the real of drama

18 3 0
                                    


"Aku hanya satu dari jutaan pasir di pantai dan bodohnya aku mengharapkanmu"

-calon istrinya jekaa:v

--------------------------------------------------

"Maafin Papa, nak," ucap Papa Falisha saat sedang sarapan.

Falisha tersenyum, ia sebenarnya muak satu ruangan dengan mereka tetapi ia sudah memiliki rencana agar bisa keluar dari rumah ini.

"Engga papa, Pa ..., " ucapnya yang belum terbiasa mengucapkan kata Pa.

"Mama bersyukur kamu engga marah sama kami lagi," ucap Mama Falisha tersenyum tulus.

Falisha hanya membalas dengan senyuman.

Setelah  Vero dan Lusi datang berkunjung semalam, sikap Falisha berubah menjadi lebih ramah. Bahkan para asisten saja sudah mendapatkan senyuman langka Falisha.

"Pa, Ma, aku mau tinggal sendiri," ucap Falisha menundukan kepala.

"Kamu engga nyaman tinggal di sini?" tanya Mama Falisha dengan nada sedih.

"Bu–bukan gitu, aku cuma mau terbiasa hidup sendiri Ma."

"Lagian nanti setelah lulus sekolah aku bakal tunangan kan? aku cuma engga mau nantinya aku engga bisa apa-apa," lanjut Falisha berusaha membujuk.

"Kamu bisa di bimbing sama mba-mba disini, kenapa harus pergi sih?" tanya Papa lagi agar Falisha mempertimbangkan keinginannya.

Falisha tersenyum.

"Yaudah kalo engga di izinin, aku engga maksa," ucapnya langsung pergi ke kamar.

***

Saat di kamar Falisha langsung membanting pintu, sia-sia usahanya berbaikan dengan mereka. Seharusnya Falisha tinggal kabur dan pergi sejauh mungkin tetapi ia masih punya otak untuk berfikir, jika ia pergi tanpa izin lalu siapa yang akan membayar biaya hidupnya, apakah ia harus putus sekolah? bukan Falisha sekali jika akal sehatnya pendek, masa depan yang cerah sudah menanti. Lalu, untuk apa kabur dari rumah.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Sha, ini Papa, Papa mau ngomong sama kamu sebentar."

Falisha melirik pintu kamarnya sekilas, menarik nafasnya agar emosinya terkontrol. Ia tersenyum tulus di depan cermin di kamarnya.

"Ok, sha, lo harus tetap akting,semangat Falisha dunia luar menantimu," ucapnya menyemangati dirinya.

Falisha membuka pintu kamarnya dan terlihatlah lelaki berperawakan tinggi dan menyeramkan seperti bapak-bapak pada umumnya.

"Kenapa, pa?"

"Ayo ikut Papa turun ada yang ingin Papa bicarakan."

Falisha tetap mempertahankan senyuman palsunya dan mengikuti papanya dari belakang.

Ketika sampai di ruang keluarga Falisha dapat melihat Papanya sudah duduk dengan Mama yang baru datang membawa kopi dan segera ikut menyusul untuk duduk begitu pula Falisha.

"Papa mengizinkan kamu pindah," ucap Adit papa Falisha membuka percakapan.

"Tapi dengan syarat kamu tidak boleh berulah di sekolah seperti saat SMP dulu," lanjut Adit lagi.

"Aku udah engga jail lagi kali Pa, semenjak kelas sembilan aku berubah karena ingin dapetin beasiswa, Papa tau sendiri 'kan kalo aku engga suka hamburin uang secara cuma-cuma sedangkan aku mampu dapetin yang gratisan," ucap Falisha di akhiri cengiran.

Falisha'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang