Tell Us!

66 6 2
                                    

Tujuh pemuda itu bukanlah sebuah grup terkenal. Mereka hanyalah pemuda biasa yang memang berharap menjadi terkenal. Maka dari itu, perjuangan mereka dimulai dari mengisi berbagai acara di kafe-kafe. Walaupun mereka belum terlalu lama saling mengenal, tapi keakraban mereka sudah seperti hubungan adik-kakak.

Grup yang beranggotakan tujuh orang itu juga sering mengikuti berbagai audisi, namun selalu gagal. Bagi mereka itu tak apa, mereka percaya suatu saat pasti bisa mewujudkan impian mereka. Asalkan mereka kompak dan tak putus asa.

Seperti saat ini, setelah mereka tampil, mereka pasti akan berkumpul sebelum pulang. Entah itu untuk membicarakan hal penting atau hanya sekadar menongkrong.

"Hyung", panggil pria bermarga Park itu pada Namjoon yang sedang berfokus pada layar ponselnya yang berpendar. "Ajarkan aku bicara bahasa Inggris" pintanya pada Namjoon dengan mata melirik Jungkook yang baru saja duduk.

"Memangnya kau ingin diajarkan tentang apa?"

Jimin nampak menimbang sebelum menjawab. "Karena kita sedang di kafe, bagaimana kalau tentang makanan saja?". Namjoon hanya mengangguk sebagai jawaban persetujuan. Tanpa basa-basi, Jimin langsung melontarkan sebuah pertanyaan. "Hyung, apa bahasa inggris dari 'jeli'?"

"Jelly. J-e-l-l-y"

Saat ini, keduanya memang sedang melakukan les privat dadakan, tak ada keanehan yang dirasakan. Hingga pelayan datang membawakan pesanan mereka, Jimin tiba-tiba membuka buku rentetan makanan itu kembali. "Permisi, aku ingin memesan 'red jelly' satu", terdengar sebuah penekanan pada kata red jelly. Pelayan itu mencatat pesanan tambahan milik Jimin, membungkuk sopan sebelum pergi meninggalkan meja.

Suara dentingan piring yang beradu dengan sendok dan garpu mengisi keheningan diantara mereka. Asal kalian tahu, sejak Jungkook kembali dari kamar mandi, ia sama sekali tak membuka ponselnya, dan itu membuat Jimin semakin bersemangat ingin menggodanya. "Lama sekali pesananku". Lantas Jimin memamerkan senyumannya sebelum berucap lebih jauh lagi. "Aku penasaran, seperti apa red jelly itu?" imbuhnya. Bahkan Jungkook tetap tak merasa sedang digoda.

"Seperti puding yang bertekstur empuk" tutur Seokjin. Sebenarnya berniat untuk membuat lawakan, namun tak ada satupun temannya yang tertawa. Baiklah, Seokjin akhirnya memilih untuk diam saja.

"Memangnya kau belum pernah memakannya ?", tanya Taehyung.

Jimin menyilangkan kedua tangannya didepan dada, sesekali melirik acak para temannya. "Aku belum pernah melihatnya", sontak teman-temannya semakin heran dibuatnya. Bukankah itu hanya jeli biasa yang berwarna merah? Bagaimana bisa Jimin belum pernah melihatnya?. "Seperti apa dia? Apakah tampilannya cantik? Rasanya manis?", masih dengan senyum yang tak terartikan. Merasa tahu arah pembicaraan pria disebelah kirinya, tangan Jungkook diam-diam menyentuh ponselnya, jantungnya mulai bertalu tak beraturan. Belum saja tombol kunci itu ia tekan, Jimin sudah menghadap ke arahnya. "Mungkin kau bisa menjelaskan pada kami, Jungkook?"

*****

"Lihat saja, Soora tidak ingin bertemu Oppa besok" omelnya pada ponsel yang menampilkan nama Jungkook.

"Mengomel saja kerjaannya", sahut Hanseung−kakak Soora. "Ada Jungkook dibawah, dia mencarimu"

Air muka Soora berubah seketika. Gadis itu bingung harus bagaimana sekarang. Baru saja dirinya mengomel tidak ingin bertemu Jungkook karena pesan yang tak kunjung dibalas, malah sekarang Jungkook datang ke rumahnya. "Dia membawa permen kesukaanmu", imbuh sang kakak yang kemudian dibuat kaget dan heran secara bersamaan karena Soora yang langsung lari ke lantai bawah. Mudah sekali disogok dengan makanan−batin Hanseung.

Beberapa anak tangga terakhir, Soora melihat Jungkook yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Soora suka itu. Jadi, jika gadis itu dengan Jungkook sedang bertengkar−ralat, Soora yang kesal, biarkan saja Jungkook mengobrol dengan anggota keluarganya yang lain. Niat hati ingin kembali ke kamar, Jungkook sudah lebih dulu memanggil Soora. Secepat mungkin Soora mengubah raut wajah yang datar.

Sang ayah berlalu pergi meninggalkan putrinya dengan Jungkook. Ayahnya tentu tidak khawatir meninggalkan Soora dengan Jungkook hanya berduaan. Lagipula seorang ayah jelas akan mencari tahu seluk beluk laki-laki yang akan dekat dengan putrinya, kan?. Cukup untuk pria paruh baya itu mengenal Jungkook dan keluarganya.

"Mau apa kesini?" tanya Soora langsung pada intinya.

"Ingin meminta maaf" ucapnya sedikit lesu. "Maafkan aku ya, bukannya aku tak mau membalas pesanmu. Aku tadi sehabis tampil berkumpul dulu dengan teman-teman" jelasnya.

Mendengar penjelasan pria itu, Soora jadi memakluminya. "Maafkan Soora, Oppa. Soora tidak tau". Ini salah satu yang disuka Jungkook dari Soora. Walau sifat keanak-anakannya lebih mendominasi, gadis itu tetep mempunyai sisi dewasa. "Eum.. kata Hanseung Oppa, Oppa membawa permen kesukaan Soora, benarkah?"

Baru saja hati Jungkook menghangat mendengar Soora yang meminta maaf, sekarang malah dirinya hampir melepaskan tawanya mendengar kalimat barusan.

"Tidak" bantahnya dengan dahi yang mengernyit dan gelengan kepala. "Aku membawa kantung darah" imbuhnya sambil menyerahkan totebag ke atas paha putih Soora.

"Iiihh.. tidak mau. Soora tidak suka darah" tolaknya. Tangannya langsung memindahkan totebag itu kembali pada Jungkook.

Jungkook tertawa kecil. Senang sekali menggoda Soora. "Katanya menyukai warna merah, darah kan berwarna merah" totebag itu kembali ditaruh pada paha gadis itu. "Buka saja. Tidak usah komentar dulu"

"Tetap saja. Tidak ada orang yang menyukai darah" sembari membuka bungkusan yang ternyata benar berisi permen.

"Aku menyukainya" sahut Jungkook.

Soora membuka bungkus itu. "Darah apa?"

Jungkook yang sadar jika ia salah bicara, bingung harus menjawab apa. "E−itu.. eum.."

.

.

.

TBC

Aku udah seminggu gatel pengen up, hehehe..😂

Red JellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang