Mas Fauzi memandang lekat layar ponsel.
Dia tidak bicara apa pun.
Sementara jantungku berdentuman.Hening.
Aku serasa tertikam oleh kesunyian.Secara refleks, aku menelan ludah saat Mas Fauzi menghampiri. Mimik wajahnya masih ganjil dan sukar untuk dijelaskan. Dia menatapku, masih tanpa kata.
“Mas …,” suaraku tersendat. Namun, aku berusaha untuk memberanikan diri. “Ini semua maksudnya apa?”
Mematung, Mas Fauzi menatapi potongan kemenyan dan botol kecil berisi cairan merah di tanganku. Kini kebingungan dan kebimbangan tampak menghiasi wajahnya.
“Citra … Mas ….” Mas Fauzi tidak meneruskan kalimatnya dan malah memelukku. “Maafkan, Mas. Tapi Mas nggak tau lagi harus gimana biar kamu nggak pergi ninggalin Mas.”
Samar, aku mendengar isakan lirih.
Mas Fauzi terisak?
“Maafkan Mas Citra, Mas gelap mata. Nggak seharusnya Mas melakukan ini, tapi Mas sayang sama kamu. Mas cinta dan nggak mau kehilangan kamu. Maafkan, Mas.”
Bimbang.
Aku tidak tahu harus merasa.
Marah?
Kecewa?
Atau terharu?
“Citra, tolong kamu jangan marah. Mas … Mas khilaf. Mas janji nggak akan berbuat begini lagi. Tapi tolong, kamu jangan tinggalin Mas.”
Aku tertegun saat Mas Fauzi tiba-tiba luruh, jatuh berlutut.
Dia memeluk kakiku.
Aku berusaha membuat Mas Fauzi berdiri lagi.
“Mas, kamu apa-apaan?” Aku berusaha menarik Mas Fauzi, tapi berat.
“Tolong maafin Mas, Cit. Tolong maafin Mas.”
“Iya, Mas. Aku maafin.” Sebenernya enggak. Aku masih terlalu bimbang untuk mentolelir kelakuan Mas Fauzi. Namun, aku juga penasaran. Kalau memang Mas Fauzi setakut ini kehilanganku, kenapa dia enggak mau untuk memiliki anak dari rahimku.
Apa semua tingkah Mas Fauzi ini hanya topeng?
Sampai semuanya terbongkar tuntas, aku tidak akan mengambil keputusan yang gegabah.
Mas Fauzi bangkit perlahan, dia mengusap air di sudut matanya. “Neng Kiki siapa? Kenapa malam-malam nge-WA kamu?”
Mas Fauzi menyodorkan ponselku.
Terkunci.
Untunglah terkunci.
Jika tidak, Mas Fauzi pasti akan tau semuanya.
“Iya, Mas. Temen Clara. Orang tuanya jarang di rumah. Jadi ya gitu, suka ganggu orang malam-malam.”
Ya Allah, maaf karena aku sudah berbohong.
Mas Fauzi mengangguk.
Dia mengelus pipiku.
“Citra, kamu bener memaafkan Mas, kan?”
Aku mengangguk.
Memaksakan senyuman.
🌸🌸🌸
Pagi.
Kepalaku sedikit sakit karena tidak semalaman.
Rasanya, tingkah Mas Fauzi semakin hari semakin aneh. Pertama, dia menggugurkan calon darah dagingnya sendiri. Kedua, dia pergi ke orang pintar untuk mengguna-guna istrinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Haram Memiliki Anak
RomanceEntah kenapa Fauzi selalu melarang Citra memiliki anak!