~🌸~
🌟○○•♧○○🌟
Dibawah naungan atap rumah yang biasa kami tempati, aku memejamkan mata perlahan-lahan, menghirup udara sedikit demi sedikit untuk sekedar menyejukan hati.
Meyakinkan kedua orang tuaku bukanlah hal yang mudah. Melihat Mama berteriak histeris hingga pingsan membuat hatiku kian gundah. Apalagi saat dimana Papa marah dan membanting seluruh isi rumah.
Mereka jelas murka, melihat aku dan adikku dalam kondisi yang tidak baik ketika mereka tiba adalah suatu kerasahan tiada tara.
"Yong."
Aku menoleh ketika merasa terpanggil, mendapatkan Jaehyun berjalan perlahan kearahku sambil membawa dua cangkir teh, "Hendery udah berjuang keras, lo tenang aja. Fokusin pemulihan buat lo dan Hyeobin sekarang."
Ya, temanku yang satu itu bukanlah seorang manusia, dengan kepribadian yang kokoh dan pembela sudah membuat dia menjadi seorang malaikat tanpa sayap dan jubah.
Teringat sudah saat aku dan Jaehyun membuat alibi jika Hyeobin dibully habis-habisan oleh pereman jalanan demi meyakinkan Mama dan Papa. Membuat alasan tentang kakiku yang juga turut di aniaya karena membantu Hyeobin untuk selamat.
Malah membuat Papa maju lebih cepat. Dia meminta proses hukum, berencana menyewa detektif handal hanya untuk mengusut kejadian yang menimpa putra dan putrinya.
Namun tentu sudah ku katakan, bahwa pereman-pereman itu mati ditangan ku dan kawan-kawan.
Tapi Papa tetaplah Papa, orang tua yang keras kepala dan tidak puas hanya dengan kata-kata. Membuat aku dan Hendery sempat kelabakan untuk memanipulasi kejadian ditempat perkara.
Hendery membobol keamanan kepolisian demi menaruh CCTV lama yang kameranya buram dan menunjukan penganiayaan kepada seorang wanita.
Disana entah kenapa Papa malah menangis, mengira bahwa disana adalah Hyeobin karena rambut wanita itu terlihat mirip.
Lalu Hendery mengakses kembali data-data, membuat dokumen palsu tentang para pereman yang memang sudah meninggal dan menyisakan bekas kriminal.
Dengan waktu singkat, dengan keringat yang membasahi pelipis kami berdua, akhirnya Papa malah runtuh dan percaya begitu saja.
Membayar kepolisian agar aku tidak dipenjarakan karena telah membunuh pereman-pereman. Namun, polisi sempat kebingungan saat menerima uang. Tapi mereka tetap mengambilnya, tidak peduli jika kasusku dipalsukan.
Mata duitan.
"Hendery orang hebat. Lo berhutang budi banget sama dia." Jaehyun tersenyum sebelum menyeruput teh. Senyum yang keluar dari perasaan sesak.
Lantas aku menunduk, menarik nafas dalam-dalam ketika merasakan air sudah datang di sudut mata.
Memikirkan tentang semua kebodohan kenapa dulu aku malah meng-iyakan tawaran Johnny untuk menjadi seorang eksekutor.
Sebuah dendam tiada tara kepada mendiang Ayah Jeno karena sudah membunuh kekasihku beberapa tahun silam adalah satu hal yang mendorongku untuk melakukannya.
"Hendery.. dimana sekarang?" Tanyaku tetap menunduk,
"Biasa, masih semedi di makamnya Lucas." Candaan dari bibir Jaehyun terdengar agak pedih. Membuat diriku merasa menjadi manusia paling berdosa hanya karena memisahkan dua sejoli kuat itu di alam dunia.
Ini bahkan sudah minggu ke enam setelah kejadian.
Terngiang sudah suara rintihan pilu Hendery walau dia tak berada disisi ku. Membuat aku yang sedari tadi menahan isakan malah menangis sampai bahu-bahu bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLETHROS || Lee Jeno ✅
Fanfiction"Suatu kebimbangan yang hadir bersama dengan kehancuran." 1 on #nct21 [06.12.20]