BAB 3

111 7 4
                                    


Matahari menyambut jagad raya, sinarnya amat hangat menyapu seluruh alam. Menandakan hari baru dimulai kembali, hari dimana semua orang melakukan rutinitasnya kembali, entah itu bekerja, cari kerja, sekolah,  ataupun lainnya. Mereka semua menyambut pagi yang cerah dengan semangat pagi, kecuali Ayana. Ia berangkat sekolah dengan muka datar, tak dapat dideskripsikan, ia  malas jika bertemu dengan Aldo, mengingat perihal kemarin. Selain itu, Aldo selalu memberikan sesuatu untuknya yang dimasukkan ke loker atau diletakan di meja. Sebab itulah Ayana selalu berangkat pagi-pagi untuk membuang benda itu agar tidak ketahuan oleh teman sekelasnya, apalagi sampai Renata tahu, bisa-bisa ia ditanya habis habisan oleh teman sebangkunya itu.

Ayana berjalan disepanjang koridor, menuju ke kelasnya, yang berada di lantai dua. Sesekali melihat jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya, Ia berjalan dengan langkah lemah gemulai. Sesampainya di kelas ia terkejut melihat Renata yang sudah duduk manis di bangkunya dengan memperhatikan sesuatu di tangannya. Padahal biasanya dirinya yang selalu datang pertama kali di kelas. Sekarang ada yang mendahuluinya, Renata.

“Tumben pagi, apaan tuh?” tanya Ayana, pura pura tidak tahu.

“Ini tadi di meja Lo sih, punya Lo kali” Ayana tidak menggubris Renata, ia duduk dan mengeluarkan earphonenya lalu  memasangnya ke telinga, ia mendengarkan lagu dengan volume cukup keras. Sedangkan Renata mengulak-alik barang ditangannya dan masih tidak percaya.

“Masa iya ini buat Gue” ujar Renata, “tapi dari siapa? Apa fans Gue ya? Berarti terkenal dong Gue. Oh atau jangan jangan ini ada yang naksir Gue…..akhirnya Gue laku juga ho ho ho....” cerocos Renata yang tidak didengar Ayana. Ayana tahu cokelat itu dari siapa, tetapi ia hanya diam tak mau mempermasalahkannya, toh syukur kalau cokelat itu ada yang makan ga seperti kemarin kemarin yang selalu ia buang, sebenarnya ia agak merasa bersalah jika membuang benda benda itu dari Aldo, namun bagaimana lagi,  Ayana lakukan itu agar Aldo kapok memberi sesuatu kepadanya. Akan tetapi, usaha Ayana tak membuat Aldo berhenti untuk melakukannya.

“Ay akhirnya ada yang suka Gue. Ay ….Ay…” tidak ada sahutan dari Ayana.

"Ay...Ay" masih tidak ada jawaban.

"Ay woi..." masih tak ada suara terdengar.

"Ay" teriak Renata.

“Ay Lo dengerin Gue ga sih…Ay” Renata mengarah ke Ayana dan menatapnya, “yaelah dari tadi Gue ngoceh sendiri” Ayana masih tidak menanggapi Renata. “bodo amatlah Gue makan aja nih”

Mereka berdua tidak menyadari  bahwa sedari tadi ada yang mangamati mereka dari jendela samping belakang. Lagi.....ia kecewa karena Ayana. Hari-hari kemarin dan yang lalu, ia melihat sendiri Ayana membuang pemberiannya. Ia pun pergi dari sana dengan rasa kecewa. Kali ini mungkin dia berhenti, ia menyerah. Ia pun pergi dari kelas Ayana, berjalan ke kelasnya. Pagi ini moodnya hancur. Bukan hanya pagi ini saja sih tapi mungkin tiap pagi. Awalnya ia biasa menerima penolakan Ayana, namun lama lama rasanya ingin berhenti saja. Ia duduk bersandar dibangkunya, tangannya dilipat di depan dada, ranselnya masih bertengger di punggungnya, pandangannya ke depan dan hanya diam tidak melakukan apa apa. Sampai-sampai ia tidak menyadari satu per satu teman sekelasnya datang. Begitu juga dengan kedua temannya yang datang bersamaan.

"Pagi Guys, Jidan ganteng datang nih " ucap Jidan diikuti satu laki laki dibelakangnya. Mereka berdua menuju kearah bangku Aldo. Satunya duduk disamping Aldo dan yang satu lagi di depan Aldo Sembari memainkan game di ponselnya. Jidan memperhatikan Aldo, ia mengibaskan tangannya di wajah Aldo namun tak ada respon. Aldo hanya diam dengan muka kusut.

“Gas…Gas kembaran Gue napa nih, diam diam bae” yang dipanggil badannya mengahadap ke belakang dengan pandangan menatap layar ponsel yang menampilkan game tembak tembakan. "Kesambet kali" jawab Bagas dengan enteng.

SIMPANG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang