••○••
Saat memasuki rumah Jeno, aku sempat linglung karena tidak mendapatkan Bibi Hong ataupun Bunda didalam sini.
Membiarkan Jeno dan Lucas diluar untuk saling bertukar sapa mungkin adalah salah satu opsi terbaik. Toh, mereka juga teman lama bukan?
Aku berjalan menaungi rumah megah ini, rumah yang sudah sangat sering ku kunjungi tidak membuatku bosan hanya untuk sekedar singgah barang beberapa menit.
Aku berhenti di ruang tamu, berhenti diantara sofa beludru maroon yang terlihat amat glamour. Lalu memandang foto keluarga Jeno yang tertata rapih di dinding maupun di nakas.
Melihat figura foto keluarga yang menurutku begitu lucu untuk terus dipandang. Disana Jeno masih sangat kecil.
Dia berdiri tegap diantara Ayah dan Bundanya, menatap kamera dengan ekspresi angkuh. Terlihat begitu menyeramkan untuk seorang anak kecil yang baru berumur lima tahun.
Aku terkekeh pelan, "Bawaan lahir kali ya muka asem kaya gitu." Kemudian melirik foto-foto pada nakas.
Foto yang menunjukan wanita cantik dengan gaun merah muda, senyuman bak dewi langit tertera di wajahnya yang mulus. Sangat cantik dan manis saat dipadukan dengan rambut panjang yang lurus. Bibirnya indah, pipinya terlihat begitu merona.
Lalu ada foto dimana tiga orang saling merangkul didalamnya. Terlihat begitu bahagia dengan senyuman lebar di balik seragam SMA lusuh yang mereka kenakan.
Aku mengambil figura itu, memerhatikan wajah Jeno lamat-lamat dari balik kaca, "Ganteng deh kalo senyum kaya gini. Coba aja dia masih sekolah, pasti paling populer." Ku elus pelan-pelan wajah tampan itu, berharap jika beberapa menit lagi aku berpapasan dengannya, dia akan tersenyum seperti pada foto ini.
"Gue gak pernah ngizinin lo buat nyentuh apapun dirumah gue." Suara Jeno yang begitu berat tiba-tiba saja memasuki gendang telinga kananku, membuat aku melepaskan genggaman pada figura,
hingga dia menjatuhkan diri ke lantai dan pecah berkeping-keping. Pecahan kaca yang menusuk tulang keringku sampai darah mengalir.
"Aw! Kak!" Aku meringis, berjongkok untuk melihat serpihan kaca yang masih tertanam di kaki.
Aku mendongak, bukannya panik, Jeno malah diam. Memerhatikanku dengan tatapan kebencian.
"Lho?! Jeno! Itu anaknya Tante Boa kamu apain?!!!" Suara kecil Bunda Yuri terdengar seperti bentakan walau dia tidak benar-benar berteriak.
Dia datang bersama Bibi, terlihat rapuh saat tubuhnya bersandar pada kursi roda, menghampiri aku dan Jeno sambil memasang raut khawatir tanpa dibuat-buat.
"Bunda, Kak Jenonya nakal." Aku mengadu, pura-pura menangis agar Jeno dimarahi habis-habisan.
"Aduh! Sakit Bunda, Hyeobin gak bisa jalan." Aku melirik Jeno, merasa menang karena raut wajahnya terlihat begitu kesal.
"Jen, kamu nih-"
"Ck, nyusahin lo." Jeno mendekat kearahku, menggendong tubuh ini di bahu kanannya dan pergi meninggalkan ruang tamu.
"Aww!! Kak Jeno turunin gak!!! Gendongnya yang romantis dong!!" Dia tidak menghiraukan, hanya terus berjalan kearah lantai dua tanpa mendengarkanku yang sedang mengaduh kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLETHROS || Lee Jeno ✅
Fanfiction"Suatu kebimbangan yang hadir bersama dengan kehancuran." 1 on #nct21 [06.12.20]