Surat Pra Nikah

14.3K 700 19
                                    

Antika membuka matanya secara perlahan. Silau cahaya matahari menyambut mata indahnya. Dia segera duduk dan hendak berberes-beres karena ia masih harus menyiapkan makanan.

Jika tidak, maka amukan dan hukuman Bibi-lah yang akan menyambut paginya.

Namun saat ia melihat sekeliling ruangan, Antika heran dan ingatan tentang peristiwa semalam kembali.

Tiba-tiba perhatiannya terengut habis saat pintu diketuk dan masuklah dua orang pelayan dengan seragam khususnya.

“Selamat pagi, Nona,” sapa kedua pelayan itu dengan senyum yang ramah.

“Pa-pagi,” jawab Antika sedikit kikuk.

“Bersiaplah, Nona. Tuan sudah menunggu Anda di bawah untuk sarapan bersama, jadi saya akan menyiapkan pakaian Nona.” Saat wanita itu hendak pergi, Antika membuka mulutnya.

“Tunggu! Bi-biar aku saja. Kalian boleh keluar.”

“Nona, saya sudah menyiapkan air hangatnya,” kata pelayan yang tadi masuk ke kamar mandi.

“Bi-bisa tinggalkan aku sendiri? Aku malu,” ucap Antika.

Setelah mandi, ia bergegas berjalan menuju walk in closet dengan mengenakan handuk. Begitu masuk, seketika ia terpana melihat ruangan itu.

“Tempat ini seperti film yang Sara pernah tonton.” Sekilas, bayangan tentang masa lalunya muncul.

“Ternyata tempat begini nyata ya, tetapi ini pakaian pria tersebut,” gumam Antika.

“Ah, ini ‘kan kamarnya.

Tentu saja semua ini miliknya. Kenapa tadi aku menyuruh pelayan itu keluar? Dasar bodoh.”

Antika menghela napas sambil memukul kepalanya pelan. Ia melirik ke samping. Di atas meja ada kaos putih. Gadis itu memakai kembali kaos itu  beserta celana yang ia pakai semalam, lalu turun dan bingung bagaimana caranya ia bisa pergi ke dapur.

Untungnya, dia bertemu salah satu pelayan sehingga ada yang mengantarkannya ke meja makan.

“Hey,” sapa pria tampan itu saat melihat kedatangan Antika. “Duduklah!”
Pria tampan itu tersenyum dan menunjuk kursi meja makan yang harus diduduki Antika dengan matanya, sebab kedua tangannya sedang sibuk memegang sendok dan garpu.

Di sampingnya, berdiri seorang pria paruh baya bertugas sebagai kepala pelayan.

Antika berjalan mendekati meja dan membungkuk pada pria paruh baya yang berdiri tidak jauh dari pria tampan pemilik mansion mewah ini.

“Maafkan aku karena sudah memakai bajumu, Tuan. Ini karena ketika pelayan itu ingin menyiapkan semua keperluanku, aku malu. Jadi, aku menyuruhnya pergi.”

Gadis itu berkata sambil menunduk merasa tak nyaman dengan tatapan mata yang pria tampan itu berikan.

“Saat bicara, biasakanlah tatap lawan bicaramu!” tegas pria tampan itu. “Tidak masalah apacpun yang kau pakai. Kau tetap terlihat sangat cantik. Bagaimana dengan tidurmu?”

“Ba-baik.” Bahkan Antika bingung harus memberikan jawaban seperti apa atas pertanyaan barusan.

Lalu perhatian Antika beralih saat pria paruh baya itu kini meraih kursi untuk Antika duduk.

“Terima kasih, Paman,” ucap Antika yang dibalas dengan senyum dari pria paruh baya itu.

“Oh, baguslah. Kukira mansion ini membuatmu tidak terlalu nyaman. Jika kau mau, kita bisa pindah ke mansion-ku yang lebih besar.

Aku tahu di sini terlalu kecil, tetapi aku tak terlalu menyukai mansion yang besar. Inilah rumahku.

Mengingat aku juga masih lajang, makanya semua yang ada di sini berbau pria,” jelas pria tampan itu.

SUAMIKU BADBOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang