PoV Rena
Tap tap tap. Aku mendengar langkah kakinya menapaki tangga. Jantungku semakin berdebar. Kutelan salivaku gugup.
Kreeekk. Pintu kamar terbuka.
"Mas ...."
Mas Arya menoleh padaku yang berdiri di samping lemari.
"Rena ...." Lelaki dua puluh tujuh tahun itu menatapku pangling.
"Iya, mas. Ini aku, Rena istrimu ...."
Mas Arya berjalan mendekatiku. Matanya masih menatap lekat ke wajahku. Pria tampan itu semakin dekat dan jarak wajahnya denganku hanya sekitar 60cm.
Ah, aku bisa merasakan aroma parfumnya dan hangat suhu tubuhnya.Oh my God! Apa dia mau menciumku? Mataku memejam dan kepalaku memicing ke samping.
Plaakkk! Aku terkesiap. Mas Arya menamparku pelan. Membuatku membuka mata dan menatapnya bingung.
"Hahaha ... kenapa matamu terpejam begitu? Apa kau pikir aku mau mencium dirimu? Heelooowww ... Mana mungkin aku mau mencium ondel-ondel seperti kau. Hahaha ...." Mas Arya tertawa terbahak-bahak. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya hatiku, dihina sedemikian rupa oleh suami sendiri.
Kedua sudut netraku mulai mengembun. Aku menengadah menatap plafon kamar. Menjaga agar jangan sampai terjatuh di hadapannya. Harapanku hancur seketika dalam hitungan detik.
"Mungkin kau sedang demam tinggi ya?" Tangannya diletakkan di dahiku. Namun aku mengelak pelan, dengan memalingkan wajahku ke samping.
"Perempuan buruk rupa dan cupu sepertimu mau berdandan secantik apapun, tetap saja kau adalah si bebek buruk rupa. Lihat dandananmu yang menor kayak badut ancol. Pakaianmu ...." Dipegangnya rok panjang kembang selututku yang dipenuhi biku lipatan dan kemeja pemberian mamak. "Pakaian model apa ini? Ini sih baju zaman penjajahan Belanda. Haha ...."
"Cukup! Stop! Stop, mas!" hardikku. Aku yang sedari tadi duduk di kursi riasku, tiba-tiba bangkit. Aku sendiri merasa bingung dengan keberanianku. Mungkin karena aku sudah merasa jenuh dengan hinaan demi hinaan dari mas Arya selama sekian bulan ini.
Mas Arya berhenti tertawa. Tapi masih saja dia menatapku dengan tatapan mengejek. Astaghfirullah, manusia macam apa laki-laki di hadapanku ini.
"Bisa tidak mas, mas sedikit saja menghargai usahaku. Aku melakukan semua ini supaya kau bisa mencintaiku ... bisa menghargaiku sedikiiit saja. Tapi apa yang kudapat? Cacian dan hinaan setiap hari ...."
"Lalu ... apa kau pikir aku minta kau melakukan semua hal bodoh ini? Melihat penampilanmu ini saja, boro-boro aku mencintaimu, malah aku semakin jijik melihatmu."
"Tapi, mas, aku ini istri sah mu. Kenapa kau malah lebih mencintai orang lain dari pada aku." Butiran bening yang sedari tadi menggenang di sudut netraku, justru kali ini malah berlomba turun ke sudut bibir dan dagu.
"Sudah berapa kali aku bilang. Aku tidak pernah mencintaimu. Kalau bukan karena ancaman papi, tak akan pernah sudi aku menikahi perempuan cupu jelek macam kau. Tinggal tunggu waktu saja dan kau akan segera kucampakkan. Lalu Tamara yang akan menjadi ratu di rumah ini." Mas Arya menyambar jas dan kunci mobilnya, kemudian bergegas keluar meninggalkanku.
"Mas ... tunggu, mas! Mas mau kemana lagi?"
Tanpa mempedulikan panggilanku, mas Arya sudah menghilang di balik pintu.
Aku menangis. Menatap nanar ke arah pintu yang terbuka, lalu jatuh terduduk di tepi ranjang.
Sebegitu hinakah aku perempuan kampung ini? Yang sama sekali tidak pernah mengenal dunia mode ataupun kecantikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Buruk Rupa
Teen Fiction"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang. "Emangnya kenapa? Apa urusanmu? "Mas, aku ini kan istrimu. Tega sekali mas bicara seperti itu," ucapku lirih dengan mata mulai mengembun. "Asal kau tahu ya. Aku itu tidak pern...