Bel pulang sekolah telah berbunyi, semua murid bersorak dan mulai mengemasi barang-barang mereka. Satu persatu meninggalkan ruang kelasnya masing-masing. Semua tampak bahagia, namun tidak dengan Bima. Bima adalah satu-satunya orang yang sama sekali tidak merasa senang dengan bunyi bel sekolah. Dia tidak senang, namun dia juga tidak sedih. Bima merupakan murid yang bahkan tidak perduli tentang hal-hal kecil tidak berguna seperti itu.
Beberapa menit setelah bunyi bel sekolah berbunyi, dan tentu saja setelah keadaan kelas menjadi kosong dan senyap, barulah Bima mengemasi barang-barangnya perlahan. Bima berjalan keluar kelas setelah ia mematikan kipas juga lampu yang ada di kelasnya.
Bima melangkahkan kakinya di koridor. Langkah kakinya begitu mencuri perhatian. Suara dari sepatu yang dikenakannya juga sangat mempesona. Beberapa siswi yang masih menetap di sekolah untuk beberapa alasan menatapnya dengan tatapan yang memuja. Mereka terus memperhatikan Bima, namun tidak ada yang berani membuka suaranya walau hanya sekedar bisikan. Ini adalah momen yang begitu ditunggu-tunggu! Mereka--siswi-- yang masih berada di sekolah biasanya sengaja pulang terlambat hanya untuk menunggu Bima keluar kelas dan pulang sekolah. Bima begitu dipuja-puja. Wajahnya yang tampan, dan juga manis di saat yang bersamaan membuat seluruh mata yang memandangnya terasa seperti terhipnotis, sehingga tidak bisa untuk mengalihkan pandangan walaupun hanya untuk sebuah kedipan.
Bima menghampiri parkiran sekolahnya dan berjalan menuju sepeda motornya. Memakai helm dan mulai menyalakan motornya. Tangan Bima mulai menggerakkan setang dan bersiap untuk menariknya.
"Bima!", teriak seseorang yang membuat Bima menghentikan langkahnya.
Bima menghentikan gerakan tangannya. Walaupun telah memakai helm, tetap saja Bima masih bisa mendengar suara orang yang sedang meneriaki namanya. Walaupun Bima mendengar, dan mengetahui ada yang memanggilnya, namun Bima tidak memiliki niat sama sekali untuk sekedar menoleh ataupun turun dari motornya. Bima hanya mematikan motornya, dan diam saja untuk membalasnya.
"Bima! Huh ... kau ini! Aku daritadi memanggilmu tahu! Dasar tuli.", ucap seseorang dengan intonasi yang sengaja dibuat seakan merajuk. Namun, jangan lupakan fakta bahwa kalimat terakhirnya yang hanya berani ia suarakan dalam hati. Tentu saja tidak ada yang berani mengumpat pada manusia sesempurna Bima.
"Cepatlah, aku ingin pulang." Bima menjawab dengan suara yang sedikit sayup-sayup karena tertutup masker dan juga helm. Bima sama sekali tidak perduli dengan orang yang berada di sampingnya.
"Ada salam dari ibu, katanya kamu harus datang malam ini ke rumah! Hitung-hitung sebagai latihan, bukan? Hahaha ...", ucap seseorang dengan nada yang benar-benar membuat Bima marah. Raut wajah Bima sudah berubah drastis sejak orang itu berteriak memanggil namanya. Bima menunjukkan reaksi kebencian, namun ekspresi orang itu justru sebaliknya. Ia begitu senang dan berseri-seri.
"Ah, kamu harus berdandan yang tampan ya! Hahaha aku sangat ti--", belum sempat menyelesaikan kata-katanya, suara knalpot motor memenuhi area parkiran.
Ya, Bima pergi. Bima begitu malas mendengar ocehan orang itu. Basi sekali, hingga membuat telinganya hampir bernanah. Bima terus menambah kecepatan motornya, tidak perduli pada orang-orang yang mengumpat padanya, dan membunyikan klakson mereka. Bima tidak tahu, juga Bima tidak ingin tahu.
🐶❤️🐶
Bima menghentikan laju sepeda motornya dipinggir jalan. Memarkirkan motornya dengan benar agar sebisa mungkin tidak mengganggu orang lain. Bima berjalan perlahan menuju sungai yang berada di bawah pohon besar yang mempunyai daun lebat dan rindang.Bima mendudukkan dirinya dipinggiran sungai. Dia menekuk lututnya dan menumpukan kepalanya disana. Hari yang cerah, langit biru terhampar luas, dan juga matahari yang tersenyum cerah, namun Bima sebaliknya. Suasana hatinya sedang tidak baik. Alam yang sedang cerah saja tidak menerangi suramnya hati Bima saat ini.
Bima melempari beberapa batu-batu yang ada disekitarnya dan mulai meracau tidak jelas. Suaranya begitu rapuh. Matanya mulai berkaca-kaca, namun Bima berusaha untuk terlihat tegar.
"ARGH!!", teriak Bima hingga tenggorokannya mengering dan sedikit serak.
Bima menghembuskan nafasnya kasar. Sudah begitu lama rasa ini ia rasakan. Sendirian, tidak ada teman yang menolongnya. Bima terlalu takut sendirian. Bima menjatuhkan kepalanya di atas lekukan lututnya. Merenung dan menenangkan diri dan pikirannya sendirian.
Tuk
"Aduh!", reflek Bima saat sebuah benda menjatuhi kepala Bima secara tiba-tiba. Bima memegangi dan mengusap kepalanya yang baru saja tertimpa benda yang tak tahu darimana datangnya. Bima mencari-cari Benda itu ada dimana. Dia berdiri, bahkan sampai meraba-raba rerumputan yang ada disekitarnya. Namun, nihil. Bima tetap bisa menemukan benda itu.
"Mungkin sudah masuk sungai.", ucap Bima, lalu melanjutkan acara merenungnya.
Tanpa sadar, matahari mulai terbenam. Langit yang cerah pun telah berubah menjadi gelap. Langit senja sudah datang. Sudah berjam-jam Bima menghabiskan waktu sendirian. Bima tersenyum, mungkin ini sudah saatnya untuk kembali. Bima berjalan menghampiri motornya, memakai helm dan mulai membelah padatnya kota di sore hari sendirian.
"Terimakasih sudah menemaniku.", ucap Bima sebelum meninggalkan tempat indah itu.
🐶❤️🐶
Cerita ini diikutsertakan dalam APproject individu generasi keempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Lovers From Another Galaxy #APproject
Teen FictionYerim, seorang peri yang tidak pernah mengetahui apa itu cinta tiba-tiba saja merasa bahwa dirinya kini telah jatuh cinta. Ia merasa bahwa takdirnya kini telah berubah. Seratus dua puluh tahun kehidupannya seakan tidak pernah berarti dan menganggap...