🌹Sahabat Fillah🌹

28 3 0
                                    

Pertemanan ibarat penjual minyak wangi dan pandai besi. Jika berteman dengan penjual minyak wangi maka akan mendapatkan harumnya. Tapi jika berteman dengan seorang pandai besi maka hanya akan mendapatkan cipratan api.

🍂🍂🍂

Ruang keluarga berisi 3 orang yang berbeda gender diwarnai dengan godaan suami istri pada putranya. Rafa sudah sangat hafal sifat kedua orang tuanya yang tidak henti-hentinya akan menggoda dirinya bila menyangkut soal wanita.

Berawal dari Haris dan Aisyah yang menanyakan siapa orang yang menyewa ruko yang diketahui adalah adik perempuan dari sahabat lamanya hingga berakhir dengan godaan.

Tapi lagi-lagi ia tetap kalah karena tidak mungkin satu lawan dua apalagi harus berdebat dengan kedua orang yang notabennya terpaut usia lebih tua darinya, yang bisa di lakukan hanya bisa pasrah dengan nasibnya.

"Kapan-kapan undang Rafka sama Nasya untuk makan malam disini ya," ucap Aisyah tersenyum menggoda.

"Umi ...," jawab Rafa malas, Aisyah dan Haris terkekeh hiburan yang menyenangkan bagi mereka.

"Jangan mikir yang aneh dulu, Umi cuma pengin kenal aja sama adiknya Rafka ... lagi pula dulu Rafka kan sering main kesini."

"Seperti apa anak itu sekarang? pasti semakin tampan," ujar Aisyah mengingat dulu semasa SMA Rafka sering main dan makan bareng di rumah mereka.

Rafa tidak bergeming dirinya pasrah, sia-sia jika ia menolak permintaan Uminya yang sudah pasti tidak bisa di bantah lagi, "Nanti Rafa omongin dulu sama Rafka Umi, kan tau sendiri Rafka sudah mengelolah perusahaan sendiri."

Aisyah mengangguk paham, "Syukur kalian berdua sudah bisa sukses di usia sekarang. Dulu ya waktu jamannya Umi sama Abi, untuk sukses itu butuh perjuangan...," Aisyah menjeda kalimatnya menatap lekat Rafa "Kalau berteman dengan orang yang tepat pasti kita akan mengikutinya dalam kebaikan. Semoga kalian selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya." senyum tulus Aisyah, sedangkan Haris hanya mengamati percakapan ibu dan anak tanpa ikut membuka suara.

Rafa ikut menyunggingkan bibirnya, inilah Uminya yang tidak hanya pandai menggoda tapi juga selalu menasehati dirinya. Menasehati dalam kebaikan dan kebahagiaan untuk dirinya.

Tidak ada seorang ibu yang menginginkan kesengsaraan untuk buah hatinya, doa ibu yang selalu menyertai di setiap perjalanan dalam meraih kesuksesan ketika banyak rintangan di depan mata yang akan menyambutmu.

Kesuksesan tidak sepenuhnya atas hasil kerja keras sendiri, melainkan disana terselip doa seorang ibu di setiap sujud terakhirnya.

***

Atas kesepakatan bersama disini mereka, di balkon kamar Nasya, balkon kamar yang menghadap langit malam yang indah dengan taburan bintang bersinar. Ada kursi dan meja kecil yang biasa digunakan untuk bersantai. Setelah gagal bercerita di café, mereka memutuskan untuk mengunjungi Nasya di rumahnya.

"Jadi apa yang mau kamu omongin Sya?" tanya Nadira to the point.

Mereka berniat untuk menginap malam ini karena besok bertepatan dengan hari libur, dan mereka berniat membantu Nasya di ruko barunya untuk menata perabotan dan barang-barang yang datang dari supplier.

Nasya menatap bergilir sahabatnya satu persatu, ia ragu untuk mengatakannya. Tapi jika tidak hatinya tidak akan tenang. Ia ingin berbagi sesak di dadanya.

Hingga 5 menit mereka menunggu tapi tidak satu katapun terucap dari bibirnya. Nasya tetap bungkam ada bulir bening dalam matanya yang siap meluncur kapan saja. Ketiga sahabatnya saling pandang, 'Ada yang tidak beres' batin mereka.

Aku, Kamu Dan Ikhlas kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang