[18+]
🌟○○•♧•○○🌟
Aku berlari sekencang mungkin di koridor rumah sakit, mataku menelusuri setiap pintu kamar- sangat panik.
Taeyong yang juga berlari dibelakang mungkin ikut kewalahan. Setelah selesai turun dari gunung Bukhasan Seoul, aku dan Taeyong langsung bergegas, meninggalkan Mama dan Papa dengan salam bela sungkawa atas kejadian yang menimpa Bunda sehari setelah keberangkatan.
Aku menggeram, menahan air mata sambil mengigit bibir bawah ketika berhenti, "Ini mana sih?! Kok gak ketemu!!!"
Taeyong terengah, bertumpu pada lututnya yang mungkin saja melemas, "Kelewat anjir, lo lari cepet banget. Kamarnya disana." Taeyong menunjuk kebelakang sambil terus tertunduk.
Melihat jemari kekar itu menunjuk, aku segera kembali. Melangkahkan kaki lebar-lebar untuk menghampiri pintu yang sempat terlewat.
Namun begitu sampai dan meraih knop pintu, aku terdiam membeku.
Menarik nafas dalam-dalam kala melihat Jeno sedang memeluk Lia sambil menangis dari kaca pintu, dia terlihat rapuh lagi didepan Bunda yang sedang tidak sadarkan diri.
Aku berpaling sejenak, memilih duduk sebentar dikursi. Memberi mereka ruang hanya untuk sekedar memilah kasih.
Kupejamkan mata kuat-kuat. Persepsiku selama perjalanan kesini ternyata adalah kesalahan besar, bahwa Jeno menganggapku penting hanya karena memberi sebuah kabar genting.
Semua salah, aku terlalu percaya diri untuk mengharapkan seorang Jeno yang hatinya pucat pasi.
Aku tertunduk,
"Kok gak masuk, dek?" Taeyong duduk disampingku, "Ada Kak Lia, suasananya lagi gak bagus kalo gue tiba-tiba masuk."
Taeyong tidak menjawab, aku tidak melihatnya dengan jelas, namun aku tahu dia sedang menatap,
"Jangan nangis dulu. Biar gue yang ketuk pintunya." Dia berdiri, menghampiri pintu dan segera mengetuk.
Tak lama, Taeyong membuka pintu, dia mengangguk sebagai penanda jika sudah seharusnya aku segera masuk.
Aku berdiri, membasahkan bibirku agar tidak terlihat gugup. Kemudian memasuki ruangan bersama Taeyong.
Bunda tidak terlihat sehat, kepalanya diperban, lehernya diberi penyangga dan dia memakai selang oksigen.
Aku tidak menatap Jeno dan Lia, bukan bermaksud sombong. Hanya saja aku sungguh tidak kuat.
Kakiku berjalan mendekati hospital bed, menyentuh jari Bunda Yuri yang sangat lemah. Dari jarak seperti ini, aku dapat mendengar samar-samar suara Lia,
"Kamu tenang dulu ya, sayang." Katanya pada Jeno.
Aku meremat jemari Bunda saat mendengar itu, "Bunda.." Lalu tetesan air mata mengalir meninggalkan banyak jejak, hatiku terasa diremat,
entah karena utaraan Lia atau karena keadaan Bunda.
Kakiku melemas, menangis dengan tundukan terdalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLETHROS || Lee Jeno ✅
Fanfiction"Suatu kebimbangan yang hadir bersama dengan kehancuran." 1 on #nct21 [06.12.20]