Pagi kembali datang. Hari minggu yang cerah, di dalam asrama Fatimah 1 Wafiq tengah mencatat sesuatu di binder kesayangannya.“Apa yang sedang lo tulis?” tanya Nabila tiba-tiba.
“Gue lagi nyatet rangkuman kitab yang kemarin di ajarin sama Ustaz Ari.” Nabila mengangguk.
“Hmm... gimana sama tantangan Ziah yang kemarin? Apa yang bakal lo lakuin buat naklukin hati Gus Kutub?” Spontan Wafiq terperanjat, ia menepuk jidatnya.
“Ya Allah, gue lupa. Hari ini udah di mulai tantangannya, gue harus nyusun strategi,” ucapnya. Nabila menggeleng.
“Hai guys!” seru Aira dan Rahma bersamaan dari arah pintu asrama.
“Wa'alaikumussalam,” jawab Nabila dan Wafiq kompak. Aira dan Rahma menyengir.
Aira dan Rahma berjalan menghampiri mereka.
“Ada apa?” tanya Aira saat melihat wajah Wafiq yang di tekuk.
“Anterin gue ke pasar yuk?” ajak Wafiq.
Ketiga sahabat itu tercengang. “Mau ngapain?”
“Udah ikut aja, nanti juga lo tahu.” Wafiq menarik tangan Aira. Lalu bergegas pergi menuju asrama ustazah. Sementara kedua sahabatnya yang lain mengikutinya dari belakang.
🥀🥀🥀
Setelah mendapat izin dari Ustazah yang menjadi pembina kamar asrama Wafiq, keempat sahabat itu berjalan menuju pasar yang letaknya tidak terlalu jauh dari pondok. Ya, cukup dengan berjalan kaki, mereka sampai di pasar.
“Bang, tepung meizena satu, oreo dua bungkus, sama kejunya satu, sama susu dancow nya dua ya,” ucap Wafiq saat dirinya sampai di toko sembako.
“Siap Neng,” jawab penjual itu seraya tangannya mengambil barang-barang yang telah disebutkan Wafiq lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik.
“Buat apa lo beli itu Piq?” tanya Nabila bingung.
“Iya Mbak Wafiq, buat apa toh beli itu? Mbak Wafiq mau bikin kue ya? Buat kita-kita tah?” sambung Rahma dengan mata yang berbinar.
“Nanti juga kamu tahu,” jawab Wafiq. “Oh iya, jadi berapa Bang?”
“Empat puluh lima ribu Neng.” Kata penjual itu seraya menyerahkan kantong plastik yang berisikan barang pesanan Wafiq. Gadis itu mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dari dalam dompetnya, lalu menyerahkannya pada sang penjual dan mengambil kantong plastik tersebut.
“Kembaliannya ambil saja Bang,” ucap Wafiq. Lalu bergegas pergi dari toko itu.
“Matursuwun Neng,” teriak penjual itu kepada Wafiq yang langkahnya sudah jauh dari pasar.
Langkah Wafiq terlihat tergesa-gesa, membuat ketiga sahabatnya sedikit kesulitan untuk mengejarnya.
“Sebenarnya lo itu mau buat apasih?” Nabila mencekal lengan Wafiq. “Oh, atau ini adalah salah satu strategi lo buat naklukin hati Gus Kutub?”
Mendengar itu, Wafiq berhenti. “Yaps, tepat sekali!”
Aira dan Rahma terkejut. “Apa!”
Wafiq tidak menanggapinya, ia lebih memilih untuk melanjutkan jalannya untuk kembali ke pondok.
🥀🥀🥀
Saat ini Wafiq sedang berada di dapur bersama para sahabatnya dan juga Mbok Nayya. Tentu, sebelumnya gadis itu sudah izin terlebih dahulu pada Mbok Nayya.
Wafiq membuka bungkus oreo lalu memisahkan antara isi oreo yang berwarna putih dengan oreonya. Lalu setelah semuanya terpisah, Wafiq mulai memblender oreonya.
Sementara Nabila mencoba untuk membantu Wafiq memasak tepung meizena yang sudah tercampur oleh susu dancow dan keju.
“Aduk sampai kental ya Bil.” Kata Wafiq seraya menuang setengah oreo yang sudah di blender ke dalam tempat makan.
“Kalian ini lagi pada bikin apa toh?” tanya Mbok Nayya yang sedari tadi memperhatikan mereka.
“Mau buat cheesecake oreo Mbok,” jawab Wafiq tersenyum.
“Wah, kok tumben sih Nduk?”
Wafiq menyengir. “Iya Mbok.”
“Piq, udah kental nih.” Kata Nabila. Wafiq menghampiri Nabila, lalu menuang panci yang berisi tepung meizena ke dalam tempat makan yang sebelumnya sudah di isi oreo. Setelah menuang tepung meizena, Wafiq kembali menuang oreo di atasnya, lalu di lapisi kembali dengan keju yang sudah di parut sebelumnya.
“Mbok, Wafiq titip sebentar ya di kulkas,” ucap Wafiq. Mbok Nayya mengangguk.
Setelah semuanya selesai, Wafiq bertanggung jawab membersihkan semua peralatan masak yang ia pakai. Sembari menunggu cheesecake oreo nya dingin, keempat sahabat itu kembali ke asrama.
🥀🥀🥀
Tiga puluh menit telah berlalu, Wafiq kembali ke dapur, membuka kulkas lalu mengambil cheese cake oreo yang sudah mengeras.
“Jadi sekarang apa yang mau lo lakuin Piq?” tanya Nabila.
“Gue bakal ke rumah pohon Gus Kutub,” jawab Wafiq.
“L serius?” Wafiq memutar bola mata malas. Ia tidak menanggapi Nabila dan memilih berjalan menuju rumah pohon Luthfi.
Sesampainya di bawah rumah pohon, Wafiq melihat sekeliling. Aman. Tidak ada orang. Dengan segera, Wafiq menaiki tangga rumah pohon.
“Yes ada Gus Kutub!” Wafiq bersorak girang saat ia mendengar suara Luthfi dari balik pintu yang tertutup.
Ceklek!
Saking kesenangannya, Wafiq sampai tidak sadar bahwa pintunya terbuka akibat terdorong oleh sikunya.
Seketika Luthfi menoleh. “Kamu!”
Wafiq menyengir, lalu masuk ke dalam rumah pohon Luthfi.
“Apa kabar Gus?” tanya Wafiq seraya tersenyum lebar. Namun Luthfi tidak menjawab.
“Datar banget sih itu muka,” gerutu Wafiq pelan saat melihat wajah Luthfi yang datar, tanpa ekpresi.
“Ada keperluan apa kamu sampai datang ke sini? Kamu tahu, ini ruang pribadi saya. Tidak ada satupun santri yang berani datang ke sini!” sarkasnya.
“Tidak ada satupun santri yang berani datang? Hahaha anda salah besar Gus. Buktinya ada. Yaitu saya,” ucap Wafiq.
Luthfi geram, dari sekian wanita yang ia temui, baru kali ini ada yang mengusik dirinya. Hanya Wafiq orangnya, tapi benarkah itu?
“Saya ke sini membawakan cheesecake ini untuk anda.” Wafiq menyodorkan tempat makan yang berisi cheesecake kepada Luthfi.
Emosi Luthfi semakin menjadi, dengan geram ia mengambil cheesecake itu, lalu membuangnya ke sembarang arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is My Coldest Gus
Teen FictionCover by @ichintanptr_ *** Siapa yang tidak mengenal Wafiq Azizah? Dia seorang gadis pembuat onar di salah satu pondok pesantren ternama. Kedatangan salah satu anak kiai dari Mesir yang super dingin membuat Wafiq harus menerima tantangan dari...