Sekarang udah jam 10 malam. Yerin yang biasa tidur sebelum jam 10 selain karena tugas, sekarang malah mantengin handphone di atas kasurnya. Di luar sana kembali hujan. Yerin nggak yakin apa Wonwoo jadi datang atau enggak.
Tapi kenapa kesannya Yerin nungguin dia, ya? Yerin juga nggak tau.
Pesan di whatsapp belum dibuka Wonwoo. Yerin mengirimkan alamatnya tadi setelah minta kontak Wonwoo pada Hayoung. Nggak usah ditanya apa Hayoung bakal ngeintrogasi Yerin atau enggak. Jawabannya itu pasti. Mana Joy tiba-tiba tau dan ikut nanya nanyain.
Yerin pikir Wonwoo nggak akan datang. Tapi entah kenapa perasaannya mengatakan bahwa Wonwoo pasti datang. Padahal mata udah ngantuk. Seharusnya Yerin bisa tidur sekarang.
Sampai akhirnya Yerin benar-benar tidur. Dengan ponsel di genggamannya menunggu kabar pria dingin bernama Wonwoo itu.
Wonwoo mendecak kesal. Bisa-bisanya seorang pria berumur di atas 40 itu menghalanginya untuk pulang. Wonwoo yang sedang bersiap untuk pulang dari kafe kembali masuk ke dalam, duduk di salah satu bangku di sana dengan seorang pria lain di depannya.
"Pulang!"
Wonwoo menghela nafas. Lagi dan lagi.
"Nggak," Jawabnya penuh penekanan.
"Ayah jauh-jauh ke sini malem-malem dan kamu masih nggak mau pulang ke rumah?"
"Nggak ada yang nyuruh Anda untuk samperin saya di sini,"
"Jangan kurang ajar Wonwoo!"
Wonwoo menyandarkan tubuhnya. Ia membuang muka, enggan membalas tatapan ayahnya di depan sana.
"Kamu mau jadi apa kedepannya kalo terus-terusan jadi pelayan kafe gini?"
"Jangan rendahin pekerjaan sayaㅡ"
"Kamu lagi bicara dengan Ayah, Wonwoo,"
"Yah, bisa nggak jangan ngatur hidup Wonwoo? Wonwoo udah gede Yah, udah tau cara hasilin duit,"
Sang ayah menatapnya remeh. "Jangan sombong kamu. Hasilin duit dari hasil kerja gini doang? Mending ikut Ayah pulang sekarang,"
"Urus aja anak sama istri kesayangan Ayah,"
"Kamu juga anak Ayah!"
Wonwoo tertawa pelan mendengarnya. Kedua tangannya ia genggam erat melampiaskan emosinya.
"Kalo nggak ada lagi yang dibahas, Wonwoo pergi,"
Baru dua langkah, tangannya ditahan. Wonwoo melepas paksa genggaman ayahnya pada pergelengan tangannya. Beberapa karyawan lainnya menyimak kejadian ini.
"Kamu setega itu sama Ayah?"
"Coba pikir dulu sebelum ngomong, Yah," Tukas Wonwoo meremehkan lalu benar-benar keluar untuk pergi.
Wonwoo mengambil sepeda motornya dengan grasak grusuk. Kedatangan ayahnya benar-benar pertanda buruk. Wonwoo lumayan tenang hidup selam satu tahun terakhir ini. Walaupun nggak telalu punya banyak teman, intinya hidup jauh dari rumah lebih membahagiakan.
Mata Wonwoo memanas. Ia kerap tertawa ketika mengulang ucapan ayahnya yang mengatakan bahwa Wonwoo tega padanya. Wonwoo melajukan motornya lebih cepat. Ia ingin melampiaskan amarahnya.
Wonwoo berhenti di jembatan yang sepi dengan penerangan minim. Angin menerpa rambut serta wajah tampannya. Ini jadi tempat favorit Wonwoo setelah Zelo mengajaknya untuk mencari udara segar.
Dan tentunya. Untuk melampiaskan semuanya.
"JEON MINWOO BRENGSEK!"
Jangan kira semua orang pendiam itu nggak misuh. Wonwoo bukan tipe yang gampang mengekspresikan perasaannya pada orang lain. Hanya ini satu-satunya.
Setelah menarik nafas dalam satu tarikan, Wonwoo kembali berteriak, "BANGSAT!"
Seketika rasanya plong. Walaupun masih terasa membekas. Wonwoo memilih untuk pulang. Nggak ada gunanya memikirkan Minwoo. Seorang kepala rumah tangga yang nggak layak dijadikan seorang ayah.
Wonwoo sangat membenci ayahnya.
🌼
visual ayah wonwoo diserahkan kepada imajinasi kalian ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Dating Stranger ⨾ wonwoo, yerin. ❞
FanfictionOnly love can hurt like this. '20 by RAN