1. Bukan Setan!

80 6 4
                                    

"Dor!"

Tidak sedikipun cewek tersebut menoleh, baik itu karena kaget ataupun seperanakanya yang lain.

Hilda yang merasa sia sia saja datang dengan kejutan. Malah disangka laler hinggap oleh temannya itu.

Manik cokelat milik Dora masih betah menatap layar ponsel yang berada dalam genggaman, sesekali dia menaruh benda pipih tersebut diatas meja. Mencari posisi yang ajib, lalu menunduk sambil terus men-scroll layar ponselnya.

Hilda menghentakan kaki berulang kali.

Lalu menepuk bahu Dora sedikit keras
"Dor!!"

Sepersekian detik, Dora menghela napas, me-Lock Screen ponselnya dan kian menengadah "gue gak tau lo bermaksud buat ngagetin gue, atau emang lagi panggil nama gue, tapi gue saranin ... lo bisa cari inisiatif lain buat nggak bikin gue puyeng, misalnya, panggil nama lengkap gue tanpa harus disama-sama in kayak martabak, alias, dipotong potong."

Omong omong soal martabak, Dora jadi berpikir, apa kabar ya sama martabaknya kemarin malam? Masih sehat Walafiat?

SiDora The Explorer ini, pendiam sih. Nggak pernah senam lidah, tapi sekali gerak dikit. Tuh lidah langsung kepelintir kayaknya. Pikir Hilda, menatap Dora dengan menyipit.

Tidak tidak, matanya memang sipit.

"Jangan mikir yang nggak nggak, apa lagi sampe bawa bawa serial animasi yang ono noh!"

Hilda mendelik, rahangnya jatuh. Oh tidak!

Dora ini cenayang ya? Bagaimana mungkin praduganya bisa pas begitu?.

"Nggak usah sok kaget, yang dari tadi nge-Dor, nge-Dor kan elo ... cepat ngomong kenapa? gue mau pulang."

Hilda menurut. "Kenapa."

Bola mata Dora memutar, rasanya sebal sekali, bukan itu yang dia maksudkan!

Sayang, membuat orang lain mengerti, adalah hal yang paling malas untuk Dora lakukan.

Sejurus kemudian, Dora bergerak menyimpulkan semua barangnya saat itu juga, hingga menyisakan ponsel yang masih duduk bersila diatas meja.

Karena dia masih sabar. Sejauh ini Hilda masih dipantau.

Pada akhirnya, Hilda berkedip dan sedikit bergeser lalu kemudian berjongkok, hingga posisinyapun sudah ikut sejajar dengan Dora yang masih duduk anteng dikursi.

Sudah capek capek begitu, bahkan hampir lesehan dilantai. Dora malah berdiri sembari menyandangkan tas dibahu, lalu mengambil ponsel dan menggenggamnya dengan erat.

"Kok lo bediri sih?" Tanya Hilda kesal, bahkan wajahnya mendadak kisut.

terdengar Dora menghela napas, seakan ikut menghempas 'kan rasa lelahnya hari ini.

Lagian, kenapa juga Hilda harus melontarkan kalimat retoris seperti barusan. Sudah tentu Dora berdiri karena dia ingin, memangnya ada larangan untuk itu?.

Dora menunjuk Hilda dengan dagunya "Lah, lo ngapain jongkok disitu? Kalo mau jongkok di wc. Kalo disitu ribet, ntar siapa yang bersiin."

Tidak bisa dipungkiri, Hilda kesal bukan main. Hidungnya saja sudah kempang-kempis, pun dengan pipi mengembung yang begitu kentara.

Dengan cepat, Hilda berdiri sembari menepuk-nepuk jeans nya yang sedikit berdebu.

"Sebenarnya gue kesal Dor" cewek itu mulai menggerutu.

Dengan bibir berkedut, Dora bergumam sambil angguk angguk kepala. Kemudian berkata "lo kesal sama diri lo sendiri?"

Hilda menggeleng tegas.

NETRALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang