Teman Cerita - Eunwoo

82 20 2
                                    

Bagai puisi yang dibaca perbait agar dapat di mengerti. Seperti itulah Eunwoo membaca Namjoo, perhuruf, perkata, persajak dan permakna yang dapat dihasilkan dalam sebuah rangkaian manik apik dalam padatnya bahasa.

Bukan me romantisasi hal hal kecil. Tapi perhatian yang Eunwoo dapatkan dari noona yang 2 Tahun diatasnya itu bagaikan sebuah hal yang menurutnya diartikan sebagai rasa. Walau posisinya salah.

Seperti halnya sekarang.

"Hai. hari ini kelihatan Lesu kenapa?" Kata pertama yang diucapkan Namjoo saat menghadap dirinya di Cafe pinggir jalan dekat Taman Kampus. Malam ini.

"Nggak papa"

"Apanya yang gak papa, muka kamu tuh"

"Kenapa muka aku?" Eunwoo Meraba sedikit mukanya sendiri.
Namjoo mendekat sekilas.

"Tertulis, Help! Im Mess"
Tawa itu menguar saat itu juga masuk dalam rungu Eunwoo. Namjoo seakan puas menertawainya setelah mengeja kata yang tak terlihat di jidatnya.

"Noon"

"Why. Kamu ada masalah? Soal kuliah. Tugas lagi numpuk?"

"Nope" Eunwoo menggeleng sekilas.

Lagu Fall For you dari Secondhand serenade terdengar. Mengiringi percakapan pecakapan yang tercipta.

"Lantas?"

"Semangat hidupku tidak ada"

"Hush, bahasanya itulo. Kalau malaikat lewat gimana" Omelan itu malah terlihat menggemaskan di mata Eunwoo.

"Lagi masalah sama chaeyeon?" Nama pacarnya tersebut. Eunwoo bukan enggan membahas gadis cantik dewi FEB itu hanya saja. Ia benar benar sedang malas.

"Enggak juga"

"Dongminie— jangan kayak anak gadis deh"

Ah, panggilan Nama asli Eunwoo senjata ampuh buat ia menceritakan segala kisah.

"Jalan aja yok, dimobil. Disini banyak orang"

Sebenarnya hanya sekitar 5 orang itupun termasuk mereka. Alasan Klasik. Eunwoo hanya ingin berdua.

"Yaudah yuk"

Ada yang salah. Tapi Eunwoo mencari pembenaran. Bahwa yang ia rasa bukan sekedar suka.

"Noon, what's important rules in relationship?"

Laju mobil itu biasa saja. Dijalanan juga lenggang karena ini mendekati tengah malam. Like night drive talk.

"There's no official guidebook for being in a relationship, but there are some unwritten rules—"

"And whats that?" Kata Eunwoo sebentar mengalihkan pandangannya ke Namjoo yang sibuk mensesap ice ekpresso yang mereka beli di drive thru tadi.

"Kindness goes a long way. Itu bisa aja gini. Kamu senyum dan serta tindak tanduk mu baik. Don't stop being nice to each other just because you've been together for a while—" Namjoo menjeda.

Eunwoo melanjutkan "i breaks the rules" kata Eunwoo lagi.

"And the second, Don't fight to win an argument. You'll only end up frustrated and harboring grudges—"

"Ah, kesalahan ku bertambah banyak" kata Eunwoo lagi.

"Kau bertengkar dengannya?"

Eunwoo mengangguk. Tak ada alasan berbohong bukan. Ia dan Chayeon sedang retak. Bukan dalam kata akan kembali bersama Namun benar benar hanya menunggu waktu. "Ayo kita berpisah saja"

"Kalau itu akan kujawab iya"

"Jangan terlalu keras padanya dongmin" Namjoo hapal watak adik tingkatnya itu.

"Aku bahkan tidak pernah menuntuk noona" anggukan Eunwoo diberikan agar Namjoo percaya bahwa ia tidak pernah menuntuk sesuatu pada Hubungan Chaeyeon dan dengannya.

"Apa yang kamu tekankan?"

"Aku tidak"

"Dongmin aku tau kamu dari kecil" Oh. Hal itu jelas tidak bisa Eunwoo berkilah.

"Aku hanya mengatakan. Nilainya menurun ketika ia fokus pada organisasi mahasiswa. Benar benar jatuh"

"Dan hak mu?"

"Aku mendapat tanggung jawab penuh atas Chaeyeon dengan ibunya noona. Kami tidak bersama 1 atau 2 bulan sudah 3 tahun. Dia selalu seperti itu kadang aku muak"

"Dia berkata bahwa ia akan memperbaiki semua. Tidak. Aku tidak bisa memberi kepercayaan. Sudah 4 kali seperti ini. Kalau sekali lagi makan Kuliah Chaeyeon akan diulang tahun depan"

Namjoo mengangguk mengerti. Paham situasi kemudian menarik nafas dan berkata.

"Aku paham kekhawatiran mu. Paham dengan sangat"

"Tapi chaeyeon juga punya alasan kan kenapa ia lebih suka organisasi dibanding setumpuk hitungan di akutansi?"

"Noona, yes dia punya alasan. Kemarin aku meminta Break. Padahal selama ini tidak pernah sedikitpun ada break diantara kami. Sedikitpun"

"Mulai setahun yang lalu setelah benar benar jatuh pada organisasi. Aku pikir dia biasa dengan Jisoo. Laki laki dari teknik mesin"

"Ah aku tau"

"Sampai tadi malam. Ketika makan malam dihotel atas pertemuan perusahaan ayah. Aku bertemu dengannya di lobi"

"Lantas apa yang terjadi?"

"Aku hanya bertanya. Untuk apa ia disana. Dia juga menolak ajakan ku menemani ke perusahaan ayah. Setelah itu panggilan dari belakangnya ada seseorang. Ah itu Jisoo. Setelah itu aku mengatakan mari kita break sejenak"

"Responnya?" Namjoo bertanya.

"Baiklah. Tidak ada yang perlu aku jelaskan katanya kemudia pergi begitu saja"

"Dongminie—" Namjoo menjeda lagi.

Eunwoo masih senantiasa mendengarkan.

"Aku tahu kau kecewa. Kau pantas kecewa. Tapi apa kau pernah bicara dengan dia. Empat mata. Dari berbagai sisi"

"Dia menghindar. Segala bentuk komunikasi aku diblokir. Lantas apa yang harus kulakukan"

Maka sebagai penutup malam itu. Ketika Eunwoo sudah berada didepan apartement Namjoo sampai pada tujuan mereka setelaj mengelili kota. Namjoo berkata untuk terakhir kaliny sebelum keluar dari mobil.

"Tunggulah. Chaeyeon butuh waktu. Makasih tumpangannya"

Eunwoo yang dengan Nama kecil Dongmin itu mengangguk mengerti atas saran Noonanya. Entah akan ia lakukan apa tidak. Terserah apa kata nanti.

Ini perihal rasa. Walau kembali patah. Bukan karena Chaeyeon yang jelas jelas tidak akan balik kepadanya. Tapi Karena Namjoo sudah benar benar menemukan tambatan hatinya.

Dari kaca Mobil hitam pekat itu. Dari dalam. Eunwoo dapat melihat. Pelukan hangat yang Namjoo beri pada orang yang menunggu kedatangan mereka di depan lobi apartement noonanya itu.

Tunangan. Yah. Tidak mungkin kan Namjoo akan menghancurkan sesuatu sebaik Namjoo. Maka dengan itu rasa ini sebaiknya ia simpan. Dan ia pendam sampai menguap sendiri ke permukaan. Entah kapan.

Namjoo-YaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang