12. Bulan 🌒

3 2 0
                                    

Hari sudah mulai menggelap, matahari nampaknya sudah harus berpindah posisi dan bergantian dengan sang dewi malam. Sembari bersenandung kecil, peri kecil itu terus mengepakkan sayapnya

"Hai, apa kabarmu hehe?"

Yerim menyentuh permukaan kelopak bunga anggrek bulan putih yang menjadi rumahnya saat dia harus bertugas di bumi. Bunga itu membuka kedua matanya dan memberikan senyuman termanisnya kepada sosok peri kecil dihadapannya.

"Hai.", sapa bunga itu pada Yerim.

Yerim sedari gadi terus menampilkan senyuman lebarnya dan mulai bersenandung kembali. Melihat Yerim yang tengah bahagia hari ini, membuat beberapa bunga dan rumput-rumput disekitar halaman rumah pun seketika berubah menjadi sehat dan segar. Yerim menggerakkan kedua tangannya dan mulai menciptakan hujan-hujan kecil yang menyegarkan. Semua bunga disana begitu antusias. Yang awalnya mereka menunduk karena terlalu banyak terpapar sinar matahari, sekarang mereka semua berdiri sempurna, dan kembali ke keadaan yang seharusnya. Yerim memang sangat memberi energi positif bagi semua benda atau makhluk hidup disekitarnya.

"Hahaha terimakasih Fay, hujan milikmu sungguh menyegarkan!", ucap salah satu bunga mawar putih yang berada tak jauh dari anggrek bulan putih yang menjadi rumah Yerim.

"Benarkah? Akhirnya!"

Yerim tersenyum kala melihat seluruh tumbuhan disana menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri karena air dari tangannya menghujani tubuh mereka.

"Wah, sudah lama hujan tidak datang! Aku merindukan hujan yang membasahi bulu-buluku sehingga membuat diriku harus berjemur selama ini haha!", sahut seekor anak domba yang tengah bermain kejar-kejaran dengan hujan Yerim.

Yerim terus tertawa saat melihat anak domba itu mengikutinya dari bawah sedangkan dia di atas dengan sayapnya yang indah itu. Juga jangan lupakan tentang lidahnya yang ia keluarkan untuk menafkahi air hujan alami peri hujan.

Setelah hampir satu jam Yerim menghabiskan waktunya dipekarangan rumah orang yang ia tinggali bunganya itu, Yerim akhirnya kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat dahulu. Yerim masuk ke dalam bunga anggrek dan mulai meletakkan tasnya di atas meja.

Yerim membenahi isi rumahnya yang belum tersusun rapih sejak ia memutuskan untuk tinggal di sana. Yerim membuat tempat tidur di dalam bunga anggrek menggunakan ranting-ranting kayu yang berjatuhan di taman tadi dan juga kapas-kapas yang tadi ia petik langsung dari pohonnya. Di sekitar tempat tidurnya, Yerim membuat sebuah meja juga kursi kecil yang juga terbuat dari ranting-ranting kayu tadi. Sangat minimalis dan klasik. Ala-ala hutan.

Yerim mengedarkan pandangannya dan menyadari bahwa ia harus memberikan sedikit sentuhan sihir pada rumahnya yang minimalis ini. Yerim tersenyum dan mulai menggerakkan tangannya yang sedikit mengeluarkan bubuk-bubuk emas yang bercahaya. Yerim mengarahkan tangannya dan bubuk-bubuk emas itu beterbangan mengelilingi seisi bunga itu.

Yerim tanpa sadar bergumam nada dari sebuah lagu yang sejak tadi pagi ia dengar. Seketika serbuk emas itu mulai berkeliaran secara acak dan mulai membentuk sebuah gambar yang indah dan bercahaya. Bulan. 

"Eh, bukankah itu bulan?"

Yerim terus memperhatikan gerak-gerik dari bubuk emasnya dan dirinya mulai yakin bahwa bentuk yang digambarkan olehnya adalah sebuah bulan.

"Kenapa dengan bulan?"

🐶❤️🐶


"Yang mulia Ratu, apa kabar?"

Dentingan jarum jam menyertai lirihan dari bocah malang yang kini tengah menatap foto mendiang ibunya dengan manik yang mulai berkaca-kaca.

Pandangannya mengabur, saat dia terus memberikan atensi penuh pada gambar mati itu. Ia mengedipkan matanya, dan dalam sekejap air mata pun mengalir dengan derasnya. Dia mengusap air matanya dan menarik ingusnya terus menerus sejak tadi. Tak jarang juga ia sesekali memukuli dadanya sendiri.

"Bulan kangen mah ..."

Ucapnya dengan tangis yang memilukan. Dia sesenggukan dan mulai kesulitan bernafas. .

"Mah, Bulan tidak sanggup lagi. Bulan ingin menyusul mamah saja hiks ..."

Bima, bocah itu, menangis begitu saja saat matanya bertemu dengan mata sang ibu walau hanya dalam sebuah bingkai kayu indah yang terpampang jelas di tembok kamarnya.

Dia mulai berbicara dan membagikan ceritanya mengenai apa yang terjadi di sekolah dengan tangisannya yang tersedu-sedu.

"Mamah, jika Bima ikut mama ... kira-kira mamah mau tidak?"

"Mau kan ma? Mau kan?"

Sendirian di tengah dinginnya malam membuatnya bina lebih keras dan memilukan lagi saat ini.

" Aku mecintamu, mah!"

🐶❤️🐶

Cerita ini diikutsertakan dalam APproject individu generasi keempat.

My Secret Lovers From Another Galaxy #APprojectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang