Sedingin Es Kutub

2.5K 180 6
                                    

Terkadang kehidupan, tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terkadang kehidupan, tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita menginginkan ini, akan tetapi Dia selalu memberi yang lain, bahkan bisa lebih dari apa yang kita bayangkan. Itu karena apa? Karena Allah tahu apa yang lebih kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Dan juga, Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk kita. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-baqarah ayat 216, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik untukmu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak.”

Seperti kehidupan seorang  gadis yang saat ini sedang menangis di pojokan asrama Fatimah 1. Isakkan tangisnya terdengar sampai ke telinga Aira yang sedang menambal kitab.

Aira pun menghentikan kegiatannya lalu berjalan menuju gadis itu.

“Ente kenapa?” tanya Aira, ia terduduk di samping gadis itu.

“Aku kangen Ayah sama Ibu, aku nggak mau masuk pondok,” lirihnya. Isakkannya kini berubah menjadi sesegukan, gadis itu menangis sesegukan di samping Aira.

Aira mencoba untuk menenangkannya, ia membiarkan kepala gadis itu tenggelam pada pundaknya.

“Kenapa ente nggak mau mondok? Padahal di pondok itu kan enak, kamu ngerasain sendiri kan?” tanya Aira lagi seraya mengelus pucuk kepala gadis itu.

“Pondok itu nggak enak Mbak, di sini kita jauh dari orangtua, jauh dari teman lama juga. Pokoknya di pondok itu nggak enak, hikss!!” Tangisnya semakin kencang, sehinggia membuat Aira kelabakan.

“Hei! Jangan kencang-kencang nangisnya. Nanti kalau Ustazah tahu bagaimana? Nanti dikiranya aku yang sudah membuatmu menangis!” ucap Aira mencoba untuk menenangkan gadis itu.

Satu detik, gadis itu masih menangis, namun tangisnya sudah mereda sedikit. Hingga tiba di detik kelima, gadis itu menyeka air matanya yang sudah setengah mengering.

Setelah benar-benar tangisan gadis itu mereda, Aira mulai bertanya apa penyebab dirinya menangis dan apa alasan dia tidak ingin masuk pondok.

“Apa alasanmu tidak ingin mondok?” Gadis itu diam sejenak. “Aku tidak ingin masuk pondok karena jauh dari orangtua, dan di sini semua kakak kelasnya jahat-jahat. Apalagi...” gadis itu menggantungkan

Aira mengerutkan dahinya. “Apalagi Mbak Ziah.” Gadis itu menunduk dalam-dalam. Sementara Aira mengangguk paham.

“Sudahlah, tidak perlu kau risaukan soal Ziah. Dia memang seperti itu. Kenakalannya lebih dari Wafiq,” ucap Aira. Gadis itu mendongak. “Tapi... aku tidak suka padanya. Dia selalu berbuat semaunya.”

“Sudahlah sudah. Btw, nama ente siapa? Hehehe ane tidak terlalu hapal sama santri baru.” Aira menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Rahma, Mbak,” jawabnya.

Aira tersenyum. “Baik Rahma, mulai sekarang kita berteman?” Aira mengulurkan tangannya, dan Rahma menerimanya dengan senang hati.

Senyum keduanya pun merekah. Rahma begitu bahagia bisa mengenal Aira.

He Is My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang