Vernon

393 20 4
                                    

Entah sudah berapa lama aku menunggu Mingyu oppa datang. Padahal tadi pagi aku sudah bilang padanya kalau hari ini aku akan pulang cepat.

"(y/n)? Kamu belum pulang?" tanya seseorang padaku. Namun aku hanya menggapai-gapai udara, tak ada objek yang ku sentuh.

"Ini saya, Bu Suzy. Mengapa jam segini kamu belum pulang? Apakah oppa mu belum menjemput?" tanya wali kelasku, Bu Suzy.

"Maafkan saya, Bu. Iya, sampai detik ini Mingyu oppa belum menjemput." jawabku.

"Tidak apa. Apa harus saya bantu telpon kan?" tawar Bu Suzy padaku.

Aku menggeleng, "Tak perlu repot, Bu. Saya akan menunggu Mingyu oppa."

"Baiklah, (y/n). Oh iya, apakah kamu siap mengikuti OSN sains tingkat nasional?" tanya Bu Suzy. Aku mengangguk antusias.

"Baguslah jika seperti itu. Ibu duluan ya, hati-hati." Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Aku yakin Bu Suzy sudah pergi jauh, aku tak mencium bau khas dari tubuhnya lagi. Aku sampai detik ini masih setia menunggu Mingyu oppa datang. Ditemani sebuah tongkat, aku hanya duduk sendirian di halte sekolahku.

Tongkat? Iya, aku tidak bisa melihat. Aku bersekolah disalah satu sekolah luar biasa. Sekolah yang mengkhususkan orang-orang sepertiku dan beberapa temanku yang lain untuk bersekolah.

"Eum, mian. Apakah kau sendiri?" tanya seseorang. Lelaki mungkin, suaranya terdengar berat.

"Ne. Kau siapa ya?" tanyaku agak takut.

"Kenalkan, aku Choi Hansol. Aku bersekolah di depan sekolah mu." ucapnya sambil mengambil tangan kananku.

"Eoh, hai. Namaku Kim (y/n)." Aku menjabat tangannya.

"Jika aku boleh tahu, dimana rumahmu?" tanya Hansol.

"Aku tinggal di distrik Gangnam. Kau sendiri?" tanyaku pada Hansol. Apakah ia orang baik?

"Aku juga tinggal di distrik Gangnam. Apa kau ingin pulang bersamaku?" tanya Hansol meyakinkan.

"Apakah aku tidak merepotkan mu? Aku takut kalau aku pulang denganmu, aku akan merepotkan mu, apalagi aku buta. Ya walaupun aku selalu merepotkan orang karena keadaanku." jawabku sambil menunduk.

"Astaga, (y/n). Mengapa kau berbicara seperti itu? Kau tidak akan merepotkan siapapun, percayalah padaku. Jadi kau mau pulang denganku?" tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk setuju.

Aku dan Hansol menaiki bus menuju distrik Gangnam. Aku belum mengabarkan Mingyu oppa jika aku pulang terlebih dahulu. Tak apalah, sekali saja.

"Yang mana rumahmu?" tanya Hansol pada saat kita turun dari bis.

"Rumahku berwarna putih dengan pagar hitam."

"Kita sudah sampai." seru Hansol memberitahuku.

"Apakah secepat itu?" tanyaku ragu. Apa ia tau rumahku, sedangkan rumah yang bercat putih dan berpagar hitam ada banyak disekitar sini kata Mingyu oppa. Apalagi Hansol tidak menanyai alamat lengkapku.

"Iya. Aku antarkan kamu masuk kedalam. Kajja!" Hansol memegang lengan kiri ku dengan erat, seakan-akan aku tak boleh jauh darinya. Apa-apaan pikiranku ini, kita kan baru saja bertemu.

"Sudah pulang? Terimakasih Hansol. Berkat dirimu, aku bisa mencuci mobilku." Itu suara Mingyu oppa. Namun aku tidak mengerti ucapannya.

"Harusnya aku yang mengucapkan terimakasih, hyung. Karena mu, aku bisa jalan dan berkenalan dengan
(y/n)." jawab Hansol sambil terkekeh.

"Apa yang kalian berdua maksud? Aku tidak mengerti." ucapku sambil menghentakkan kakiku.

"(y/n), dengarkan aku. Aku menyukaimu sejak kau tak sengaja menabrak adikku hingga kau bersujud meminta maaf padanya. Apa kau masih ingat?"

Ah, kejadian 3 tahun yang lalu, sudah pasti aku masih mengingatnya. Tapi tunggu dulu? Adik Hansol?

"Adikmu?" tanyaku tak percaya.

"Iya. Yang kau tabrak itu adalah adik perempuan kandungku." jawab Hansol.

"Ta... Tapi mengapa kau menyukaiku? Aku kan..." ucapan ku terpotong oleh ucapan Hansol.

"Hush. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, (y/n). Kau dilahirkan berbeda dan pasti memiliki kelebihan. Bahkan kau menjadi ketua olimpiade di sekolahmu dan mengikuti banyak olimpiade tingkat Nasional. Iya kan?" Aku mengangguk, membenarkan ucapan Hansol.

"Kamu memang tidak bisa melihat menggunakan matamu, tapi kau bisa melihat menggunakan hati mu." ujar Hansol mengelus rambut panjang ku.

"Darimana kamu tau?" tanyaku terkejut.

"Aku mengetahui segala tentangmu. Aku ingin mengungkapkan sesuatu padamu." Ia ingin mengungkapkan apa?

"Apa yang ingin kau ungkapkan?"

"Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu, bisa dibilang kalau aku jatuh cinta padamu pandangan pertama. Maukah kau menjadi yeojachingu ku yang pertama sampai terakhir?"

"Aku tidak ingin menjadi beban untukmu karena keadaanku yang seperti ini. Aku tidak ingin kau dikucilkan orang lain apalagi keluarga besar mu jika kau menjadi namjachingu ku. Cukup Mingyu oppa yang selalu aku repotkan." jelasku sambil menunduk.

"Semua sudah aku jelaskan sebelumnya padamu. Masalah keluargaku, mereka semua sudah tau jika aku ingin menjadikan kau sebagai yeojachingu ku. Untuk teman-temanku nanti, aku yang akan berbicara langsung pada mereka." ucapnya.

"Dengarkan aku adikku, (y/n). Kau tidak pernah merepotkan siapapun, bahkan diriku sekalipun. Kau selalu menjadi adik yang aku banggakan setiap hari bahkan setiap detiknya." ucapan Mingyu oppa berhasil membuat air mataku lolos begitu saja.

"Aku ulang sekali lagi, maukah kau menjadi yeojachingu ku untuk pertama sampai terakhir kalinya?" ucap Hansol sambil memegang tangan kiri ku, karena tangan kanan ku memegang tongkat.

Ucapan Hansol terdengar sangat meyakinkan. Aku mengangguk bahagia sebagai jawabannya. Hansol memelukku dengan sangat erat.

Tuhan, aku sangat bahagia hari ini. Tuhan terimakasih, kau telah memberikanku seorang namja yang mencintaiku apa adanya bukan ada apanya. Sekali lagi, terimakasih Tuhan.

🐢

Masa aku baper juga sama kata-katanya Mingyu😭 Jadi pengen punya Abang😔

Seventeen Imagine With You || SELESAI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang