Yang sempat menderita lebih dulu, terkadang jatuh cinta dengan kesengsaraan orang lain. Ceritanya agar setara begitu, sama sama merasakan kepahitan dijagat raya. Dangkal sekali.
Namun, beberapa diantara mereka diberi kesempatan untuk menjadi perasa.
Mengantisipasi jangan sampai ada lagi spesies manusia yang ikut jatuh berkubang dalam sialnya menjadi peran paling menderita.Dan orang itu adalah; Dora.
☆☆☆Berasa paling menderita, nebar story melankolis dimana mana.
Untuk apa juga harus ada manusia semacam itu?
Ngeluh terosss ...
Dora mendengus sebal lalu mematikan ponsel yang sejak tadi dia omeli. Kini, perempuan 19 tahun itu tengah duduk manis bersama penumpang lain didalam transportasi umum yang akan membawanya menuju kampus.
Sudah hampir satu jam. Pikirnya, kenapa belum sampai juga?
Apa roda kendaraan itu hanya berputar dan berjalan ditempat? Laksana pelatihan baris berbaris, begitu.
Nyatanya, bus sudah berhenti hingga puluhan kali lalu mengangkut penumpang yang terus bergantian lagi dan lagi.
Tidak masalah, tadi kondisi bus terlihat masih begitu sepi.
Tadi!
Bukan sekarang, sekarang situasi berbeda, sudah berubah menjadi berdesakan, hingga yang bertubuh mungil harus merasakan tersiksanya berada dibawah ketiak manusia-manusia bertubuh seukuran tiang listrik.
Bagaimana aromanya?
Jangan ditanya.
Ngeri.
Silahkan bayangkan sendiri.
Jikalau bukan Dora, mungkin sudah mengabadikan momen dengan ponsel, membidik spot menarik, jepret sana jepret sini. lalu mempostingnya dengan caption "haruskah kumenangis melihat keadaan ini?"
Dora bergidik, ntah kenapa tiba tiba asam lambungnya naik walau hanya sebatas halu saja.
Ayolah, tidak semua hal harus diumbar. Kendati ingin berbagi.
Berbagi bukan pamer atau curhat kemedia!
Berbagi dipondok amal!
Curhat ke Mama Dedeh sana!
Ish. Dora tidak pernah suka dengan pribadi yang gampang sekali menampilkan sesuatu bertajuk 'curahan hati' disosial media.
Dora mencebik, kenapa juga dia harus kembali membuka ponsel. Hingga mendapati sebuah story baru yang mana berasal dari teman sekelasnya sendiri, dan kebetulan mereka satu bus.
Seperti dugaan. Temannya itu memposting keadaan didalam bus tersebut, dengan caption yang ... luar biasa.
Luar biasa alay.
Manusia penuh drama.
Dasar. Dora berdesis.
Namum untuk sesaat ...
Kenapa juga lo harus perduli?
Pikir Dora, iya juga. Kenapa dia harus perduli?
Oke cukup, lebih baik jangan banyak menggerutu lagi. Dora akan diam dan menunggu sampai bus tersebut benar benar berhenti tepat didepan kampus.
Sedetik.
Dua detik.
Lima menit.
Masih aman.
Namun, bukan kehidupan Dora namanya kalau adem ayem saja. Ketika bus kembali berhenti, masuk dua pasangan muda-mudi yang kemudian duduk disampingnya.
Roda kendaraan tersebut kembali bergesek disepanjang jalan aspal.
Masing masing dari dua muda mudi yang sudah anteng disebelah Dora, tampak gemar sekali menjajakan gigi kemana mana, ketawa ketiwa tak ingat situasi, saling membalas cubitan seakan hanya merekalah satu satunya pemilik dimensi.
Bahkan, sesekali sicewek merangkul lalu bersandar dipundak sang cowok. Eh, sicowok malah balas mengusap gemas puncak kepala ceweknya.
Lama lama Dora jadi ikut gemas juga.
Boleh tidak, dia juga membalas? Menampoli mereka dengan sandal swalownya dirumah. Tapi nanti, mau diambil dulu.
Bukan tidak menyadari. Namun Dora pura pura tuli dan tidak perduli.
Dia melemparkan pandangannya kemana saja, asal jangan ke-dua muda mudi bucin mendarah daging disana.
Dia jijik.
Kecuali jika disuruh melempar batu bata kemuka mereka, Dora siaga.
Haruskah kumenangis melihat keuwuwan ini?
Ada jiwa jomblo yang sedang meronta.
Ting!
Satu notifikasi mampir keponsel Dora.
Aldo: Hahaha
***
04 - September - 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
NETRAL
RandomBerada diantara dua pihak yang sama sama memiliki rahasia sakit terbesar, membuat Dora sendiri bingung mau bagaimana. Mereka sungguh dua kutub yang berbeda. Berlawanan dalam menunjuk 'kan perih yang menjejali. Namun keduanya berakar pada masalah yan...