Hati Ceo Dingin Yang Dilema

15.2K 742 59
                                    

Hari ini mungkin hari yang terburuk bagiku. Aku tidak mengerti apa apa yang aku rasakan akhir-akhir ini. Aku menemui sosok wanita yang mampu menarikku untuk melindunginya. Menarik, bukan? Ck! Aku saja tidak pernah berpikir untuk melakukan ini.

Wanita yang berbeda dari yang lain. Apakah ada wanita tegar sepertinya? Apakah ada wanita berhati suci sepertinya? Apa ada yang sekuat dirinya? Jika ada? Aku tak peduli, karena aku hanya menginginkannya, istriku. Jannah Antika Riana⸺tidak, namanya telah berganti menjadi Jannah Antika Yudhatama karena kami sah menikah.

Kini dia menghilang dan aku merasa ada hal yang lain dari diriku. Aku takut ... aku merasa sangat takut. Aku ingin dia kembali. Angga sepupuku terus menggodaku. Namun, aku tetap tidak ingin mengakui perasaanku. Kini? Benar! Perasaan itu benar-benar ada. Aku menyadarinya setelah dia pergi. Bodoh, bukan?

Bukan karena gengsi. Namun, aku merasa aku tidak pantas menjadi pria dari seorang Jannah Antika Riana, sang wanita tegar berhati suci yang telah meruntuhkan egoku. Ego yang kubangun karena kesalahanku sendiri. Sampai saat ini aku tidak menyentuhnya bukan karena tidak mau. Ck! Aku pria normal yang bisa gila bila berada di sisi gadis secantik dia. Hanya saja aku tidak ingin merusaknya.

Aku ingin memastikan hatiku.
Kini aku menyadari betapa brengseknya aku. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Setuju ataupun tidak dia harus menjadi milikku. Aku akan melindunginya. Walaupun itu harus ditukar dengan nyawaku. Ah tidak! Jika aku mati, aku tidak yakin ada yang bisa mencintainya sebaik aku.

Kulajukan mobil sport ini mengikuti pelacak yang ada di layar ponselku. Aku melajukan mobil tanpa menghiraukan keselamatanku. Yang ada di pikiranku hanyalah wanitaku. Istri yang sangat aku cintai. Right? Cinta? Ya, aku mencintainya.

🍃🍃🍃

Aco melangkah gontai saat memasuki kamar president suit rumah sakit. Aco menarik  kursi yang berada tidak jauh dari ranjang dan ia memilih duduk bersisian dengan ranjang.
Di atas ranjang terbaring gadis cantik dengan wajah pucat setenang air yang masih setia memejamkan mata indahnya. Walaupun dokter mengatakan tidak ada hal yang serius pada Antika, tetapi Aco tetap tidak tenang. Selagi mata indah itu tak kunjung terbuka.

Aco benar-benar seperti orang kehilangan arah. Ia menatap Antika tanpa sadar sebutir kristal bening jatuh di pipinya.

“Bukalah matamu, Sayang. Maafkan aku yang terlalu lama menyadari ini. Aku mencintaimu Antika ... sangat.” Aco mencium tangan kiri Antika dengan lembut sambil terisak.

Dia benar-benar tampak rapuh. Inilah kenapa dia tidak ingin mencintai siapa pun. Cinta hanya akan membuatnya lemah, rapuh dan bodoh. Dia selalu membentengi dirinya dengan dinding berlabelkan brengsek. Pada dasarnya, dia adalah pria brengsek. Sebab dialah penyebab ibunya pergi jauh. Namun, semua itu musnah saat seorang wanita hadir di kehidupannya⸺Antika.
Aco tidur di samping tubuh Antika yang masih setia memejamkan matanya. Entah sudah berapa kali Aco terbangun dari tidurnya untuk melihat keadaan Antika, tetapi gadis itu tak kunjung membuka matanya. Aco terus menggenggam tangan Antika.

Sinar matahari masuk dari jendela. Pria itu masih tetap menatap Antika seakan enggan untuk bergeser dari tempat duduknya. Pintu kamar terbuka, lalu masuklah seorang pria tampan. Tanpa menoleh pun Aco tahu siapa pria itu. Parfum maskulinnya semerbak memenuhi ruangan.

Ada sebuah tangan kekar menyentuh pundak Aco, sementara tangan kirinya menaruh sebuah paper bag di atas ranjang Antika.

“Bersihkan dirimu, aku akan menjaganya di sini,” kata Angga lembut.

Hening. Jangankan menjawab, bergerak pun tidak. Yang dilakukan Aco hanya terus menatap Antika.

Angga tersenyum melihat Aco. “Come on, Co. Kau ingin Antika bangun dan melihatmu seperti ini? Kau terlihat lebih menyedihkan dari pada gelandangan.”

Tanpa menatakan apa pun Aco beranjak dan mengambil paper bag di atas ranjang dan langsung bergerak menuju kamar mandi. Angga hanya bisa menatap punggung Aco seraya terkekeh geli.

Angga menggeleng lalu menatap wajah Antika. “Kau lihat? Kurasa si devil itu telah menjadi manusia semenjak bertemu denganmu. Jadi, kumohon, bangunlah!”

Aco membersihkan dirinya dengan cepat, seolah-olah ia tidak ingin berlama-lama jauh dari wanitanya. Begitu ia keluar dari kamar mandi, wajah lesunya seketika berubah. Senyum di wajahnya merekah. Matanya bertatapan dengan mata indah yang selama ini ia rindukan.
Ia melangkah cepat mendekati ranjang tanpa menghiraukan keberadaan Angga yang ada di antara mereka, seolah-olah Angga adalah sosok tak kasat mata.

“Kau baik-baik saja, Sayang?” ucap Aco seraya mengecup kening Antika.

“Haus,” bisik Antika nyaris tak terdengar. Dengan sigap Aco mengambil air yang ada di atas nakas dan memberikannya pada Antika.

“Aku ada di mana?” tanya Antika pelan.

“Kau ada di rumah sakit. Kau baik-baik saja? Jangan pernah tinggalkan aku, mengerti?”

Antika mengangguk seraya tersenyum lemah. Pasangan itu saling menatap penuh rindu.
“Hm, aku cuma mau bilang kalau aku masih ada di sini,” sela Angga mencibir.

Aco yang tadi tersenyum lembut pada Antika lantas menoleh ke arah Angga yang sudah duduk manis di sofa mewah itu, merentangkan kedua tangannya di atas badan sofa.

“Kalau begitu, pergilah!” jawab Aco ketus.
Antika menggenggam tangan Aco dan menggeleng. Ia berharap Aco menjadi pria yang lebih menghormati saudaranya sendiri.

“Baiklah. Kau membuatku merindukan wanitaku.” Angga yang tahu diri pun memilih untuk pergi meninggalkan dua sejoli yang baru dimabuk asmara itu.

🍃🍃🍃

Hari ini Antika sudah diperbolehkan pulang. Seharusnya kemarin sih, tetapi Aco bersikeras ingin agar kondisi Antika benar-benar baik sebelum mereka pulang.

Antika keluar dari mobil sport Aco. Saat memasuki mansion mewah itu, tampak olehnya beberapa pelayan berkumpul menyambut kedatangan Antika.

Mereka membungkuk dan memberi hormat dan Antika membalas dengan senyuman. Sementara itu, Aco hanya fokus membantu Antika berjalan. Pria itu memang tidak pernah ramah pada pelayan. Ck! Tidak membentak saja sudah bagus.
Setelah sampai di kamar, Aco membantu membaringkan wanita itu di ranjangnya.

“Istirahatlah, aku akan mengecek beberapa pekerjaan. Ada beberapa e-mail yang masuk tadi,” ujarnya lembut seraya mengelus pipi Antika
Antika mengangguk lemah. Antika berharap Aco tidak begitu baik padanya. Gadis itu menatap punggung Aco yang menghilang di balik pintu, sekilas peristiwa silam memenuhi benaknya.

🍃🍃🍃

Antika terus berkutat pada beberapa berkas dan komputer di atas meja kerjanya, tetapi pikirannya berkelana entah ke mana. Bayangan sikap kejam Aco pada Safira terus menghantuinya. Tepat pukul empat, pekerjaannya sudah selesai. Kini, ia sudah tidak tahan untuk memperjelas semua keadaan ini pada Aco.

“Aku duluan, ya,” ucap Antika pada Safira. Sontak semua mata menatap Antika dan Safira.

“Hati-hati,” balas Safira dengan senyuman tulusnya.

Antika melangkahkan kaki jenjangnya menuju lift. Dia akan pergi ke ruangan Aco. Di lantai atas hanya ada empat ruangan, yaitu ruangan Aco, Rian dan satu ruangan meeting untuk tamu yang sangat penting, juga aula yang sangat megah.

“Oh, hei, Tik,” Sapa Rian.

“Hei,” jawab Antika sedikit kikuk.

“Ada yang bisa kubantu, Tik?” tanya Rian seraya tersenyum.

"Ah, t-tidak, aku hanya ingin menyapa Aco sebentar,” jawab Antika sedikit gugup.

“Jangan gugup begitu. ‘Kan tidak ada yang lain. Okelah, jangan sampai menimbulkan masalah. Kau tahu dia pria gila, ‘kan? Haha, aku pergi dulu, ya.” Tanpa menunggu jawaban dari Antika, Rian melenggang meninggalkannya.

Antika mencoba menenangkan hatinya. Memang akhir-akhir ini jantungnya sering tidak karuan saat ingin berjumpa dengan Aco. Seperti seorang gadis remaja yang sangat gugup saat akan bertemu kekasihnya.

Saat Antika sampai di depan pintu ruangan Aco, ia mendorong pintu ruangan itu pelan. Namun seketika dia berhenti karena secara samar-samar dia mendengar sebuah percakapan yang membuatnya berhenti membuka pintu itu lebih lebar lagi.

“Hay Aco, apakah Kau mencintainya?”

TBC

SUAMIKU BADBOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang