12. Before You Go

2.3K 375 99
                                    

Media berperan sangat penting untuk chapter ini.

🌟○○•♧•○○🌟

Pada sebuah acara pemakaman yang dihadiri rekan-rekan dalam balutan pakaian berwarna hitam, Jeno menggeram.

Sungguhlah dia tidak ingin menangis lagi didepan nisan ibunya dan Lia. Tapi yang Jeno lakukan kini hanya berlutut dan meremas tanah merah kuat-kuat sampai kukunya kotor.

"Jeno, Bunda cantik gak pake baju ini?"

Bayangan seorang Bunda Yuri yang selalu riang dengan senyumnya yang terang membuat hatinya kian mengeras bagai arang.

Jeno merapatkan gigi kuat-kuat sampai urat kehijauan timbul di lehernya. Membiarkan air mata terus mengalir deras tanpa mampu dia kendalikan.

"Bunda gak pernah membenarkan tindakan kamu yang ceroboh soal memperlakukan wanita, sayang. Bunda sakit hati kalo kamu tumbuh menjadi laki-laki yang tidak tahu diri."

"Bun..da.."

Tundukan pada kepala Jeno terlihat semakin dalam. Dia tidak peduli pada semua orang yang mulai meninggalkan area pemakaman.

Namun saat sebagian orang sudah pergi, Jeno ambruk. Dia terduduk di bawah sambil memeluk tanah merah. Jeno terisak hebat, bibirnya terus bergetar.

"Bunda sayang sama kamu, sekarang dan selamanya akan tetap seperti itu."

"BUNDAAAA!!!!!" Jeno menangis tiada henti, dia menghentak-hentakan kakinya sambil merengek seperti seorang bayi.

Melepaskan rasa sesak dalam dada melalui teriakan pilu dari bibirnya yang mulai terbuka lebar.

Jeno sungguh tidak rela Bundanya pergi.

Tidak dengan cara seperti ini.

"Bunda.. maafin Jeno, Bunda.."

Sebagai seorang sahabat lama yang rela bertahan hingga akhir, Hendery mendekat. Menarik lengan Jeno untuk dibawa kedekapannya.

Hendery menepuk-nepuk punggung Jeno pelan, menahan nafas karena takut tangisnya malah hadir kebablasan.

"Sst.. Jangan gini. Bunda sama Lia gak bakal seneng liatnya."

Jeno menggeleng lemah, pandangannya begitu buram berkat air mata, "Dry.."

"Iya, gue paham." Dada Hendery turut sesak. Mendengar rintihan seorang anak yang pendiam sangat menampar hatinya dalam-dalam.

Tangisan yang semakin detik semakin mengecil itu mampu mendeskripsikan betapa hancurnya bantin seorang Lee Jeno.

Tapi semua sudah selesai,

walau tetap menghasilkan korban yang meninggal karena lalai.

"Ayo, yang lain udah nunggu di rumah sakit."

•○●○•

"Gue harus ngomong apa ke Mama?" Taeyong mengelus-ngelus tangan Hyeobin yang sedang duduk memaku di atas ranjang.

Taeyong terduduk di kursi roda, kakinya yang penuh perban tak lagi terasa sakit saat melihat Hyeobin terus saja menangis diam-diam tanpa suara.

Baru beberapa jam lalu adiknya mengetahui beberapa fakta, bahwa Bunda dan Lia sudah pergi meninggalkan dunia.

Lucas yang banyak kehabisan darahpun sedang berjuang mati-matian.

"Kak Jeno.." Suara Hyeobin terdengar serak. Dia sangat ingin melihat wajah kakaknya dan cahaya dari dunia.

OLETHROS || Lee Jeno ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang