Aku tidak bisa tidur.
Pikiranku terus memikirkan Mas Fauzi. Aku tidak habis pikir, kenapa Mas Fauzi begitu tega membohongiku selama bertahun-tahun.
Mas Fauzi sudah memiliki anak? Anak dari wanita lain!
Kalau saja hanya kebohongan yang selama ini Mas Fauzi sembunyikan, mungkin aku masih bisa memaafkan. Namun, kenyataannya Mas Fauzi juga sudah menggugurkan darah dagingnya sendiri—anaknya sendiri. Rasanya aku begitu sulit untuk melupakan hal ini.
Prang!
Terdengar suara kaca pecah dan ribut-ribut di luar.
Ada apa?
Aku bergegas merapikan jilbab dan keluar kamar. Bu Rahma menghampiri, wajahnya kelihatan gelisah. Bulir-bulir keringat menghiasi jidat keriputnya.
“Ada apa, Bu?” tanyaku, bingung.
Dua orang pria berbadan tegap menghampiri kami. Salah satunya yang berambut cepak berbicara. “Jangan khawatir, cuma orang iseng, sudah diamankan.”
Bu Rahma menghela napas lega. “Syukurlah,” lirihnya.
Bu Rahma lalu menatapku dan mengelus lenganku. “Maklum, pekerjaan Kisam yang secara nggak langsung mencampuri urusan orang lain, kadang membuat orang-orang yang dibongkar kebusukannya menjadi marah dan dendam. Tapi kamu jangan cemas, rumah ini sudah dijaga dengan orang-orang terlatih. Kantor polisi juga tidak terlalu jauh dari sini.”
Aku mengangguk mengerti.
Ternyata pekerjaan Mas Kisam cukup berisiko.
“Yaudah, sekarang kamu kembali istirahat saja,” kata Bu Rahma.
Sekali lagi aku mengangguk.
Aku memang lelah.
🌸🌸🌸
Subuh.
Setelah shalat Subuh aku pergi ke dapur untuk bersih-bersih rumah. Nggak enak. Sudah numpang, makan gratis—aku tidak ingin malas-malasan juga.
“Mbak Citra ….” Mas Kisam yang baru keluar dari kamar mandi tampak terkejut.
“Loh? M-mas Kisam udah pulang?” Aku memalingkan wajah canggung. Masalahnya Mas Kisam hanya memakai handuk sepinggang, sedangkan tangannya memegang handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.
“Iya. Baru saja. Ini baru selesai mandi, mau shalat Subuh dulu.”
Aku menggeser tubuh saat Mas Kisam lewat.
Aroma sabun dan shampo menguar di udara, memberikan sensasi rasa dingin.
“Loh udah pulang, Sam?” tanya Bu Rahma yang juga menuju dapur.
Mas Kisam mencium punggung tangan ibunya. “Ibu nggak apa-apa, ‘kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Haram Memiliki Anak
RomanceEntah kenapa Fauzi selalu melarang Citra memiliki anak!