51 || Perkara lain

192K 17.6K 955
                                    

"KALEY!"

Teriakan seseorang dari belakang. Tadinya gue mau nyusul pak Arkan ke parkiran eh, kok taunya ada yang manggil gue?

Dengan cepat gue memutarkan badan menatap sang pelaku.

Reynald.

Tuh orang ada dipasar malam juga ternyata? Reynald melambai-lambaikan tangan mengintruksikan gue untuk menghampirinya. Sebagai teman yang baik dengan ogah gue menghampiri dia yang lagi duduk di pedagang jagung bakar.

Reynald nyengir, sinting nih bacoh. Gue enggak senyum enggak apa dia udah senyum lebar.

"Kenapa lo?" Tanya gue.

Reynald menggeleng. Dia menggeserkan satu kursi berwarna merah disebelahnya, "Duduk Ley."

Gue bergidik ngeri. Tumben banget si Reyland baik begini sama gue biasanya juga adu mulut mulu kalau ketemu. "Kesambet lo?"

"Iya gue kesambet pesona lo." Reynald mengedipkan sebelah matanya ganjen.

"Ngeri banget gue."

Reynald terbahak. Gue mendengus kesal. Diliat-liat dari deket Reynald memang ganteng. Banyak orang yang suka sama dia tapi aneh kok gue enggak tertarik sedikit pun sama dia, apa mungkin karena udah sering ketemu dan terlanjur menganggap dia sebagai sahabat, tidak lebih.

"Mau jagung gak?" Tawar Reynald. Cowok itu melipatkan kemejanya sampai siku serius gak boong Reynlad ganteng banget.

"Boleh." Gue mengangguk setengah sadar.

"Gue tau, gue ganteng." Ujarnya, "Sampe lo enggak ngedip gitu."

Gue terdiam. Mengedipkan mata berkali-kali. "Siapa juga yang terpesona sama toge goreng macam lo?"

"Kalau gue toge goreng lo mau jadi bumbu kacangnya?" Mata Reynald berbinar, "Biar bersatu gitu kaya Romeo dan Juliet."

"Gak jelas lo!"

"Sensi amat lo."

Gue menghela nafas panjang mendengar ucapan Reynald, "Daritadi lo ngoceh mulu, lo manggil gue kesini ada apa?"

"Mau jagung gak?"

"Gak nyambung."

Reynald nyengir lagi, "Gak ada apa-apa sih."

"Gue pengen bunuh lo sumpah. "Desis gue.

"Mang jagungnya dua ya!" Reynald tidak memperdulikan ucapan gue.

"Siap bang!" Saut tukang jangung tersebut. Beberapa saat kemudian pedagang tersebut membawakan dua buah jagung bakar dan memberikanya ke Reynald serta gue.

"Makasih." Ujar kami barengan.

Dia tersenyum ramah lantas balik lagi.

"Makan dulu Ley," Reynald memasukan jagung bakar ke mulutnya, "Gue tau lo laper."

Mengalah lebih itu lebih baik.

"Ngomong-ngomong-"

"Dari tadi juga lo udah ngomong mulu." Gue memotong ucapan Reynald.

Reynald terkekeh, "Lo kesini bareng siapa? Sendiri?"

Uhuk ...

Setika gue tersedak. Yaallah pak Arkan! Gue lupa kalau kesini bareng dia. Duh mampus lo Ley! Kok bisa lupa sih kalau gue kesini bareng dia?

"Gue duluan!"

Tanpa mau mendengar jawaban Reynald gue udah lari kaya orang kesetanan. Ini udah lama astaga! Hampir setengah jam gue ninggalin pak Arkan sendirian di parkiran mobil.

Kaley kok lo bego amat ya?

Sampai parkiran gue udah kaya mau mati aja karena kehabisan oksigen akibat lari. Mobilnya pak Arkan masih ada di sana, "Mas-"

"Diam." Ujar pak Arkan dingin.

Gue meneguk ludah kasar. Gak salah lagi pak Arkan pasti marah banget sama gue.

"Dengerin dulu-"

"Aku bilang diam Ley." Pak Arkan menatap gue tajam.

Gue mengangguk pelan serta memejamkan mata rapat saat pak Arkan menambahkan kecepatan mobilnya.

Tuh dosen mau ngajak gue mati bareng?

Cuma butuh sepuluh menit untuk sampai di rumah dan biasanya kami butuh waktu dua puluh lima menit atau lebih untuk sampai rumah. Bisa dibayangin kan seberapa kencangnya pak Arkan bawa mobil?

Gue keluar dari mobil jangan tanya dimana pak Arkan, dia udah duluan masuk rumah. Lagi-lagi gue memaki tindakan oon gue sendiri. Udah tau pak Arkan cemburuan masih aja gue cari perkara apalagi kalau dia udah marah susah banget buat ngebujuknya.

Nah loh sekarang gue harus gimana?

Pak Arkan berada di lantai atas. Ayo siapkan jiwa raga lo buat menhadapi pak Arkan!

Gue menaiki anak tangga satu persatu. Membuka perlahan pintu yang berwarna kecoklatan itu.

Seperti biasa, pak Arkan kalau marah pasti tidurnya sambil menutupi seluruh tubuhnya pakai selimut. Gue merangkak menaiki ranjang.

"Mas." Panggil gue. Gak ada jawaban. Gak mungkin juga kan pak Arkan tidur? Masa baru rebahan langsung bisa tidur?

Perlahan gue menarik selimutnya. Sehingga terlihat wajah pak Arkan sedikit. Secapat kilat pak Arkan langsung menaikanya lagi. Gue membuang nafas kasar, kesabaran gue diuji disaat-saat seperti ini.

"Kamu marah?" Tangan gue terulur mengulus rambut pak Arkan.

Bukanya menjawab pak Arkan malah membalikkan badannya jadi munggungi gue. Selimut itu gue tarik kembali.

"Aku bisa jelasin." Ucap gue, "Tadi aku sama Reynald-"

"Iya kamu sama Reynald berduaan sambil makan terus kamu lupain aku gitu?!" Nafas pak Arkan memburu. Dia menyorot gue dengan tatapan sangat kesal.

"Bukan gitu," Ujar gue, "Aku ketemu sama dia enggak sengaja."

"Gak sengaja tapi makan berdua." Cibir pak Arkan.

"Cemburuan banget kamu." Gue tertawa kecil. "Percaya sama aku. Aku sama Reynald gak ada apa-apa."

"Reynald itu suka sama kamu Ley," Pak Arkan berucap serius, "cara dia natap kamu itu beda sama dia natap orang lain."

"Aku tau."

"Jadi selama ini kamu tau Reynald suka sama kamu?"

Gue mengangguk.

"K-kamu enggak suka kan sama dia?"

Gue menggeleng, "Enggak."

"Kenapa?" Dahi pak Arkan berkerut, "Reynald kan ganteng, tadi aja sampai enggak kedip kamu ngeliat Reynald benerin kemejanya."

Sialan!

"Emang, Reynald ganteng."

"Yaudah pacarin aja Reynald!" Pak Arkan melepaskan pelukannya secara kasar.

"Kayanya masih gantengan kamu."

Pak Arkan sontak menghadapkan mukanya kearah gue. Gue mengedipkan sebelah mata, sumpah ini namanya nurunin harga diri sendiri.

"Belajar kaya gitu dari siapa?" Seketika pak Arkan tersenyum aneh.

"H-hah?"

Pak Arkan mendekat.

Bentar-bentar, kok jadi kaya gini? Kan niatnya gue yang ngegoda dia. Tapi kok malah gue yang kena?

"A-ah, itu ..." Ujar gue gugup.

"Apa?" Tanya pak Arkan penasaran.

"Kebanyakan gaul sama kamu sih." Ujar gue seraya tertawa.

***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang