61 || Sidang

229K 21.3K 2.6K
                                    

Besok adalah hari dimana gue sidang skripsi, rasanya panas dingin jir. Apalagi dari tadi pak Arkan goda-goda gue mulu. Rese banget emang!

Gimana gue mau fokus buat belajar kalau pak Arkan-nya nempel mulu, gak mau lepas dari gue.

"Cie besok sidang,~" Pak Arkan menusuk-nusuk pipi kanan gue dengan telunjuknya, "besok kamu sidang Ley."

Gue mendengus kesal. Hampir setiap detik nih orang bilang kaya gitu mulu.

"Jangan ganggu mulu dong," Gue menatap pak Arkan dari samping. Sang pelaku terkekeh kecil, "aku gak bisa fokus jadinya."

"Besok sidang," Pak Arkan mengcup pipi gue bertubi-tubi. Gue memejamkan mata rapat, "cepetan lulus Ley."

"Makanya diam," Gue membuka beberapa lembar buku lalu membacanya.

Pak Arkan mencibir lalu menarik gue sampai terbaring di atas ranjang, cowok itu memeluk gue layaknya guling, "jangan sama buku mulu, aku bosen sendirian."

"Kan bentar aja," Gue mengelus rambutnya, "tidur ya?"

Cara itu paling ampuh agar pak Arkan enggak menganggu gue belajar kalau enggak makin menjadi-jadi tingkahnya.

"Tapi temenin ya?" Pak Arkan memandang gue lekat, "jangan pergi kalau belum tidur."

Gue membuang napas kasar lalu mengangguk. Tangan kanan gue dia jadikan bantalan sedangan tangan kiri gue digunakan mengusap-ngusap rambutnya.

Gue memandang pak Arkan dari dekat. Ini anak ... kok sifatnya manja banget?

Beberapa menit pak Arkan sudah terlelap. Perlahan gue melepaskan lilitan tangannya yang berada di pinggang, namun gagal. Pak Arkan mengeratkan pelukannya.

Gue mendesah pelan. Menunggu lagi beberapa saat agar pak Arkan benar-benar terlelap.

Sekali lagi. Gue mencoba melepaskan pelukannya. Berhas-

Sial. Pak Arkan malah mendusel-dusel kepalanya ke dada gue.

Gue berdacak sebal. Sungguh menghadapi sikap pak Arkan lebih menguras sabar dari pada menghadapi sikap Dean.

"Ayolah~" gumam gue.

***

Pukul 18:30.

Gue merengangkan otot-otot. Lima jam lebih gue belajar untuk menguasai materinya  ini belum cukup. Gue rasa masih ada beberapa materi yang belum gue mengerti mungkin nanti gue tanya sama pak Arkan.

Gue merangkak pelan menaiki ranjang. Pak Arkan masih tertidur. Tuh orang tidur apa latihan mati?

Mau bangunin tapi kasihan. Kelihatannya dia cape banget. Gue menarik selimut menutupi badannya sampai dada.

Ternyata tidur pak Arkan terusik. Dia membuka matanya perlahan.

"Eh?" kaget gue, "Kok bangun?"

Pak Arkan tidak menjawab. Dia menyorot gue lama. Biasa nyawanya belum kekumpul semua.

Gue tertawa kecil. Muka dia waktu bangun tidur lucu banget.

"Tidur lagi sana," Gue mengusap keringat yang bercucuran di plipisnya. Maklum cuaca agak panas. Tapi pe'anya gue malah nyelimutin dia.

"Jam berapa Ley?" Pak Arkan bertanya dengan suara serak.

"Jam tujuh," Gue menujuk jam dinding lalu menatap pak Arkan kembali, "mandi dulu sana habis itu shalat."

Pak Arkan bangkit dari tidurnya. Dia mendekat.

"Mau ngapain?" tanya gue was-was.

Pak Arkan mendekatkan wajahnya kemudian berbisik pelan, "cepat lulus Ley,"

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang