BAB 4

90 2 0
                                    

       Ayana berlari, entah apa yang menyebabkannya berlari. Ia terus berlari dengan menggenggam senter di tangan kanannya. Ia tidak tahu berada dimana, semua disekelilingnya gelap. Ia terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Keringatnya mulai bercucuran kemana-mana. Suara-suara aneh mulai terdengar, ia mulai ketakutan tapi terus berlari, entah sudah sejauh mana ia berlari, ia tdak tahu. Ia terus berlari. Terus berlari sekuat tenaga hingga cahaya putih nampak, ia menuju kesana. Sesampainya disana jalannya terpisah, terdapat tebing yang dibawah sana terdapat jurang yang begitu dalam. Mau tidak mau ia harus melewati jembatan agar sampai diseberang sana. Ia harus melewati jembatan kayu tanpa pegangan, jembatan yang lebarnya dua jengkal tangan, dan jembatan tersebut berlubang lubang.

                Suasana sekitar Ayana begitu gelap, hanya bergantung cahayanya rembulan. Ayana ingin menyeberangi jembatan itu, akan tetapi ia gusar, gelisah, dan takut untuk menyeberanginya. Beberapa kali ia mencoba memantapkan dirinya. Satu langkah kakinya menyentuh jembatan, satu langkah kemudian kakinya mundur menjauhi jembatan, begitu terus. Sampai sampai seseorang datang dari belakang Ayana, seseorang itu laki laki, dengan tubuh tinggi, punggungnya lebar, lengannya sedikit berotot, dan rambutnya cepak. Meskipun terlihat remang remang wajahnya, namun Ayana tahu siapa dia.

"kita seberangi bersama sama Ay" dia melangkah maju lebih depan daripada Ayana, kemudian ia mengulurkan tangannya kepada Ayana. Ayana awalnya ragu untuk menerima uluran tangan tersebut, namun akhirnya Ayana menerima uluran itu. Tangan  mereka berdua tertaut. Mereka melangkah pelan-pelan, dengan laki-laki itu memimpin di depan. Mereka melangkah dengan bergandengan, Ayana mengikutinya dari belakang, laki laki itu melangkah lebih dulu dan selalu memperhatikan langkah Ayana agar tidak jatuh. Mereka berada di tengah jembatan. Entah mengapa jembatan tersebut  terasa begitu panjang dan anginpun terasa begitu dingin. Tiba-tiba kaki Ayana terkilir, ia terpeleset ke samping. Ia menggantung, tangannya masih terpaut dengan laki laki itu. Ayana melihat kebawah, ia ketakutan. Ia berada diketinggian, ia mengerjap-ngerjap matanya. Benar-benar sangat dalam jurang itu. Laki laki itu mencoba menahan Ayana dan berusaha menarik Ayana keatas. Ayana sudah tidak tahan, ia memejamkan matanya.
Laki laki itu berkata "Bertahanlah ay, aku akan menolongmu. Aku janji kita akan sampai diseberang bersama-sama"

"Aku tidak kuat" isak Ayana. Laki laki itu terus menarik tangan Ayana.

"Bertahanlah Ay" mereka berada diposisi seperti itu cukup lama. Ayana berusaha menahan gengaman itu, dan laki laki itu beruasa menarik tangan Ayana dan berusaha menyangga keseimbangannya agar tidak ikut jatuh. Akan tetapi, "Aku..ti....dak ku....at........." lirih Ayana dan.....ia terjatuh.

"Ayana!!" teriak laki laki itu.

Ayana membuka kedua matanya, napasnya berat, rasanya begitu nyata. Seolah olah ia mengalami kejadian itu. Ia melihat jam di atas nakas pukul 04.00. Ayana bangun dari tempat tidur untuk mengambil air agar ia lebih tenang. Ia turun dari kamarnya menuju ke dapur. Ia duduk di kursi meja makan dan menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguk habis airnya itu. Ia bernafas berat. Ia masih memikirkan mimpi tadi. Benar benar terasa nyata, dan yang tidak ia suka itu  karena di dalam mimpi tersebut ada sosok yang ingin ia lupakan. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya agar tidak memikirkan mimpi itu tadi. Yah cuma mimpi. Ucap Ayana untuk menyakinkan dirinya.

Ayana bangkit dari duduknya, ia mau kembali kekamarnya. Namun saat ia hendak melangkahkan kakinya, tiba tiba ada sebuah tangan panjang yang muncul dari sofa di ruang tengah. Ayana berjalan  mundur. Ia merinding.

"Hoaammm"

Tunggu, tunggu.... sepertinya ia kenal suara itu. Ayana langsung menyalakan lampu ruang tengah. Dan ternyata...

"Ngagetin aja sih" ujar Ayana. Ia prihatin dengan makhluk yang ada di depannya. Tidur di sofa, dengan wajah tertutupi jas putih.  Di meja depannya ada laptop dan kertas kertas berserakan, serta tas dan sepatu berserakan di lantai.

SIMPANG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang