5. Minggu Pagi

24 5 0
                                    

Minggu, merupakan hari yang begitu menyenangkan, bisa rebahan sepanjang detak konstan jarum jam.

Apalagi tidak perlu repot memutar otak untuk presentasi didepan kelas. Atau sekedar mendengarkan omelan Hilda yang setiap hari menjelaskan bagaimana kualifikasi seorang teman yang seharusnya.

Dora malas mengingat hal itu.

Tapi, bagi cewek seperti dia. Hari libur tidaklah etis bila hanya diisi dengan rebahan, guling gulingan. Atau cuma sekedar bermalasan hingga berakhir ditempat yang sama; pulau kapuk.

Logikanya gini; jika dari senin sampai sabtu selalu padat terisi jadwal yang membabat habis kesempatan untuk relaksasi. Maka justru dihari minggu harus ekstra melakukan hal yang menyenangkan dan menyegarkan pikiran. Tapi bukan bermalas malasan juga.

Kalau rebahan dijadikan alasan untuk istirahat, Dora rasa itu cuma sekesar alibi.

Memangnya dimalam hari tidak cukup waktu untuk itu?

Lagian, Dora pikir. Sedikit bergerak dan terlalu banyak rebahan akan membuat persendian kurang terlatih.

Bahkan dampaknya membuat persendian tubuh justru terasa kaku dan tidak nyaman.

Punggung bagian bawah juga akan terasa sakit karena lama tidak melakukan aktivitas fisik sehingga menyebabkan kehilangan kekuatan dan fleksibilitas otot.

Dora pernah mengalaminya.

Karena itu, Dia memutuskan untuk malas rebahan lagi.

Bisa jumawa Ichal kalo melihat seorang Dora tiba tiba merengek sakit.

Dedikasinya akan selalu dimanfaatkan setelah Dora sembuh, dan itu merugikan Dora.

Apalagi jika harus merogoh kocek.

Gocengpun Dora tidak rela.

Selain itu, setidaknya minggu pagi ini tidak berlalu sia sia.

***

Kicauan burung masih terdengar bersahut sahutan. Menandakan pagi masih begitu asri dan tenang.

Dora sudah berdiri tegak didepan halaman.

Hari ini dia akan berkebun saja, karena Dora tidak punya kebun. Jadi taman bunga didepan rumahpun jadi juga.

Cewek itu sudah berjongkok, menggali tanah dan menyedok dengan centong semen, memindai tanaman berupa bunga kamboja yang sempat ibunya bawakan pekan lalu, dari polybag kedalam pot yang masih anyar.

Gini gini, Dora sangat menyukai tanaman.

Selain menyegarkan, melihat kehijauan juga selalu membuat pikiran Dora terasa nyaman.

Ini baru relaksasi. Bagi Dora.

Selang beberapa menit kemudian, sekiranya hampir selesai. Dora berdiri, mengusap dahi yang sudah berkeringat jagung.

Matahari juga mulai bergerak naik.

Dora bertolak pinggang. Menelisik setiap ragam tanaman yang mengitari halamannya.

"Lidah buaya ada, lidah mertua ada ..." cewek itu bergumam sambil menunjuk nama nama tumbuhan yang baru saja dia sebutkan.

Kedua sudut bibirnya melengkung kebawah, seiring dengan telunjuk yang bergerak seperti tengah memastikan sesuatu.

"Satu yang kagak ada nih ... lidah netijen!"

Dora terbahak sendiri, siapa sih yang mencetuskan nama tanaman lidah itu?

Mungkin seumpama lidah manusia kali ya?

Banyak macam dan ragamnya.

Trak!

NETRALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang