Sisi Lain Dia

1.4K 126 17
                                    

Tiga minggu kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga minggu kemudian.

Sejak kejadian lamaran tersebut, kini kedua keluarga tengah sibuk mempersiapkan pernikahan. Mulai dari mencetak undangan, memesan WAO, mendaftarkan pernikahan ke KUA, serta fitting baju.

Wafiq dan Luthfi memasuki mobil setelah dipaksa oleh sang umi untuk memilih baju pernikahan di butik keluarga. Di dalam, keduanya tampak canggung, Luthfi mulai menyalakan mobilnya.

Suara bising dari mobil terdengar mengganggu indera pendengaran Wafiq, gadis itu berdecih, melihat Luthfi dengan tatapan tajam.

"Kenapa? Mobilnya rusak?" tanya Wafiq setengah dongkol.

Luthfi tak menjawab, melainkan ia keluar dari mobil, memeriksa mesinnya. Tiba-tiba asap keluar dari mesin mobil, lelaki itu terbatuk, segera menjauh dari posisi saat ini.

Wafiq yang melihat itu menyusul Luthfi keluar. "Kok bisa rusak sih!" Emosinya mulai tidak tertahankan.

"Sepertinya mesin mobilnya rusak. Sebentar saya telepon montir bengkel terlebih dahulu," ucap Luthfi.

"Terus kita harus nunggu gitu sembari mobilnya di benarin?" tanya Wafiq dan Luthfi hanya mengangguk.

Wafiq menggeleng tidak terima.

"Apa mau pakai mobilnya Mas Hasan aja kali ya?" ucap Luthfi hendak berjalan, meminjam mobil Hasan.

Namun Wafiq menghentikannya, tiba-tiba ia menarik lengan Luthfi tanpa aba-aba. "Kamu mau apa? Kita belum halal!"

"Nggak usah banyak tanya Gus. Kalau nunggu sampai mobilnya nyala, itu bakalan makan waktu yang lama. Juga kalau mau minjam mobil Gus Hasan, nggak enak ah, beliau kan pasti punya kesibukkan sendiri. Saya tahu jalan alternatif yang lebih mudah. Lebih baik Gus ikut saya!"

Luthfi mengerutkan dahi bingung, ia hendak melepas tangan Wafiq.

"Sudah siap Gus?" tanya Wafiq sembari menyeringai. Tanpa aba-aba, gadis itu lari, Luthfi terkejut, badannya hampir terhuyung karena belum siap. Untung saja tidak ada para santri yang sedang berlalu-lalang.

Keduanya tertawa lepas, seolah kabur dari suatu tempat. Diam-diam Luthfi tersenyum melihat tingkah kekanakkan Wafiq.

"Kita mau naik apa?" tanya Luthfi setelah mereka sampai di jalan raya.

Wafiq mengatur napasnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Luthfi.

"Dari sini naik angkutan umum sampai ke stasiun, setelah itu, naik kereta. Gus punya duit kan buat bayarnya?" Mata Wafiq menajam.

Luthfi memeriksa saku celana serta saku jas-nya. "Sepertinya dompet saya tertinggal."

Sontak mata Wafiq membola. "APA!!"

Detik selanjutnya Luthfi terbahak.

"Hahaha wajah kamu lucu juga ya kalau kayak gitu," canda Luthfi. Wafiq memberengut sebal.

He Is My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang