5

12 5 31
                                    

Jika melupakanmu semudah mencintaimu, maka dari sekarang akan segera kulakukan.

Vio

*****
Tak lama setelah berjalan ia mengistirahatkan dirinya dipinggir trotoar.

Gadis itu teringat akan paperbag yang Nova beri sore tadi.
Ia membuka benda tersebut dengan senyum dan airmata yang terus menetes.

Yang pertama ia temukan adalah sepucuk surat dengan tulisan tangan khas dari ibunya.

Untuk Anak ibu tersayang.

Hai Nana ibu, apakabarmu nak?
Apakah dirimu sudah membaca surat-surat dari Ibu?
Tapi ibu selalu menunggu balasan yang tak kunjung Nana tuliskan.

Ibu khawatir akan dirimu nak.
Tapi Tantemu bilang bahwa engkau baik-baik saja. Batin ibu tidak pernah diam disaat mengingat dirimu.

Ibu Minta maaf, ibu sudah terlalu sering meninggalkanmu sendirian. Ibu dan Ayah berkerja untukmu nak, demi masa depanmu yang cerah...

Ibu bangga denganmu nak, karena ibu dengar bahwa kau memenangkan Olimpiade tingkat nasional hingga masuk koran. Tapi kenapa dirimu tak pernah memberitahu ibu?

Karena rasa khawatir kami yang cukup kuat. Kami akan pulang seminggu lagi. Tunggu ibu ya nak.

Salam sayang,
Ibumu tercinta

Vio menangis dengan kencang. Ia berteriak hingga setiap motor yang lewat akan mengira bahwa dia orang yang tidak waras.

"hiks, hiks. Kenapa tante nggak pernah kasih surat-surat yang ibu dan ayah berikan. "

Ia melihat sebuah kotak dengan banyak surat dengan tanggal pengiriman yang berbeda.

Ia terus menjerit hingga tenggorokannya terasa perih. Gadis itu kembali  melihat sebuah kantung kecil yang berisi beberapa buah kartu dan secarik kertas kecil didalamnya.

'Ini adalah tabungan ibu, ayah dan kamu. Ibu harap kamu akan menggunakannya jika perlu. Ingat demi masa depanmu.'

Vio tersenyum. Ia kira selama ini ayah dan ibunya tak pernah peduli akan dirinya. Hanya berkerja lah yang mereka tahu.

Ia kembali mengambil semua boneka.
Boneka kecil Vio yang selalu disimpan ibunya.

Ia memeluk boneka kecil itu, dan diletakan tepat didada kirinya.
Ia merasa bersalah atas semua ini. Ia adalah penyebab semua ini terjadi.

Jika ia tahu ibu dan ayah adalah seorang pengusaha sukses. Ia tidak akan membiarkan orangtuanya pergi sendirian. Dialah yang seharusnya menjumpai mereka.

"kenapa kalian harus pergi?"

Ia terus saja menangis. Menumpahkan segalanya pada airmata itu. Menghirup dalam-dalam aroma khas dari orangtuanya.

Dia kini hanya sebatang kara. Dia tak punya siapa-siapa lagi. Kecuali cinta palsu dari dunia.

Ia masih membiarkan matanya bekerja dalam diam. Ingin Berteriak namun ia sudah tak sanggup lagi.

InappropriateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang