"Anonymous Chat?"Keningku spontan mengerut kala mendengar penjelasan gadis berseragam sekolah di hadapanku ini. Kepala yang awalnya menunduk sibuk mencatat beberapa pernyataan penting dari dia, kontan mendongak menatap gadis itu kebingungan.
"Itu bot chat 'kan?"
"Iya, Kak! Aku berani sumpah, temen-temenku hilang sejak asik main bot itu!"
Aku tersenyum kecil, lantas menarik kursi agar semakin dekat dengannya. "Aku hargai asumsi kamu. Tapi, itu nggak cukup membuktikan penyebab teman-teman kamu hilang. Lagi pula kamu 'kan nggak dua puluh empat jam sama temen-temen, dan mereka juga pasti nggak cuma fokus sama Telegram doang."
"Tapi, Kak—"
"Coba aku tanya, kamu kalau di rumah pas main handphone memang cuma fokus sama satu aplikasi? Enggak 'kan? Pasti kamu ke WhatsApp, mampir ke Instagram, ke YouTube, dan lain-lain." Aku tersenyum kala melihat sudut matanya mulai meneteskan air mata, lantas membuatku mengangkat tangan lalu mengusap pelan rambutnya. "Enggak usah nangis, kamu aman kok. Percayain semua sama pihak berwajib, oke?"
"Ta-tapi ... mereka jahat, Kak." Gadis itu nampak gelisah, menoleh ke kanan dan kiri, lantas berbisik pelan dekat telingaku. "Kalo aja Kakak nggak datang tadi, pria berseragam di sana hampir mau bawa aku ke Rumah Sakit Jiwa setelah dengar pernyataan aku soal bot chat itu."
Aku menahan napas kala mendengarnya. Mati-matian menahan ekspresi terkejut, agar tak menarik perhatian para pria berseragam yang bertugas mengamankan keadaan gadis ini.
Hari ini aku dan Mbak Mega memang sengaja mengunjungi salah satu narasumber, karena mayat korban kebakaran seminggu yang lalu telah berhasil teridentifikasi merupakan salah satu siswi Sekolah Menengah Atas Negeri.
Setelah mendapat berita itu, aku buru-buru mencari selak beluk identitas korban, dan memutuskan menuju alamat teman dekat korbanㅡkarena kediaman keluarga korban yang kosong seakan tak berpenghuniㅡberkat sosial media sang korban yang cukup aktif membagikan aktivitasnya.
Tapi setelah sampai tujuan, aku dan Mbak Mega dibuat bingung karena kediaman teman dekat korban sudah di kelilingi oleh para pria berseragam.
Aku tak ingin ambil pusing sebenarnya, karena cukup bersyukur para pria di sana mengizinkan satu orang jurnalisㅡuntuk mewancarai gadis ini walau hanya diberi waktu 10 menit sajaㅡdan terpilihlah aku, sedangkan Mbak Mega menunggu di luar bersama para pihak berwajib itu.
Tapi setelah mendengar pernyataan gadis ini, aku semakin dibuat heran. Untuk apa sampai membawa urusan ini ke Rumah Sakit Jiwa? Padahal sepenglihatanku kondisi gadis ini masih baik-baik saja, tak ada tanda-tanda gangguan mental atau efek kekhawatiran yang berlebihan karena berita temannya yang hilang.
"Kak, tolong aku ...."
Menghela napas berat, aku lantas tergerak untuk menggenggam kedua tangannya. "Kamu tenang dulu, oke? Aku pasti bantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Chat
FanfictionUntuk raga yang tidak bisa aku sentuh, tangan yang tidak bisa aku cekal, dan senyum yang tak bisa aku nikmati lagi. Bersabarlah untuk sebuah pertemuan ya? [Kim Doyoung fanfiction; collaboration with bluclemonadc] Start : 19 September 2020 End : ???