62 || Bang Gilang

222K 21.9K 3.3K
                                    

"Gimana sidang skripsinya Nak?" Bunda bertanya saat gue duduk di hadapannya. Memang selepas dari kampus gue langsung pulang ke rumah bunda kalau di ingat-ingat udah lama juga gue enggak main kesini.

Gue mengangguk lantas tersenyum girang, "lulus dong."

"Alah paling di bantu sama lakinya si Arkan," bang Gilang datang dari atas dengan sok taunya, "ya kan?"

"Enak aja lo kalau ngomong!" Gue melotot. Tuh mulut minta gue lakban kali ya? Dari mana coba gue dibantuin sama pak Arkan yang ada dia ngerecokin gue mulu.

"Ngomong-ngomong laki lo mana?" Bang Gilang melirik sekeliling, "perasaan tadi ada dah."

"Di atas lagi sama Ayah," gue menunjuk ruangan kerja Ayah, "Kangen lu sama laki gue?"

"Pale lu!" bantal sofa melayang mulus. Kurang ajar emang dengan enaknya dia merebahkan kepalanya di paha gue, "Aah, kangen banget gue sama elu Ley."

Gue memutar bola mata malas, "gak udah lebay deh Lo."

"Kalian lanjutin aja ributnya Bunda mau kebelakang dulu," emak gue bangkit dari sofa terus masuk ke dalam dapur.

Seketika gue sama bang Gilang melongo.

"Ngapain lo tiduran di paha gue?" Gue menunduk menyorot bang Gilang ogah-ogahan.

"Lah emangnya kenapa?" Bang Gilang menggangkatkan sebelah alis nya heran, "sama ade gue ini."

Gue membuang napas jengah. Bodoamat. Gue mengambil ponsel. Ternyata ada beberapa pesan dari grup chat. Gue membukanya sekilas lalu menghempaskan ponsel itu ke bawah. Tidak ada yang begitu penting.

"Ley, lo kapan kasih gue keponakan yang unyu-unyu?" Bang Gilang mendongak.

"Tidur bareng sama pak Arkan aja belum."

"Maksud lo?" dahi bang Gilang berkerut-kerut. Cowok itu menatap gue tidak mengerti.

"Gak usah sok polos deh."

"Jangan bilang lo belum kasih hak lo sama Arkan?" Bang Gilang memandang gue sengit, "jangan gila lo Ley!"

Gue meringis, "belum."

"Yaallah kenapa adikku yang satu ini begonya gak ketulungan ya?" Bang Gilang memandang gue dengan tatapan sulit diartikan, "lu nyadar gak kalau selama ini lo lagi berbuat dosa sama laki lo sendiri?"

"Gue belum siap bang," Gue mengalihkan padangan. Mengigit bibir bawah kuat, "lagian gue nunggu wisuda dulu."

"Kalau gue jadi si Arkan, dari malam pertama juga gue udah serang lo Ley," Bang Gilang mendengus.

"Ya itu mah elo!" Gue mentoyor jidat nya, "lagian pak Arkan juga enggak keberat-"

"Ley," Pak Arkan datang dari atas. Kemudian duduk di hadapan gue sama bang Gilang.

"Kenapa?" tanya gue.

Pak Arkan tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan gue lama. Dahi gue berkerut. Seketika gue tersentak kaget saat sadar posisi gue sama bang Gilang membuat pak Arkan kurang nyaman.

"Minggir sana!" Gue mendorong bang Gilang sampai jatuh kelantai.

Bang Gilang meringis sambil memegang bokongnya,  "sialan lo Ley!"

Gue tidak menanggapi ucapannya. Menghampiri pak Arkan wajah pak Arkan benar-benar kusut.

"Kenapa?" tanya gue halus.

Pak Arkan menggeleng.

Gue menghembuskan napas pelan. Menatap kembali bang Gilang yang masih terlantar di lantai, "bangun bang! ngapain lo masih duduk disana?"

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang