begitu saja.

Kakakku yang membacanya, Gulf.

"Aku menyukaimu, Jom."

Jomkwan tahu, namun tetap saja gadis itu terkejut. Gulf sungguh blak-blakan. "Err—"

"Aku menyukaimu, Jom. Apa kau mau menjadi kekasihku?"

Demi Neptunus!!! Jomkwan membelalakkan matanya. Gulf memang manis, amat manis bahkan. Tapi itu tidak serta merta membuat Jomkwan tertarik pada pria itu. Ada hal yang tidak bisa membuat Jomkwan begitu saja mengiyakan permintaan Gulf.

"Terima kasih sudah menyukaiku, Gulf. Aku senang kau bisa mengatakan hal ini dengan jujur secara langsung padaku. Tidak semua pria punya keberanian sepertimu na." Jomkwan tersenyum, menggenggam tangan Gulf erat. "Tapi maaf aku tidak bisa menjadi kekasihmu."

Gulf menunduk, memperhatikan genggaman tangan mereka. Helaan nafas terdengar.

"Kau tampan, Gulf. Pasti banyak gadis yang mau menjadi kekasihmu."

"Apa kau sudah punya kekasih, Jom?"

Jomkwan terdiam, lalu mengangguk dengan senyuman yang masih setia bertengger di wajah cantiknya. "Iya. Aku tidak bisa menjadi kekasihmu karena aku sudah punya kekasih. Andai saja aku belum punya, pasti aku akan menerimamu, Gulf. Kau tampan. Kau juga pintar."

"Ehh?" Gulf memiringkan kepalanya.

Ya Tuhan. Lucu sekali. Batin Jomkwan. Kak Mew kau harus berterima kasih padaku suatu hari nanti.

"Kepintaranmu sudah terkenal sampai ke fakultasku. Gulf si pintar. Betapa beruntungnya aku disukai mahasiswa terkenal sepertimu." Jomkwan terkekeh, tanpa berniat melepaskan tautan tangan mereka. "Sayangnya aku hanya tahu namamu tanpa tahu wajahmu. Sekarang, malah terlambat. Aku sudah punya kekasih. Maaf na."

"J-jangan meminta maaf. Itu bukan salahmu." Gulf tersenyum kikuk. "Tidak apa-apa, mungkin aku yang belum beruntung untuk jadi kekasihmu. Tidak apa-apa, Jomkwan, sungguh tidak apa-apa."

"Kita bisa menjadi teman 'kan, Gulf?"

"Teman?" Gulf berkedip dua kali sebelum mengangguk. "Iya. Tapi ... "

"Tapi apa?"

"Bolehkan aku tetap menyukai Jomkwan? Setidaknya sampai aku menemukan orang lain yang aku sukai."

"Kau yakin? Apa kau tidak apa-apa? M-maksudku—"

"Hng. Tidak masalah. Sejujurnya aku pernah mengalami ini, jadi kupikir tidak ada bedanya. Aku bisa membiasakan diri. Mari berteman." Gulf melepaskan genggaman Jomkwan, mengulurkan kelingkingnya dan dibalas oleh gadis Jongcheveevat itu.

"Baiklah. Mari kita berteman. Semoga kau cepat menemukan orang yang kau sukai ya, Gulf." Jomkwan berucap tulus.

Aku berharap kau bertemu dengan Gulf secepatnya, Kak Mew.

***

"Traktiran seminggu penuh." Boat tersenyum sumringah, menyampirkan ramsel di bahu kanannya dan melangkah dengan pasti ke arah bangku Gulf.

"Ayo ke kantin. Kau harus mentraktirku dan Mild selama seminggu penuh."

Mild bergabung dengan dua rekannya usai membereskan buku-bukunya. Mengamati wajah Gulf yang agak mendung, berbanding terbalik dengan cuaca yang sedang terik siang ini.

"Jangan bilang kau tidak bawa dompet lagi." Mild hafal kebiasaan Gulf, pemuda itu sedikit ceroboh, sering meninggalkan dompetnya di dorm kampus dan berakhir dengan dirinya yang membayar makanan Gulf.

"Aku tidak jadi mentraktir kalian."

"HEUI! KENAPA???!!!"

"Bisa tidak jangan teriak begitu???" Gulf berdecak.

"Maaf maaf." Boat meringis. "Benar kau tidak bawa dompetmu? Ahh payah sekali."

"Bukan." Gulf menggeleng, mengusap wajahnya kasar. "Jomkwan menolakku."

"HAH???!!!"

"Kenapa bisa? Aku melihat kalian bergandengan tangan di kantin fakultas Jomkwan, juga kau mengantarkannya sampai ke parkiran. Bagaimana bisa kalian tidak pacaran?" Tanya Mild.

"Jomkwan sudah punya pacar, sayang sekali aku kurang cepat menembaknya. Pantas saja dia tidak langsung menelponku." Gulf menegakkan posisi duduknya dengan tiba-tiba, membuat kedua rekannya kaget. "Apa jangan-jangan yang menelponku tempo hari adalah pacar Jomkwan? Ya Tuhan. Aku harus bagaimana?"

"Pacar Jomkwan? Menelponmu?" Tanya Boat.

"Iya. Seseorang menelponku. Aku tanya dia siapa tapi dia tidak menjawab. Mungkin dia pacar Jomkwan."

"Dia laki-laki?"

Gulf mengangguk, menatap Mild. "Iya. Suara laki-laki."

Boat dan Mild saling berpandangan, keduanya serempak menepuk bahu Gulf dengan gestur menenangkan. "Sudah. Tidak apa-apa. Selama laki-laki itu tidak kesini dan melabrakmu, jangan dipikirkan." Ucap Mild. "Ayo ke kantin. Biar aku yang mentraktirmu. Anggap saja perayaan kegagalan Gulf Kanawut."

"Kau memang teman terbangsat, Mild." Kekeh Boat. "Mari kita rayakan kegagalan ini."

***

16/09/20

Daddies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang