3

23 8 75
                                    

Aku akan berusaha melakukan semampuku, hasilnya tinggal tunggu waktu saja yang menjawab.

Vio.

****

"Vio, kamu melamun? Sekarang coba kamu jelaskan apa yang saya terangkan barusan!!" seorang wanita paruh baya itu sedikit menahan emosinya karena terlalu lelah untuk menghadapi sikap Vio. Biarpun begitu nilai Vio tidak pernah membuat guru-guru disekolah merasa gagal mengajarkannya.

"hehehe maaf bu, Vio gatau. Ga denger masalahnya." melihat sang guru telah menarik nafasnya panjang, Vio tau apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Bu, jangan marah ya. Ini Vio lagi beres-beresin buku. Ibu mau nyuruh saya keluarkan?" bukan tanpa alasan Vio termenung disiang hari. Sepanjang waktu ia rela habiskan hanya untuk melihat rambut hitam yang dimiliki oleh Gio dari belakang.

Melangkah keluar sambil menghirup angin yang berhembus membuatnya sesekali memejamkan mata untuk menikmati segarnya angin di siang hari yang cukup teduh ini.

Tak lama kemudian ia sadar bahwa sekarang ia sudah berada ditaman belakang sekolah. Melihat indahnya bunga-bunga yang bermekaran.

Dan dia menangkap seorang bapak-bapak yang tengah istirahat dari pekerjaannya.

"Selamat siang pak." sapanya membuat sang bapak menoleh ramah.

"selamat siang, ehh ngomong-ngomong eneng kenapa bolos siang-siang begini?"
Ujar sang bapak seraya duduk di tumpukan rumput yang masih basah tetapi sudah terpangkas rapi.

"saya bukan bolos pak, saya tadi disuruh keluar karena melamun" katanya ikut duduk disamping sang bapak.

"yaelah neng, siang-siang begini apasih yang bisa dilamunin?" sang bapak terkekeh melihat gadis tersebut menggaruk tengkuknya yang hampir tertutup rambut.

"humm, ngelamunin punya pacar pak, soalnya saya nggak punya pacar. Bapak tau ga rasanya bisa pacaran?"

Tawa sang bapak pecah begitu saja mendengar pertanyan konyol yang baru saja dilontarkan.

"eneng sebelumnya kalo mau jatuh cinta harus sanggup menerima resiko sakit hati. Karena mereka sepaket neng, bapak mah juga dulu pernah muda. Tapi sekarang Puji Tuhan anak bapak udah tiga." sedangkan yang diberi wajengan hanya mengangguk-angguk mengerti.

"oh, kok bisa gitu pak?" sang bapak kembali menoleh.

"neng, kalo jatuh cinta itu yang dikorbanin banyak, bukan cuma waktu tapi hati ini juga." sang bapak merasa kasihan melihat tatapan sendu yang ia dapat dari gadis tersebut.

Tidak ada satu pun murid disekolah yang tidak tahu bahwa seorang Viona mencintai Sesosok Primadona bernama Giovano. Bahkan untuk diajak bicara sekalipun Vio belum pernah merasakannya.

Belum pacaran malah sudah sakit hati.

"ngomong-ngomong bapak udah selesai belum nyiram tanamannya?" gadis tersebut pun tak ingin terbawa suasana sedih yang kini ia rasakan. Ia membuka obrolan kembali dengan semangat.

"belum atuh neng, ini mah masih setengahnya. Yang lain belum disiram." sang bapak kembali berdiri namun dicegat oleh gadis tersebut.

InappropriateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang