"Ini dia orang yang akan menggantikan saya sebagai direktur di PT. Hadikusumo Corporation."
Riuh tepuk tangan menyambut masuknya calon direktur baru perusahaan milik bapak Cokro Hadikusumo.
Dengan kemeja berpita di dada dan rok payung selutut aku melangkah masuk ke dalam ruangan meeting tersebut.
Puluhan pasang mata menatapku yang berjalan dengan kepala menunduk. Dari ekor mataku, aku bisa melihat mereka berkasak kusuk dan ada pula yang menahan tawa.
"Apa? Rena? Direktur baru kita?" tanya mas Arya tak percaya.
Papi tak menjawab. Mas Arya mendengus kesal karena dicuekin ayahnya sendiri.
"Inilah direktur baru yang akan menggantikan saya. Pasti sudah kenal kan sama Rena, menantu kesayangan saya kan?"
"Iya sudah, Pak," jawab mereka serentak.
"Karena kondisi saya yang sudah tidak begitu sehat, maka mulai sekarang, ibu Rena yang akan menggantikan posisi saya. Saya harap, bapak dan ibu bisa menghargai dan memperlakukan beliau sama seperti saya. Paham?"
"Paham, pak."
"Baiklah, hanya itu saja tujuan saya memanggil bapak dan ibu kemari. Kalau begitu, staf-staf karyawan lain bisa kembali bekerja ya."
Para staf meninggalkan ruangan meeting. Dan papi juga mengajakku keluar untuk melihat ruang kerjaku. Ada rasa ragu di hatiku. Apa mungkin aku bisa mengurus perusahaan sebesar ini? Sementara aku hanya tamatan SMA.
Langkah papi berhenti ketika sampai di depan sebuah ruangan berkaca dan mendorong pintunya.
"Ini ruangan kerja kamu."
"Tidak bisa, pi! Enak saja. Ini kan ruangan Arya," celetuk mas Arya tak terima.
"Memangnya kamu siapa? Kamu kan bukan direktur lagi. Sekarang kamu staf marketing biasa. Dan kamu silahkan gabung dengan mereka," ucap papi sambil menunjuk ke arah ruangan terbuka, dengan meja bersekat-sekat. Kalau di kampungku, tempat seperti ini namanya warnet.
"Maksud papi ... aku cuma jadi karyawan biasa? Pi, Arya ini anak papi. Masa papi lebih percaya dengan orang lain ketimbang Arya sih."
"Rena bukan orang lain. Bagi papi dia sudah seperti anak papi sendiri."
"Tapi ... pi. Dia itu juga tidak berpendidikan. Apa bisa dia mengatur perusahaan. Papi jangan sembarang percaya sama orang. Kalau dia tiba-tiba kabur membawa uang perusahaan gimana?"
"Jaga bicaramu, Arya! Semua sudah papi pikirkan matang-matang. Justru perusahaan akan lebih bahaya kalau kau yang pegang. Jangan kau pikir papi tidak tahu kelakuanmu. Kau menyelewengkan uang perusahaan demi perempuan matre itu kan?"
Mas Arya terdiam. Kepongahannya mendadak lenyap mendengar kelakuannya selama ini ternyata diketahui papi.
"Untung saja kau itu anakku. Kalau tidak, sudah papi laporkan kau ke polisi karena sudah merugikan perusahaan."
"Jangan, pi. Arya minta maaf. Jangan laporkan Arya ke polisi," mohonnya dengan wajah memelas.
"Sekarang semua urusan perusahaan sudah papi serahkan ke tangan Rena. Nanti Rena juga yang akan menggajimu. Tentu saja dengan gaji staf marketing biasa. Kalau kau butuh uang lebih, maka kau juga harus kasbon ke bagian keuangan seperti karyawan lain. Paham?"
"Tapi, pi ... argh," dengusnya kesal lalu keluar dari ruangan.
Pria berkumis itu menghela napasnya melihat perilaku anaknya barusan, lalu pandangannya beralih kepadaku.
"Mulai sekarang, kamu akan bekerja di sini. Dinda yang akan jadi sekretaris kamu. Nanti dia juga yang akan mengajari dan mengurus semua keperluanmu. Kalau ada yang tidak paham, kamu bisa tanya sama Dinda. Mudah-mudahan kalian bisa cocok ya. Bukan begitu, Dinda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Buruk Rupa
Teen Fiction"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang. "Emangnya kenapa? Apa urusanmu? "Mas, aku ini kan istrimu. Tega sekali mas bicara seperti itu," ucapku lirih dengan mata mulai mengembun. "Asal kau tahu ya. Aku itu tidak pern...