Sepucuk Senja yang kucuri dibukit Cemara

112 15 10
                                    


Detik berganti, bergulir menyusur riuh-riuh menit. Menyesakan hela-hela nafas penuh arti, aku masih terdiam menatap amat dalam jam digengamanku, jam berbentuk sepeda berwarna hitam, dan aku sesekali menghelakan nafas


"Haaaaaaaah"


Kupalingkan tatapanku, kini kutorehkan kepalaku, kuangkat dan perlahan aku layangkan jauh tatapanku ini menuju langit kota Bandung yang terlihat amat jelas dari atas bukit cemara di desaku. Angin yang terasa sangat sejuk menerpa pohon-pohon cemara itu, gemulai, bergerak seolah mereka sedang menari-nari, lagu burung-burung yang merayu pasangannya masing-masing, menambah nuansa indah sore ini. Dari atas sini kota Bandung nampak sangat luas, bangunan-bangunan terbentang dari ujung pandangku, tapi ada yang hilang disini yaitu kericuhan kendaraan, yang lalu-lalang bagaikan semut yang bergerombol, bahkan sudah menjadi simbol kota besar, disini tak terlihat sedikitpun, yang nampak hanya sususan perpaduan bangunan megah. Tak hanya itu saja masih ada gunung-gunung beserta puluhan bukit melingkar disekeliling tepian kota ini, seolah saling bergandengan menjaga tanah Parahiyangan agar tetap tersenyum.


Apalagi saat waktu bergulir menuju sore, awan berkemelut menyusuri setiap titik ruang kosong dilangit kota kembang ini. Mentari mulai meredup, warnanya mulai pudar, seakan ia sedang rindu pada sosok malam, warna jingganya mulai nampak dari sela-sela awan, sesekali sorotnya menerpa tubuhku ini, dan menyilaukan mataku.


"Aaaahhhhhh" kataku sembari mengedipkan mata dan menghalanginya dengan tangan kananku. Dalam hatiku


"Apakah maksudmu ini "Haaaah kau seolah mengajaku untuk merindu bukan!"


Senja memaksaku mengingatmu kasih, dia menarik kenangan tentangmu,


"Asal kau tau senja, kilaumu saat ini bahkan takbisa menandingi indah kedipan mata kekasihku" kataku.


Tertatih ku kini dalam lamunan, membisikan sebuah kenangan, rasa sakit yang dulu kunikmati, bagai alunan cacian yang kucerna. Rasa pahit, pedih dan belenggu jiwa ini. Apakah arti semua ini? Bagaimana cara terbaik agar aku bisa keluar? Menghancurkan dan menghadang setiap kali rindu mendobrak relung hati ini, pasti tidak dengan cara lari dan menghilang bukan? Aku bahkan ingat saat aku tak berhak untuk memiliki rasa rindu ini, memendam amat dalam perasaanku, aku hanya sanggup menatapmu dari jauh,


"Haaaah itu sangat menyakitkan"


Aku telah terdampar dalam suasana hati yang kacau, hati yang tersayat amat dalam, sesekali nafasku tersendat, pengap rasanya. Segenap logikaku rasanya telah pupus, layaknya cahaya lilin yang terhempas angin, begitu mudahnya padam, seperti itulah kiranya logikaku yang kamu patahkan.


Sudahlah itu hanya memory masa lampau. Aku masih duduk sambil kutenggerkan tanganku diatas lututku, dengan pandangan yang sama, hanya saja langit kini tak bersahabat, kilau nya kini telah abu-abu, aku mulai beranjak dari diamku, mulai berdiri dan memakai topiku, aku siap untuk pergi.


Aku lekas berjalan menuju motorku, rumput yang kupijak, sedang melambaikan tangannya, begitupun tanahnya. Mereka seolah menolak aku lenyap disana. Burung gagak mulai resah atas kepergianku, ia menatap sinis kearah tas kecil yang kuselendangkan dipunggunggku,


"Untung saja, senja itu sempat kubungkus, tapi aku takut ia hilang begitu saja".Kataku.


"Aku harus cepat, gagak itu melihat kilau senja dikantongku," kataku dalam hati


Aku pun berlari ditengah lapangan, dibukit cemara ini, suara serangga mulai bergemuruh, menambah kesan kelabu awal malam ini, setiba dimotorku, aku tak berfikir Panjang lagi, lansung kuarahkan motorku menuju jalan pulang, aku lihat dari tadi yang baik hanya pohon cemara, ia hanya tersenyum simpul sembari menghempaskan beberapa daun kearahku, kupikir ini salam perpisahan darinya, aku gas lagi motorku ini, motor scoopy berwarna abu milik kakaku, batu-batu sepanjang jalan bertonjolan mengganggu perjalanan pulangku, wajar saja akses kebukit cemara, sudah tidak layak dipakai, ahhh sudahlah tidak ada waktu lagi, ku tancap gas ,dengan sesekali menengok kanan kiriku, sebelum aku jauh dari tempat itu, aku lihat cahaya yang amat memikat, aku tak sadar selama ini, bahwa pemandangan kota Bandung malam hari pun tak kalah indah, bercak sinar warna-warni, berkedip dari kejauhan, ditambah langit hitam itu kini ditaburi ribuan bintang, sunyi kali ini sangat berarti,

Hanya kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang